ARTICLE AD BOX
SEPANJANG 2024 menjadi salah satu tahun tersibuk bagi Mahkamah Konstitusi. Selain lantaran memeriksa dan memutus beragam perkara pengetesan undang-undang, Mahkamah juga bertanggung jawab menyelesaikan sengketa pemilihan umum presiden dan wakil presiden serta pemilihan personil legislatif.
Dilihat dari laman resmi MK, terdapat 240 perkara pengetesan undang-undang sepanjang 2024. Jumlah itu terdiri dari 189 perkara diregistrasi pada 2024 dan 51 perkara lanjutan dari 2023. Dari total itu, Mahkamah telah memutus 158 perkara, sementara 82 perkara lainnya tetap dalam proses.
Bersamaan dengan itu, MK menangani 308 perkara perselisihan hasil pemilihan umum dengan rincian 294 perkara DPR/DPRD, 12 perkara DPD, dan dua perkara pilpres. Hasilnya, hanya 45 perkara nan dikabulkan, 64 ditolak, 149 tidak dapat diterima, 15 ditarik kembali, 20 gugur, dan 15 tidak berkuasa untuk diadili oleh MK.
Sebagai penafsir konstitusi, putusan MK mempunyai akibat besar, terlebih lantaran sifatnya final dan mengikat. Tidak sedikit pula putusan Mahkamah pada 2024 nan menyita perhatian publik lantaran substansinya menjadi sejarah baru bagi beragam lini kehidupan, seperti sederet putusan berikut ini.
Kemenangan Prabowo-Gibran konstitusional
Kemenangan pasangan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka dalam kontestasi Pilpres 2024 dinyatakan konstitusional, usai Mahkamah menolak gugatan nan diajukan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar dan Ganjar Pranowo-Mahfud Md. Putusan itu dibacakan dalam sidang nan terbuka untuk umum pada Senin (22/4/2024).
Gugatan Anies-Muhaimin terdaftar dengan Nomor 1/PHPU.PRES-XXII/2024, sementara gugatan Ganjar-Mahfud Nomor 2/PHPU.PRES-XXII/2024. Berbagai dalil permohonan disampaikan di hadapan pengadil konstitusi pada sidang perdana, Rabu (27/3/2024). Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud sama-sama mendalilkan dugaan kecurangan nan terstruktur, sistematis, dan masif.
Proses sidang melangkah alot. MK apalagi menghadirkan empat menteri Kabinet Indonesia Maju sebagai saksi, Jumat (5/4/2024). Keempat menteri itu adalah Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, Menteri Keuangan Sri Mulyani, dan Menteri Sosial Tri Rismaharini.
Dalam putusannya, MK menyimpulkan, permohonan Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud tidak berdasar menurut norma untuk seluruhnya. Akan tetapi, untuk pertama kalinya, sengketa pilpres diputus dengan bunyi tidak bulat. Tiga pengadil konstitusi, ialah Saldi Isra, Enny Nurbaningsih, dan Arief Hidayat menyatakan berbeda pendapat (dissenting opinion) terhadap putusan MK.
Ambang pemisah parlemen 4 persen konstitusional bersyarat
Melalui Putusan Nomor 116/PUU-XXI/2023, Kamis (29/2/2024), MK mengabulkan sebagian permohonan Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) perihal periode pemisah parlemen empat persen. MK menyatakan periode pemisah parlemen empat persen tetap konstitusional untuk Pemilu DPR 2024, tetapi konstitusional bersyarat untuk Pemilu DPR 2029 dan pemilu berikutnya.
Dalam perihal ini, MK memerintahkan pembentuk undang-undang untuk mengubah norma serta besaran nomor alias persentase periode pemisah parlemen nan diatur dalam Pasal 414 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum. Dalam pertimbangan hukumnya, MK menyatakan tidak ada dasar kerasionalan dalam penetapan periode pemisah parlemen empat persen selama ini.
MK memerintahkan periode pemisah parlemen diatur ulang dengan berpatokan kepada persyaratan nan termaktub dalam pertimbangan putusan, antara lain, kudu didesain untuk digunakan secara berkelanjutan, perubahan tetap dalam bingkai menjaga proporsionalitas sistem pemilu, mewujudkan penyederhanaan partai politik, rampung sebelum tahapan Pemilu 2029, dan melibatkan beragam kalangan dengan prinsip partisipasi publik bermakna.
