Begini Modus Korupsi Dan Kegiatan Fiktif Dinas Kebudayaan Dki, 3 Orang Jadi Tersangka

Sedang Trending 1 minggu yang lalu
ARTICLE AD BOX
Begini Modus Korupsi dan Kegiatan Fiktif Dinas Kebudayaan DKI, 3 Orang Jadi Tersangka ilustrasi(Dok.MI)

KEJAKSAAN Tinggi DKI Jakarta mengungkap modus korupsi Dinas Kebudayaan DKI Jakarta dengan menggunakan stempel palu dan aktivitas fiktif.

Dalam kasus ini, Kejati menetapkan tiga tersangka, ialah Kepala Dinas Kebudayaan (Disbud) DKI Iwan Henry Wardhana (IHW), Kepala Bidang Pemanfaatan Disbud DKI Mohamad Fairza Maulana (MFM), dan pihak swasta selaku pemilik EO berjulukan Gatot Arif Rahmadi (GAR).

Kepala Kejaksaan Tinggi DKI Patris Yusrian Jaya membeberkan modus nan dijalani yakni, dalam menjalankan aksinya, Iwan dan Fairza bekerja sama dengan Gatot sebagai EO kegiatan-kegiatan Disbud DKI. EO berjulukan GR-Pro nan didirikan Gatot pun fiktif dan tidak terdaftar secara resmi.

"Kemudian EO ini membikin beberapa perusahaan, membikin vendor-vendor nan selanjutnya kegiatan-kegiatan di pemprov itu, seolah-olah dilaksanakan oleh EO ini, dan bekerja sama dengan vendor-vendor di bawahnya," ungkap Patris, Kamis (2/1).

Kegiatan nan dikerjasamakan dengan GR-Pro dilancarkan dengan dua variasi, ialah aktivitas nan sepenuhnya fiktif, lampau aktivitas nan sebagian dilaksanakan dan sebagian lagi difiktifkan.

Dalam menjalankan aktivitas nan berasal dari APBD perangkat wilayah seperti Disbud kudu membikin pertanggungjawaban penggunaan anggaran. 

Untuk menutupi celah itu, Iwan dan Fairza membikin surat pertanggungjawaban alias SPJ dengan menggunakan stempel-stempel tiruan dan meminjam beberapa perusahaan-perusahaan dengan hadiah 2,5 persen. Perusahaan itu pun tak melaksanakan aktivitas seperti nan dibuat di SPJ Dinas Kebudayaan. 

"Salah satu kegiatannya itu pagelaran seni dengan anggaran Rp15 miliar. Modus manipulasi di antaranya mendatangkan beberapa pihak kemudian diberi seragam sebagai penari," jelas Patris.

"Selanjutnya foto-foto di panggung dan diberi titel seolah-olah foto ini setelah melaksanakan aktivitas tarian tertentu, Tapi tariannya tidak pernah ada. Dan ini kemudian dibuat pertanggungjawaban. Itu juga sudah dilengkapi dengan stempel-stempel tiruan dari pengelola," tambahnya.

Saat ini, Gatot selaku pemilik EO fiktif telah ditahan di Rutan Cipinang selama 20 hari, usai menjalani pemeriksaan sebagai tersangka. 

Kemudian, Kejati DKI menjadwalkan pemanggilan kepada Iwan dan Fairza selaku pemeriksaan tersangka pada pekan depan.

Penindakan korupsi ini dimulai saat Kejati DKI menggeledah instansi Dinas Kebudayaan DKI Jakarta pada Rabu, 18 Desember 2024.
Dasar penggeledan tersebut ialah dugaan penyimpangan biaya aktivitas nan berasal dari Anggaran Dinas Kebudayaan Provinsi Daerah Khusus Jakarta tahun anggaran 2023 dengan nilai aktivitas kurang lebih sebesar Rp150 miliar.

"Kejati DKI menyita duit Rp1 miliar dari penggeledahan itu. Disita juga ratusan stempel tiruan nan digunakan untuk membikin kesan adanya penyelenggaraan suatu kegiatan. Sebagian stempel tiruan sebelumnya telah dimusnahkan oleh tersangka," bebernya. 

Tindakan Iwan, Fairza, dan Gatot melanggar Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 Tentang Penyelenggaraan Negara nan Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme; Peraturan Presiden RI Nomor 12 Tahun 2021 Tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden RI No 16 Tahun 2018 Tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.

Kemudian, Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta Nomor 5 Tahun 2007 Tentang Pokok-Pokok Pengelolaan Keuangan Daerah, Peraturan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Nomor 8 Tahun 2018 Tentang Pedoman Swakelola.

Adapun pasal nan disangkakan untuk para tersangka adalah Pasal 2 ayat (1), Pasal 3, Jo. Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP. (Far/M-3)