ARTICLE AD BOX

KETUA Perhimpunan Nefrologi Indonesia (Pernefri) dr Pringgodigdo Nugroho Sp.PD-KGH mengingatkan pentingnya deteksi dini dan intervensi awal bagi pasien penyakit ginjal kronis (PGK).
“Bila tidak mendapatkan tata laksana nan baik dalam 7 tahun, bisa menjadi gagal ginjal kronis (PGK). Namun jika terdeteksi lebih awal, kandas ginjal bisa lebih lama,” ungkapnya.
Sebagai informasi, penyakit ginjal kronis/PGK erat kaitannya dengan Hiperkalemia. Saat seseorang mengalami PGK, ginjal tidak dapat mengeluarkan kalium dengan efektif seperti biasanya.
Hal ini dapat menyebabkan penumpukan kalium dalam darah nan merupakan karakter dari hiperkalemia. Peningkatan kadar kalium dalam darah ini dapat menyebabkan beragam komplikasi.
Pada penderita hiperkalemia, ginjal secara perlahan bakal kehilangan fungsinya, ialah untuk menyaring darah, mengeluarkan limbah, serta menjaga keseimbangan air dan elektrolit dalam tubuh.
Hiperkalemia merupakan kondisi dengan ditandai tingginya kadar kalium dalam darah nan dapat menakut-nakuti jiwa. Episode hiperkalemia pada pasien dengan PGK bisa meningkatkan kemungkinan kematian dalam waktu satu hari setelah kejadian.
Selain bagi para penderita PGK, kondisi ini sangat rentan muncul pada pasien nan menderita kandas jantung, glukosuria mellitus, dan mereka nan mengonsumsi obat tekanan darah.
Namun bagi penderita PGK, mereka lebih rentan terkena hiperkalemia dengan akibat lebih besar antara 40%-50%. Bahkan pada kondisi kandas ginjal level lima, dr Pringgodigdo menyebut akibat kemunculan hiperkalemia bisa sampai sebelas kali lebih berpotensi daripada mereka nan tidak menderita PGK ialah mempunyai akibat satu kali saja.
"Kasus ringan PGK mungkin tidak menimbulkan gejala, namun jika diagnosisnya terlambat dari hiperkalemia bisa menyebabkan henti jantung dan kematian," ucap dia.
Untuk itu, krusial mendorong pemeriksaan segera melalui tes darah dan elektrokardiogram (EKG) agar memungkinkan pasien menerima pengobatan nan tepat sesegera mungkin.
Deteksi awal memungkinkan intervensi untuk membantu normalisasi kadar kalium dan mencegah komplikasi nan mengenai hiperkalemia, seperti aritmia jantung alias masalah jantung serius lainnya.
“Tidak hanya itu, penemuan awal juga memberikan penghematan biaya lantaran tidak perlu dilakukan terapi pengganti kegunaan ginjal selama bertahun-tahun. Sehingga kualitas hidup pasien bisa menjadi lebih baik,” jelas dr Pringgodigdo.
Pemeriksaan segera melalui tes darah dan EKG sangat dianjurkan untuk pasien PGK. Ini memungkinkan pasien menerima pengobatan nan tepat dari master mereka sesegera mungkin.
Pringgodigdo menyebut prioritas untuk mengidentifikasi diagnosis, intervensi dan tata pelaksana awal bagi pasien PGK bakal berangkaian dengan mobilitas dan mortalitas alias nomor kematian akibat penyakit tertentu, seperti kardiorenal nan merujuk pada hubungan kompleks antara penyakit jantung (kardiovaskular) dan penyakit ginjal (renal).
Merujuk info Riskesdas 2018, prevalensi kandas ginjal kronis berasas pemeriksaan master pada masyarakat umur >15 tahun mencapai 713.783 orang. Secara provinsi, tiga wilayah tertinggi ada di Jawa Barat sebanyak 131.846, Jawa Timur ada 113.045, dan Jawa Tengah sebanyak 96.794 orang.
Merujuk info tersebut, dr Pringgodigdo menyebut jika hipertensi dan glukosuria merupakan penyebab tertinggi terjadinya PGK hingga penyakit kardiovaskular lainnya.
Untuk itu, dia menyarankan pentingnya menerapkan style hidup sehat. Mulai dari diet seimbang, mencegah kelebihan berat badan serta mengonsumsi garam dan gula sesuai rekomendasi, hingga menjalankan olahraga dan aktivitas bentuk teratur.
Bila sudah mengarah pada hiperkalemia, nan kudu dilakukan adalah pemantauan secara rutin kadar kalium dalam darah. Hingga penyesuaian diet dan penggunaan obat-obatan tertentu untuk membantu mengendalikan kadar kalium dan mencegah kemungkinan komplikasi.
"Sebab sinergi antara penanganan PGK dan pengelolaan hiperkalemia menjadi sangat krusial untuk meningkatkan kualitas hidup pasien dan juga mengurangi akibat komplikasi," pungkas dr Pringgodigdo. (H-2)