ARTICLE AD BOX
librosfullgratis.com, Jakarta - Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) menggelar sidang praperadilan penetapan tersangka Hasto Kristiyanto oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada hari ini, Rabu (5/2/2025).
Sidang dimulai tepat pukul 10.00 WIB di Ruang Sidang Utama Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel). Biro Hukum KPK pun menghadiri sidang setelah pada agenda sebelumnya berhalangan dan meminta diagendakan ulang.
"Kami dari tim norma sudah komplit dan siap untuk mengikuti agenda sidang pertama ialah pembacaan permohonan praperadilan. Perlu diketahui oleh rekan-rekan bahwa kasus ini sudah pernah disidangkan dan sudah diuji di persidangan dan sudah inkrah bahwa tidak ada satu pun bukti kaitannya dengan Mas Hasto," kata Ketua Tim Hukum Hasto Kristiyanto, Ronny Talapessy di PN Jaksel, Rabu (5/2/2025).
Ronny menegaskan, sebagai negara hukum, dia berambisi kepada para pihak untuk menghormati putusan pengadilan nan sudah ada. Karenanya, dari tim kuasa norma Hasto sudah mempersiapkan bukti dan saksi untuk membantah tuduhan terhadap kliennya.
Kemudian, Tim Kuasa Hukum Hasto Kristiyanto lainnya, Todung Mulya Lubis menjelaskan, KPK mempunyai tanggungjawab melakukan pemeriksaan terhadap calon tersangka selain bermodal minimal dua perangkat bukti. Tujuannya agar tercipta transparansi dan perlindungan kewenangan asasi manusia (HAM).
"Dengan begitu, maka seseorang sebelum ditetapkan sebagai tersangka dapat memberikan keterangan nan seimbang dengan bukti nan ditemukan oleh penyidik," ucap Todung.
Menurut dia, pemeriksaan pemohon dalam perihal ini Hasto Kristiyanto sebagai saksi untuk tersangka Harun Masiku tidak bisa disebut sebagai pemeriksaan calon tersangka.
"Alasannya, lantaran tidak melalui ketentuan nan sesuai putusan mahkamah konstitusi (MK) Nomor 21 Tahun 2014 tentang aspek substansi pemeriksaan untuk mengonfirmasi pokok perkara, bukan sekedar siasat formil," terang Todung.
Berikut sederet pernyataan Tim Hukum dalam sidang penetapan tersangka Hasto Kristiyanto oleh KPK nan digelar PN Jaksel dihimpun Tim News librosfullgratis.com:
Tim kuasa norma Hasto Kristiyanto meminta majelis pengadil untuk membatalkan status tersangka nan ditetapkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
1. Biro Hukum KPK Hadir, Harapkan Sidang Bisa Buktikan Semua
Sidang perdana praperadilan Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (Sekjen PDIP) Hasto Kristiyanto dimulai hari ini, Rabu (5/2/2025).
Sidang dimulai tepat pukul 10.00 WIB di Ruang Sidang Utama Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel). Biro Hukum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menghadiri sidang setelah pada agenda sebelumnya berhalangan dan meminta diagendakan ulang.
"Kami dari tim norma sudah komplit dan siap untuk mengikuti agenda sidang pertama ialah pembacaan permohonan praperadilan. Perlu diketahui oleh rekan-rekan bahwa kasus ini sudah pernah disidangkan dan sudah diuji di persidangan dan sudah inkrah bahwa tidak ada satu pun bukti kaitannya dengan Mas Hasto," kata Ketua Tim Hukum Hasto Kristiyanto, Ronny Talapessy di PN Jaksel, Rabu (5/2/2025).
Ronny menegaskan, sebagai negara hukum, dia berambisi kepada para pihak untuk menghormati putusan pengadilan nan sudah ada. Karenanya, dari tim kuasa norma Hasto sudah mempersiapkan bukti dan saksi untuk membantah tuduhan terhadap kliennya.
