ARTICLE AD BOX
Jakarta, CNBC Indonesia - Pelaku upaya bereaksi atas kebijakan pemerintah nan melakukan pemangkasan anggaran besar-besaran sampai Rp306 triliun. Dalam Instruksi Presiden (Inpres) No 1/2025, Presiden Prabowo Subianto memerintahkan pembatasan anggaran sampai menghemat shopping nan berkarakter seremonial, perjalanan dinas, kajian, studi banding, percetakan, publikasi, seminar.
Apalagi, pemangkasan ini terjadi di tengah dinamika dunia nan semakin kompleks, termasuk ketidakpastian geopolitik dunia. Sementara, menurut Ketua Umum Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Hariyadi B Sukamdani, negara selalu pada kondisi nan tidak ideal untuk menempatkan pariwisata sebagai prioritas, hanya sebagai aksesoris.
Saat ditanya lanjut pengaruh pemangkasan ini terhadap sektor pariwisata, termasuk upaya perhotelan dan restoran di Indonesia, Hariyadi memaparkan kondisi sebenarnya.
"Jadi memang pasar pemerintah itu untuk sektor hotel itu mencapai 40% ya, jadi secara nasional itu 40%. Sehingga itu nilainya kurang lebih sekitar Rp24,8 triliun. Itu untuk jasa akomodasi dan juga jasa untuk ruang meetingnya, kurang lebih sebesar itu," ungkapnya dalam Profit CNBC Indonesia, dikutip Jumat (14/2/2025).
"Jadi bisa dibayangkan jika nilai tersebut itu hilang. Tentu tidak mudah menggantikan pangsa pasar nan 40% itu dalam waktu nan sangat singkat ini. Nah jadi memang dan efeknya itu sebetulnya tidak hanya di kami, nyaris semua sektor itu juga mengalami nan sama," sambung Hariyadi.
Seperti sektor penerbangan, imbuh dia, juga mengalami kondisi serupa. Begitu juga dengan pelaku upaya penyelenggara aktivitas (event organizer/ EO).
"Yang bakal terkena itu seluruh mata rantai, pemasok pada sektor hotel dan restoran itu pasti terkena. Jadi itu, baik UMKM-nya, dari pertanian dan sebagainya itu bakal terkena semuanya. Dan juga pendapatan original wilayah (PAD) itu juga bakal tergerus. Jadi pendapatan original wilayah itu selalu kita masuk di dalam lima besar, setiap daerah. Jadi itu juga bakal signifikan terjadi penurunan untuk PAD," sebutnya.
"Kalau di sektor hotel dan restoran, khususnya di hotel, jasa akomodasi, sifatnya itu lebih kepada stimulus gitu. Government spending ini betul-betul adalah stimulus untuk di daerah. Kalau ini tidak ada, pasti juga bakal berakibat kepada pertumbuhan wilayah tersebut," cetusnya.
Karena itu, pemangkasan anggaran nan dilakukan pemerintah bakal menyebabkan pendapatan sektor perhotelan dan restoran pun bakal menyusut. Bahkan, bakal terjebak dalam tren menurun.
"Dan ini kita belum tahu persis bakal seperti apa ke depannya. Karena ini juga belum jelas ya, apa, kebijakan ini bagaimana. Apakah ini bakal menyantap waktu jangka panjang alias seperti apa. Karena kami juga dekat dengan teman-teman di pemerintahan, mereka juga bingung gitu," ujar Hariyadi.
"Karena dengan dipotong seperti itu, mereka kudu melakukan aktivitas sosialisasi, aktivitas workshop, dan sebagainya. Berarti itu kan lenyap semua. Dan jika itu lenyap semua, berfaedah kan pelayanan publiknya bakal berkurang. Nah ini nan saya tidak mengerti ya. Ini terus bakal seperti apa roda pemerintahan kita ke depan dengan tidak adanya aktivitas untuk menggerakkan aktivitas program mereka," tukasnya.
Order Langsung Nihil
Menurut Hariyadi, akibat pemangkasan anggaran nan diumumkan Januari 2025 lalu, dampaknya pun langsung terasa.
"Kebetulan memang di kuartal pertama itu relatif memang lebih sunyi dibandingkan tiga kuartal nan lainnya. Tapi begitu adanya pengumuman tersebut, Inpres tersebut keluar, itu ya sudah langsung tidak ada. Tidak ada sama sekali bookingan dari sektor pemerintah. Bahkan BUMN juga ikut-ikutan juga mas. Ini juga unik juga," bebernya.
"BUMN tidak ada kaitannya. Ternyata BUMN juga tidak melakukan kegiatan. Dan, pemerintah wilayah itu kan juga pemotongannya relatif mini ya. Kalau saya tidak salah, dari biaya transfer ke wilayah itu hanya dipotong Rp50 triliun ya. Tapi di wilayah juga sekarang sama, mengurangi kegiatan. Jadi ini semuanya mengalami mode untuk tidak melakukan aktivitas. Seperti itu kondisi di lapangan," jelas Hariyadi.
Akibat kondisi itu, ungkapnya, pelaku upaya pun mengambil langkah sigap untuk mengantisipasi pengaruh domino.
"Ya, jadi memang mau tidak mau kita kudu melakukan upaya-upaya efisiensi. Karena kita tidak bisa berambisi bahwa pemerintah lampau serta merta mereka melonggarkan anggaran. Misalnya lenyap betul-betul 50%, kami bakal pangkas biaya operasional kami sampai dengan 50%. Untuk kita bisa survive," kata Hariyadi.
(dce/dce)
Saksikan video di bawah ini:
Video: Prabowo Hemat APBN, Rp24 Triliun Pendapatan Bisnis Hotel Lenyap
Next Article Tiru Singapura, Luhut Beberkan Jurus Negara Hemat Anggaran 30-40%