Perombakan periode pemisah pencalonan kepala daerah
MK merombak patokan periode pemisah pencalonan kepala wilayah lewat Putusan Nomor 60/PUU-XXII/2024. Putusan atas perkara nan dimohonkan oleh Partai Buruh dan Partai Gelora itu dibacakan pada Selasa (20/8/2024) alias mendekati tahapan pendaftaran calon kepala wilayah Pilkada 2024.
Melalui putusan ini, MK mengubah norma Pasal 40 ayat (1) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada menjadi partai politik alias campuran partai politik peserta pemilu dapat mendaftarkan pasangan calon jika memperoleh bunyi sah berkisar 6,5–10 persen dari jumlah daftar pemilih tetap di wilayah tersebut.
Dengan adanya putusan ini, periode pemisah pencalonan kepala wilayah menjadi turun. Sebelumnya, untuk mengusung calon kepala daerah, partai politik alias campuran partai kudu mendapatkan paling sedikit 20 persen dari jumlah bangku DPRD alias 25 persen dari akumulasi bunyi sah Pemilu DPRD.
Akhir perdebatan syarat usia calon kepala daerah
Pada hari nan sama dengan putusan periode pemisah pencalonan kepala daerah, MK juga membacakan Putusan Nomor 70/PUU-XXII/2024. Dalam pertimbangan putusan, MK menegaskan bahwa syarat usia calon kepala wilayah kudu terpenuhi sejak penetapan pasangan calon peserta pilkada oleh KPU.
Penegasan MK itu mengakhiri perdebatan mengenai teknis penghitungan syarat usia calon kepala daerah. Pasalnya, sebelum putusan tersebut dibacakan, syarat usia tetap simpang siur. Terlebih, putusan uji materi di Mahkamah Agung Nomor 23 P/HUM/2024 menyatakan, syarat usia calon kepala wilayah terhitung sejak pelantikan pasangan calon terpilih.
Lebih jauh dalam pertimbangan hukumnya, MK menjelaskan, peraturan pemisah usia calon kepala wilayah selalu ditempatkan dalam bab nan mengatur mengenai persyaratan calon. Semua perihal nan berangkaian dengan persyaratan seyogianya kudu dipenuhi sebelum pasangan calon ditetapkan. Ketentuan itu, menurut Mahkamah, juga sama halnya dengan syarat usia calon personil legislatif maupun calon presiden dan wakil presiden.
Desain surat bunyi pilkada calon tunggal
MK memutuskan mengubah ketentuan kreasi surat bunyi pilkada calon tunggal menjadi model plebisit, ialah model nan meminta para pemilih untuk menentukan setuju alias tidak setuju terhadap calon tunggal tersebut. Nantinya, surat bunyi pilkada calon tunggal memuat foto pasangan calon tunggal serta dua kolom kosong di bagian bawah nan memuat pilihan “setuju” alias “tidak setuju”.
Hal itu merupakan pemaknaan baru MK terhadap Pasal 54C ayat (2) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada. Ketentuan baru kreasi surat bunyi pilkada calon tunggal itu bertindak mulai Pilkada 2029, mengingat Putusan Nomor 126/PUU-XXII/2024 dibacakan pada Kamis (14/11/2024) saat tahapan pencetakan surat bunyi Pilkada 2024 telah dilaksanakan.
Ketentuan pilkada ulang jika kotak kosong menang
Masih dalam Putusan Nomor 126/PUU-XXII/2024, MK turut memperjelas ketentuan pilkada ulang andaikan kotak kosong menang pada pilkada calon tunggal. MK menyatakan, dalam perihal kotak kosong memperoleh bunyi lebih banyak daripada calon tunggal, maka pemilihan berikutnya dilaksanakan dalam waktu paling lama satu tahun.
Dalam amar putusannya, MK juga mengatur bahwa kepala wilayah nan terpilih berasas hasil pemilihan berikutnya tersebut memegang masa kedudukan sampai dilantiknya kepala wilayah dan wakil kepala wilayah nan baru, sepanjang tidak melampaui masa waktu lima tahun sejak pelantikan. Putusan itu untuk memperjelas makna frasa “pemilihan berikutnya” dalam Pasal 54D ayat (3) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada.
Penegasan demi penegasan di UU Cipta Kerja
Melalui Putusan Nomor 168/PUU-XXI/2023, Kamis (31/10/2024), MK mengabulkan sebagian permohonan uji materi nan dimohonkan Partai Buruh dan sejumlah serikat pekerja. Setidaknya ada 21 norma nan dikabulkan sebagian. Pada pokoknya, MK memberi penegasan demi penegasan dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja.