"Kami berambisi bahwa di pengadilan ini kami bisa menguji segala sesuatunya, bukti-bukti dan kami berambisi bahwa dengan proses persidangan nan dengan asas fast trial ialah murah, sederhana, dan sigap sehingga kami bisa mendapatkan kepastian norma untuk lain kami ialah Mas Hasto," dia menandaskan.
Sidang perdana gugatan praperadilan penetapan tersangka Hasto Kristiyanto oleh KPK sedianya berjalan pada Selasa 21 Januari 2025 lalu, namun ditunda lantaran pihak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak hadir.
2. Sebut Hasto Tak Pernah Diperiksa KPK sebagai Calon Tersangka
Tim Hukum Hasto Kristiyanto, Todung Mulya Lubis menjelaskan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mempunyai tanggungjawab melakukan pemeriksaan terhadap calon tersangka selain bermodal minimal dua perangkat bukti. Tujuannya agar tercipta transparansi dan perlindungan kewenangan asasi manusia (HAM).
Dengan begitu, maka seseorang sebelum ditetapkan sebagai tersangka dapat memberikan keterangan nan seimbang dengan bukti nan ditemukan oleh penyidik.
Menurut Todung, pemeriksaan pemohon dalam perihal ini Hasto Kristiyanto sebagai saksi untuk tersangka Harun Masiku tidak bisa disebut sebagai pemeriksaan calon tersangka.
Alasannya, lantaran tidak melalui ketentuan nan sesuai putusan mahkamah konstitusi (MK) Nomor 21 Tahun 2014 tentang aspek substansi pemeriksaan untuk mengonfirmasi pokok perkara, bukan sekedar siasat formil.
"Dalam perkara ini pemohon belum pernah memberikan keterangan atas perkara baik itu surat perintah investigasi nomor sprindik 153/dik00/01/12/2024 tanggal 23 Desember 2024, mengenai memberikan bingkisan alias janji kepada penyelenggara negara dan surat perintah investigasi nomor sprindik 152/dik00/01/12/2024 tanggal 23 Desember 2024 atas dugaan merintangi penyidikan," kata Todung saat sidang praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel), Rabu (5/2/2025).
Todung menyimpulkan, termohon ialah KPK dalam menetapkan Hasto sebagai tersangka dilakukan tanpa pernah memanggil dan alias meminta keterangan terlebih dulu secara resmi sebagai saksi alias calon tersangka dalam perkara ini.
"Maka sesuai dengan prosedur ketentuan norma berlaku, perihal ini bertentangan dengan norma bertindak dalam UU KPK," ucap Todung Mulya Lubis menandaskan.
3. Sebut Tak Ada Bukti Hasto Terlibat Kasus Harun Masiku
Tim Hukum Hasto Kristiyanto menegaskan, tidak ada nama kliennya dalam kasus Harun Masiku dari kebenaran sidang nan sudah diputuskan oleh pengadil secara inkrah terhadap tiga terdakwa, Wahyu Setiawan, Agustiani Tio dan Saiful Bahri. Hal itu diungkapkan oleh Patra Zen, selalu tim norma dari Hasto saat sidang perdana praperadilan.
"Berdasarkan kebenaran nan terungkap di persidangan Wahyu Setiawan, Agustianti Tio dan Saiful Bahri, pengembangan dilakukan oleh termohon (KPK) dalam investigasi (Hasto) nan baru saja dimulai tidak boleh bertentangan dengan kebenaran hukum," kata Patra di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (5/2/2025).
Menurut Patra, pertimbangan pengadil nan telah muncul di persidangan hasil putusan Wahyu Setiawan, Agustianti Tio dan Saiful Bahri, tidak ada nan pernah menyangkutpautkan tindak pidana suap terhadap Harun Masiku dengan Hasto Kristianto sama sekali.
"Tidak ada nan menunjukkan keterlibatan pemohon (Hasto)," tegas Patra.
Patra juga mengklaim, tidak ada keterlibatan kliennya juga dibuktikan dari pertimbangan norma putusan Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi Jakarta Pusat nomor 28 nan mempertimbangkan, biaya nan diberikam kepada Wahyu Setiawan, Agustianti Tio dan Saiful Bahri bukan dari duit Hasto, tetapi Harun Masiku sesuai pengakuan mereka.
