Dampak Program Transformasi Berbasis Inklusi Sosial Bagi Perpustakaan Dan Pemustaka

Sedang Trending 3 minggu yang lalu
ARTICLE AD BOX
Dampak Program Transformasi Berbasis Inklusi Sosial bagi Perpustakaan dan Pemustaka Perpustakaan Nasional Republik Indonesia sejak 2018 melaksanakan Program Transformasi Perpustakaan Berbasis Inklusi Sosial (TPBIS).(Dok Perpusnas.)

PERPUSTAKAAN Nasional Republik Indonesia sejak 2018 melaksanakan Program Transformasi Perpustakaan Berbasis Inklusi Sosial (TPBIS). Program ini bermaksud meningkatkan kualitas hidup dan kesejahteraan masyarakat melalui penguatan literasi untuk terciptanya sumber daya manusia nan berbobot melalui strategi peningkatan jasa informasi, penyelenggaraan beragam aktivitas untuk memfasilitasi kebutuhan masyarakat, dan penguatan support dari beragam pihak untuk berkelanjutan. 

Untuk mengevaluasi penyelenggaraan program TPBIS Tahun 2022 dan 2023, tahun ini Perpustakaan Nasional melakukan kajian dengan salah satu tujuannya mengetahui perubahan di perpustakaan dan indikasi perubahan di beberapa aspek kehidupan (sosial, ekonomi, pendidikan, dan kesehatan) nan dirasakan oleh pemustaka pengguna jasa perpustakaan berbasis inklusi sosial. Lokus kajian ini meliputi 34 provinsi, 168 kabupaten/kota, dan 546 desa/kelurahan dengan metode pengumpulan info secara kuantitatif dan kualitatif.

Untuk mengetahui perubahan di perpustakaan, dilakukan pengukuran peningkatan info sebelum dan sesudah intervensi program pada beberapa aspek sesuai dengan tujuan dan strategi utama program. Pada aspek koleksi buku cetak, sebanyak 81,55% perpustakaan kabupaten/kota mengalami peningkatan koleksi kitab cetak dan sebanyak 87,91% perpustakaan desa/kelurahan bertambah koleksi kitab cetaknya. 

Sementara untuk koleksi kitab digital, sebanyak 47,62% kabupaten/kota mengalami peningkatan jumlah koleksi kitab digital. Namun di tingkat desa/kelurahan, hanya 26,92% perpustakaan mitra program nan mengalami peningkatan jumlah koleksi kitab digital. 

Selain menambah koleksi kitab cetak dan kitab digital, perpustakaan mitra program juga berupaya menambah komputer dan kapabilitas kecepatan/bandwith internet agar masyarakat dapat mengakses info dengan lebih mudah dan cepat. Sebanyak 74,4% perpustakaan kabupaten/kota dan 85,71% perpustakaan desa/kelurahan mengalami penambahan jumlah komputer. Sebanyak 41,67% perpustakaan kabupaten/kota dan 55,68% perpustakaan desa/kelurahan mengalami penambahan rata-rata bandwidth internetnya.

Hasil tersebut menunjukkan perubahan positif alias peningkatan jumlah semua jasa info nan ada di perpustakaan kabupaten/kota. Jumlah kitab cetak dan digital meningkat, demikian halnya dengan komputer dan kapabilitas internet.

Selain peningkatan di aspek jasa informasi, peningkatan jumlah aktivitas perpustakaan juga terjadi baik di perpustakaan kabupaten/kota (77,98%) maupun di perpustakaan desa/kelurahan (83,52%). Program ini membuka persepsi perpustakaan bukan hanya sebagai tempat baca dan pinjam buku, tetapi juga sebagai tempat masyarakat untuk berkegiatan. 

Peningkatan jumlah kunjungan ke perpustakaan terjadi di 84,52% perpustakaan kabupaten/kota dan 84,98% perpustakaan desa/kelurahan. Hal ini dipengaruhi oleh kehadiran komputer dan internet nan menjadi daya tarik tersendiri lantaran membikin akses info menjadi lebih sigap dan mudah. Ragam aktivitas training mengenai teknologi info dan komunikasi di perpustakaan juga mendorong minat masyarakat untuk menggunakan jasa internet di perpustakaan.

Sementara itu, kajian pemustaka menunjukkan bahwa visitor perpustakaan didominasi oleh masyarakat dengan pendidikan terakhir SMA (43,9%) dan sekitar 25,7% dengan pendidikan terakhir Sarjana S1/D4. Jika dilihat dari status pekerjaan, visitor perpustakaan sebanyak 53,5% adalah pekerja dan 22,8% adalah mahasiswa dan pelajar. 

Hal ini menunjukkan bahwa di desa/kelurahan, perpustakaan tidak hanya dikunjungi oleh pelajar, tetapi juga oleh mereka nan sudah bekerja. Sebagian besar responden merupakan wirausahawan (75,4%) dan selebihnya adalah pegawai pemerintah (12,7%), pekerja paruh waktu (7,5%), dan pegawai swasta (4,5%). 

Hal ini menjadi indikasi bahwa pendekatan inklusi sudah diterapkan oleh perpustakaan didukung dengan ragam aktivitas untuk beragam kalangan masyarakat, seperti golongan ibu-ibu, bapak-bapak, pemuda, sampai anak-anak, apalagi golongan disabilitas. Pada kajian ini ada 6,6% responden merupakan golongan disabilitas.

Dampak nan dirasakan oleh pemustaka antara lain 81,6% prestasi akademik meningkat, 89,7% keahlian Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) meningkat, 72,8% mendapatkan tawaran pekerjaan, 85,86 % kesehatan meningkat setelah mengakses info di perpustakaan, 85,6 % terlibat dalam aktivitas kemasyarakatan, 75% dapat berkomunikasi jarak jauh dengan family dan teman, 83,5% dapat menghemat waktu dengan mengakses jasa pemerintah menggunakan teknologi di perpustakaan. 

Hal menarik dari pemanfaatan perpustakaan oleh pemustaka ini adalah akibat nan berkelanjutan. Tidak hanya berakhir pada pemustaka, faedah berjamu ke perpustakaan juga dirasakan oleh teman-teman dan personil family pemustaka. Salah satu contohnya adalah peningkatan pengetahuan tentang kewirausahaan juga dirasakan manfaatnya oleh personil family lain nan turut merasakan ekonomi mereka membaik.

Secara garis besar, pemustaka baik nan berjamu ke perpustakaan kabupaten/kota maupun perpustakaan desa/kelurahan menganggap bahwa perpustakaan berkedudukan sebagai tempat untuk belajar alias menambah wawasan dan keterampilan. Peran ini dianggap krusial dalam kegunaan perpustakaan sebagai tempat pembangunan literasi lantaran masyarakat mendapatkan akses lebih mudah ke info dan jasa digital nan tidak semua masyarakat memilikinya. (RO/Z-2)