Beberapa perihal nan ditegaskan oleh MK, di antaranya mengenai jangka waktu perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) paling lama lima tahun, menteri nan bertanggung jawab dalam urusan ketenagakerjaan kudu menetapkan jenis pekerjaan nan dapat dialihdayakan (outsorcing), libur satu alias dua hari dalam sepekan, struktur dan skala bayaran kudu proporsional, bayaran minimum sektoral kembali diberlakukan, hingga pemutusan hubungan kerja diperketat melalui perundingan bipartit secara musyawarah untuk mufakat.
Dalam putusan itu, MK juga memerintahkan DPR dan Presiden, selaku pembentuk undang-undang, untuk menggodok undang-undang ketenagakerjaan nan baru paling lama dalam waktu dua tahun. MK memerintahkan, klaster ketenagakerjaan dipisahkan dari Undang-Undang Cipta Kerja. MK memerintahkan itu agar tidak ada tumpang tindih aturan.
Tafsir baru delik pencemaran nama baik
Perbuatan menyerang kehormatan alias nama baik seseorang bisa dipidana andaikan perbuatan tersebut dilakukan dengan langkah lisan. Hal itu merupakan penafsiran baru Mahkamah mengenai delik pencemaran nama baik nan diatur dalam Pasal 310 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Pasal tersebut sebelumnya tidak memuat frasa “dengan langkah lisan”. MK mengangkat frasa itu dari Pasal 433 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang KUHP alias UU KUHP baru nan bakal bertindak mulai 2026. Menurut Mahkamah, pengakomodasian ketentuan “dengan langkah lisan” itu demi menciptakan kepastian norma dalam penerapan ketentuan norma mengenai pencemaran nama baik.
Tafsir baru itu termaktub dalam Putusan Nomor 78/PUU-XXI/2023. Perkara dimohonkan oleh aktivis Haris Azhar, Fatiah Maulidiyanty, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), dan Aliansi Jurnalis Independen (AJI). Adapun Haris dan Fatiah merupakan aktivis nan divonis bebas dalam kasus pencemaran nama baik Luhut Binsar Pandjaitan.
KPK berkuasa usut korupsi militer
KPK berkuasa mengusut kasus korupsi di ranah militer hingga adanya putusan pengadilan berkekuatan norma tetap alias inkrah, sepanjang kasus tersebut ditangani sejak awal alias dimulai oleh KPK. Ketentuan itu merupakan pemaknaan baru MK terhadap Pasal 42 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK.
Mahkamah menyatakan, sepanjang tindak pidana korupsi nan dilakukan bersama-sama oleh unsur sipil dan militer nan sejak awal dilakukan alias dimulai oleh KPK, maka perkara tersebut bakal ditangani oleh KPK sampai adanya putusan pengadilan nan mempunyai kekuatan norma tetap. Demikian Putusan Nomor 87/PUU-XXI/2023 nan dibacakan pada Jumat (29/11/2024).
Perpanjangan pemisah waktu pengajuan kompensasi korban terorisme
Peria Ronald Pidu, korban Tindak Pidana Terorisme Bom di Pasar Tentena, Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah serta Mulyani Taufik Hidayat dan Febri Bagus Kuncoro, korban peledak Beji, Depok, Jawa Barat, mempersoalkan konstitusionalitas pemisah waktu pengajuan kompensasi korban terorisme dalam Pasal 43L ayat (4) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2018 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.
Pada Kamis (29/8/2024), MK memutuskan mengabulkan sebagian permohonan para pemohon. Mahkamah menyatakan frasa “tiga tahun terhitung sejak tanggal undang-undang ini mulai berlaku” dalam Pasal 43L ayat (4) UU Terorisme inkonstitusional secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai “sepuluh tahun terhitung sejak tanggal undang-undang ini mulai berlaku”.
Melalui Putusan Nomor 103/PUU-XXI/2023 itu, MK memperpanjang pemisah waktu bagi korban terorisme masa lampau untuk mengusulkan permohonan kompensasi, support medis, alias rehabilitasi psikososial dan psikologis kepada lembaga nan menyelenggarakan urusan di bagian pelindungan saksi dan korban, ialah dari tiga tahun menjadi sepuluh tahun.
Sederet putusan MK di atas perlu dikawal agar ketentuan nan didelegasikan betul-betul diterapkan. Menyongsong tahun 2025, MK bakal menangani ratusan perkara sengketa Pilkada 2024. Selain itu, perkara pengetesan undang-undang nan belum rampung juga bakal diselesaikan pada tahun ini. (Ant/I-2)