"Dari pertimbangan norma putusan Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi Jakarta Pusat, biaya operasional tahap pertama dan kedua kepada terdakwa berasal dari Harun Masiku," Patra menandasi.
4. Hasto Tak Bisa Menikmati Natal dengan Damai Saat Ditetapkan Jadi Tersangka KPK
Tim kuasa norma Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto, Ronny Talapessy mengatakan akibat kliennya nan ditetapkan menjadi tersangka korupsi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Hasto tidak bisa mengikuti ibadah Natal dengan damai. Hal tersebut disampaikan Ronny pada saat sidang praperadilan melawan KPK di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan.
"Natal nan agung dan memberikan suasana tenteram mengakibatkan terganggunya pemohon saat merayakan Hari Natal berbareng keluarga," ujar Ronny dalam amar gugatannya di PN Jakarta Selatan, Rabu (5/2/2025).
Sejatinya, kata Ronny, seremoni Natal menjadi momen membawa kedamaian, namun seketika sirna dengan adanya penetapan tersangka. Ronny kemudian mengutip pernyataan Uskup Agung Jakarta Kardinal Ignatius Suharyo pada seremoni Natal.
"(Ignatius) nan menyatakan kasus korupsi belakangan dijadikan perangkat untuk menjegal orang demi kepentingan tertentu," ujar dia.
Dalam pesan keagamaan, kata Ronny, Ignatius Suharyo memandang bahwa kasus korupsi dijadikan perangkat untuk membunuh karakter seseorang dan digunakan pada waktu-waktu tertentu.
Tindak pidana korupsi itu sengaja dibiarkan mengakar agar dapat digunakan untuk menjegal seseorang pada saat nan tepat demi sebuah kepentingan.
5. KPK Dinilai Langgar Hukum Saat Tetapkan Hasto Jadi Tersangka
Tim Hukum dari Hasto Kristiyanto, Maqdir Ismail menilai tindak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam menetapkan seseorang menjadi tersangka di awal investigasi semestinya berasas KUHAP. Namun nan menimpa kliennya adalah perihal sebaliknya.
"Standar Operasional Prosedur KPK. tidak benar, ini bertentangan dengan KUHAP karena dalam proses di KUHAP itu investigasi dulu dilakukan dengan bukti-bukti kemudian ditemukan tersangkanya, baru kemudian ditetapkan tersangkanya. Tapi ini satu proses nan dilangkahi oleh KPK nan saya kira cara-cara penetapan tersangka seperti ini diabaikan," kata Maqdir usai sidang praperadlan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (5/2/2025).
Maqdir menyampaikan, kliennya disangkakan KPK secara kumulatif melakukan dua perbuatan. Namun anehnya, menurut Maqdir dua dugaan pelanggaran norma dilakukan Hasto justru saling bertentangan nan semestinya tidak mungkin terjadi.
"KPK mendahulukan sangkaan pelanggaran terhadap obstruction of justice, padahal ini sumbernya adalah perbuatan suap-menyuap. gimana ini bisa terjadi? mungkin mereka katakan ini kesalahan administrasi, kesalahan manajemen sekecil apapun dalam menetapkan seseorang menjadi tersangka itu harusnya dijadikan argumen untuk membatalkan penetapan tersangka itu," terang Maqdir.
Maqdir menambahkan, kliennya juga disangka melakukan perbuatan pidana bersama-sama dengan orang lain, seperti dengan Saiful Bahri nan faktanya sudah divonis. Maka, bisa saja nan berkepentingan bakal kembali dihadirkan sebagai saksi dalam kasus Hasto dan bukan tidak mungkin kembali menjadi tersangka dalam perkara tersebut.
"Ini nan mau saya katakan bahwa kumulasi objektif dan kumulasi subjektif dalam perkara ini. Ini nan kudu kita cemati secara bersama-sama dan ini tidak boleh diteruskan," wanti dia.
6. KPK Panggil Saksi nan Sudah Meninggal Dunia
Maqdir pun merasa miris, dengan tindakan KPK nan memanggil Viryan Azis sebagai saksi dalam kasus nan menjerat kliennya. Alasannya, nan berkepentingan diketahui sudah meninggal dunia.
"Itu orang nan sudah diketahui meninggal bumi dipanggil sebagai saksi? Ini saya nggak tahu apakah lantaran ketidaktahuan mereka alias lantaran kesembronoan di dalam mencari saksi-saksi. jika ini kita biarkan, nan rusak seluruh sistem norma kita ini," kritik Maqdir.
Maqdir berharap, kasus nan menjerat Sekjen PDI Perjuangan tersebut bisa dilihat objektif semua pihak, termasuk KPK. Artinya, penegakkan norma sejatinya dilakukan secara proporsional sesuai patokan dan tidak mengada-ada dengan menyalahi kaidah.
"Mari kita lihat bukti-buktinya, bukti-bukti nan terjadi seperti ini apakah ini nan bakal kita ikuti dan digunakan untuk meneruskan menyelesaikan perkara ini? apalagi tidak ada bukti nan substansial, tidak ada bukti nan relevan, dan juga perolehan bukti itu dilakukan dengan cara-cara nan tidak legal tidak menurut norma seperti di dalam KUHAP. Saya kira sebagai tambahan dari saya seperti itu," dia menandasi.
7. Delapan Poin Gugatan Praperadilan Hasto, Tegaskan Penetapan Tersangka oleh KPK Tidak Sah
Tim Hukum dari Hasto Kristiyanto membeberkan delapan poin utama dari gugatan praperadilan nan dilangsungkan perdana pada hari ini, Rabu (5/2/2025).
Delapan poin tersebut dibacakan bergantian oleh sejumlah pengacara, antara lain Ronny Talapessy, Todung Mulya Lubis, dan Maqdir Ismail di depan majelis hakim.
Menurut Tim Hukum Hasto, poin pertama, penetapan status tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dilakukan tanpa pemeriksaan. Hal itu dinilai bertentangan dengan KUHAP dan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 21/PUU-XII/2014.
Putusan MK menegaskan proses penetapan Tersangka dan investigasi seseorang sampai menjadi Tersangka memerlukan bukti permulaan, ialah minimum dua perangkat bukti dan disertai dengan pemeriksaan Calon Tersangka. Namun di dalam perkara ini, pengguna kami belum pernah memberikan keterangannya atas perkara tersebut baik itu dalam Surat Perintah Penyidikan Nomor: Sprin.Dik/153/DIK.00/01/12/2024 tanggal 23 Desember 2024 dan Surat Perintah Penyidikan Nomor: Sprin.Dik/152/DIK.00/01/12/2024 tanggal 23 Desember 2024,” kata Ronny saat persidangan.
Ronny menilai, tindakan KPK merupakan tindakan nan dilakukan sewenang-wenang dan tidak mengindahkan ketentuan KUHAP maupun Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 21/PUU- XII/2014 lantaran melewatkan proses nan diharuskan dalam penetapan Tersangka, ialah pemeriksaan terhadap Saksi/Calon Tersangka.
Poin Kedua, lanjut Ronny, penetapan Hasto sebagai tersangka pada awal tahap investigasi jugatidak melalui proses pengumpulan dua perangkat bukti permulaan nan cukup terlebih dulu dan melewatkan tahap penyelidikan.
Padahal, sesuai putusan MK Nomor 21/PUU-XII/2014, interogator semestinya melakukan pengumpulan perangkat bukti terlebih dulu sebelum penetapan tersangka.
"Sehingga tidak boleh serta merta Penyidik menemukan Tersangka, sebelum melakukan pengumpulan bukti. Norma Pasal 1 nomor 2 KUHAP sudah tepat lantaran memberikan kepastian norma nan setara kepada penduduk negara Indonesia ketika bakal ditetapkan menjadi Tersangka oleh Penyidik, ialah kudu melalui proses alias rangkaian tindakan investigasi dengan langkah mengumpulkan bukti, bukan secara subyektif Penyidik menemukan Tersangka tanpa mengumpulkan bukti," ungkap Ronny.
Ronny menegaskan, dalam perkara nan menjerat Hasto, KPK langsung menyatakan kedudukan kliennya sebagai tersangka sesudah memberikan keputusan bakal menjalankan proses investigasi sebagaimana Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan Nomor: B/722/DIK.00/23/12/2024 tanggal 23 Desember 2024 dan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan Nomor: B/721/DIK.00/23/12/2024 tanggal 23 Desember 2024.
"KPK tidak menjalankan tahap penyelidikan terlebih dahulu. Penetapan Tersangka atas diri pengguna kami iterkesan terburu-buru dengan tidak menunggu perolehan bukti-bukti dari fase penyidikan, khususnya melalui tindakan penyitaan," urai Ronny.
Sementara itu, pada poin Ketiga nan disampaikan Todung Mulya Lubis, penetapan tersangka nan dilakukan oleh KPK terjadi pertentangan dan menciptakan ketidakadilan baru serta ketidakpastian hukum. Penjelasannya. KPK mengeluarkan dua buah SPDP, ialah Nomor B/722/DIK.00/23/12/2024 tanggal 23 Desember 2024 dengan sangkaan penyuapan, dan Nomor B/721/DIK.00/23/12/2024 tanggal 23 Desember 2024, dengan sangkaan penghalangan hukum.
"Kedua SPDP ini mengandung pertentangan dan memuat pernyataan nan tidak masuk di logika dan tidak logis, patut diduga sebagai corak kriminalisasi. Bagaimana mungkin ketika pemohon (Hasto) bersama-sama tersangka Harun Masiku dan kawan-kawan disangka memberi bingkisan alias janji kepada Wahyu Setiawan dan pada saat nan sama Pemohon bersama-sama melakukan perbuatan pidana merintangi investigasi tindak pidana korupsi," heran Todung.
Selain itu, lanjut Todung, berasas pengakuan Wahyu Setiawan, Agustiani Tio Fridelina dan Saeful Bahri nan telah menjalani balasan dan menjadi Terpidana maka kedua SPDP terhadap Hasto menciptakan ketidakadilan baru dan ketidakpastian norma terhadap para Terpidana dimaksud.
"Poin keempat, penetapan Hasto sebagai tersangka oleh KPK tidak didukung oleh dua perangkat bukti permulaan nan cukup dalam perkara nan berkepentingan dan justru merujuk pada perangkat bukti pada perkara lain nan sudah inkracht van gewijsde (putusan pengadilan nan sudah berkekuatan norma tetap). Sehingga, penetapan tersangka tersebut tidak sah dan patut untuk dibatalkan," terang Todung.
"Keputusan KPK ini mengandung abnormal norma lantaran secara yuridis perangkat bukti dalam perkara orang lain tidak boleh dipergunakan untuk membuktikan perkara nan lain lagi dengan menerbitkan Sprindik terbaru dengan pola materi perkara nan sudah inkracht van gewijsde, dalam kurung putusan pengadilan nan sudah berkekuatan norma tetap," imbuh Todung.
Todung mencatat, publikasi surat perintah investigasi nomor Sprin.dik/153/dik.00/01/12/2024 tanggal 23 Desember 2024 atas dasar laporan pengembangan investigasi LPP-24/dik.02.01/22/12/2024 tanggal 18 Desember 2024 dan surat perintah investigasi nomor Sprin.dik/152/dik.00/01/12/2024, tanggal 23 Desember 2024 atas dasar laporan pengembangan investigasi LPP.23/dik.02.01/22/12/2024, tanggal 18 Desember 2024 adalah kesalahan dalam proses investigasi tindak pidana korupsi nan mengandung potensi ne bis in idem.
"Atas dasar apa pengembangan investigasi dugaan tindak pidana korupsi ini dilakukan? Padahal perkara dengan Tersangka Harun Masiku nan memberikan suatu bingkisan alias janji kepada Wahyu Setiawan bersama-sama dengan Agustiani Tio sudah diputus dan telah berkekuatan norma tetap," tanya Todung.
Todung berandai, jika perkembangan investigasi merujuk pada putusan a quo, maka jika ditinjau dari hasil pertimbangan dan bunyi putusan tersebut sebagaimana telah dijelaskan pada bagian sebelumnya, maka tidak ada sama sekali nan pernah menyangkut-pautkan tindak pidana nan terjadi dengan Hasto.
"Tidak terlibatnya Hasto juga dibuktikan dari pertimbangan norma di atas Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor 28/Pid.Sus- TPK/2020/PN.Jkt.Pst, mempertimbangkan bahwa pemberian biaya operasional tahap pertama dan kedua kepada Terdakwa Wahyu Setiawan berasal dari Harun Masiku," beber Todung.
Todung pun mewanti, jika para mantan pihak berperkara seperti Wahyu Setiawan dan Agustiani Tio nan sudah diadili dan dijatuhkan pidana dimintai kembali keterangan dengan perkara objek nan sama dan materi pokok nan sama dengan nan telah diputus maka bakal berpotensi ne bis in idem nan dilarang dalam norma pidana.
Poin Keenam, dilanjutkan Maqdir, menyingunggung soal penyitaan peralatan milik kliennya nan dinilai dilakukan secara sewenang-wenang oleh KPK. Dia menegaskam, perihal itu telah melanggar KUHAP lantaran proses penyitaan tidak sesuai prosedur.
Maqdir menjelaskan, pada peristiwa 10 Juni 2024, KPK telah mengirimkan surat panggilan kepada Hasto guna didengar keterangannya sebagai saksi sebagaimana dalam Surat Panggilan: Nomor Spgl/3838/DIK.01.00/23/06/2024, tertanggal 4 Juni 2024.
Menurut keterangan kliennya, proses pemeriksaan berjalan singkat, tetapi kudu menunggu selama empat jam. Selesai pemeriksaan sebagai saksi, baru diketahui oleh lantaran rupanya stafnya nan berjulukan Kusnadi telah diperiksa, digeledah dan barang-barang nan ada padanya telah disita oleh KPK.
"Padahal Kusnadi saat itu kapasitasnya tidak untuk diperiksa berasas surat panggilan resmi kepada Hasto," beber Maqdir.
Maqdir mengingatkan, berasas pasal 112 KUHAP bahwa dalam memanggil seseorang nan berstatus sebagai saksi/tersangka kudu ada surat panggilan resmi nan menyebut argumen pemanggilan secara jelas. Karenanya, tindakan KPK tanpa pemberitahuan dan surat resmi itu sangat tidak profesional.
"Hal ini jelas telah melanggar Konstitusi asas perlindungan atas Hak Asasi Manusia Pasal 28D ayat (1) UUD 1945, Pasal 5 UU Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK dan melanggar ketentuan Pasal 112 Undang Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dan Pasal 75 KUHAP," rinci Maqdir.
Poin Ketujuh, Maqdir juga menegaskan penyitaan peralatan kliennya oleh KPK mengandung abnormal formil dengan menyamar, memakai topi, memanipulasi, merampas dan memeriksa tanpa izin tidak sesuai peraturan perundang- undangan.
"Proses penggeledahan dan penyitaan nan dilakukan oleh KPK terhadap peralatan milik Hasto sebagai melalui Kusnadi sebagai asisten/staf pada 10 Juni 2024 tanpa melalui proses penegakan norma nan benar. Penyitaan tidak mempunyai dasar hukum," catat Maqdir.
Atas tindakan terhadap Kusnadi, Maqdir menyatakan KPK telah melakukan perbuatan melawan norma dan abnormal formil dalam melakukan Penggeledahan dan Penyitaan sebagaimana syarat-syarat nan dicantumkan dalam KUHAP.
Poin Kedelapan, Maqdir memastikan peralatan bukti nan disita oleh KPK tidak mempunyai hubungan langsung dengan dugaan tindak pidana nan dilakukan Hasto sebagai Pemohon. Sebab, Hasto dan Kusnadi tidak mempunyai hubungan langsung dengan dugaan tindak pidana nan dilakukan.
"Maka penyitaan telah bertentangan dengan ketentuan Pasal 39 ayat (1) KUHAP," dia menandasi.