Inflasi Rendah Akibat Permintaan Domestik Yang Masih Lemah

Sedang Trending 3 bulan yang lalu
ARTICLE AD BOX
Inflasi Rendah Akibat Permintaan Domestik nan tetap Lemah Pengunjung memandang peralatan nan dijual di salah satu gerai fesyen di pusat perbelanjaan Kuningan City, Jakarta, Jumat (20/12/2024). Pemerintah berbareng campuran organisasi pengusaha ritel menggelar pesta potongan nilai berjudul Belanja di Indonesia Aja (Bina) Diskon(ANTARA/Fauzan)

BADAN Pusat Statistik (BPS) mencatat laju inflasi tahunan mencapai sebesar 1,57% secara tahunan (yoy) pada Desember 2024. Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CoRE) Mohammad Faisal mengungkapkan, inflasi nan rendah itu akibat lemahnya permintaan masyarakat.

Inflasi nan rendah, sambungnya, sejatinya sudah bisa diperkirakan mengingat daya beli masyarakat nan terus turun dalam setahun terakhir, utamanya golongan masyarakat kelas menengah.

"Inflasi nan rendah ini, meski ada pengaruh dari suplai, tapi lebih banyak lantaran pelemahan permintaan domestik di 2024. Ini ketika kita berbincang inflasi tahunannya," ujar Faisal saat dihubungi, Kamis (2/1).

BADAN Pusat Statistik (BPS) mencatat laju inflasi tahunan mencapai sebesar 1,57% secara tahunan (yoy) pada Desember 2024. Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CoRE) Mohammad Faisal mengungkapkan, inflasi nan rendah itu akibat lemahnya permintaan masyarakat.

Inflasi nan rendah, sambungnya, sejatinya sudah bisa diperkirakan mengingat daya beli masyarakat nan terus turun dalam setahun terakhir, utamanya golongan masyarakat kelas menengah.

"Inflasi nan rendah ini, meski ada pengaruh dari suplai, tapi lebih banyak lantaran pelemahan permintaan domestik di 2024. Ini ketika kita berbincang inflasi tahunannya," ujar Faisal saat dihubungi, Kamis (2/1).

Maka dari itu, untuk menjaga nomor inflasi di 2025, Faisal merekomendasikan agar pemerintah meningkatkan permintaan domestik dengan memperkuat daya beli masyarakat.

"Karena dengan permintaan nan lebih kuat, daya beli nan lebih baik, ini bakal mempengaruhi pertumbuhan ekonomi dan juga menggerakkan sektor-sektor produksi dan usaha. Jadi, tidak sepenuhnya inflasi nan rendah ini baik. Dalam konteks ini, justru banyak catatan nan kurang baik dengan inflasi nan lebih rendah apalagi dibandingkan dengan kondisi pandemi," imbuhnya.

Saat pandemi covid-19 pada 2020 dan 2021, saat itu inflasi tahunan sebesar 1,67% dan 1,86%. Di masa pandemi, permintaan masyarakat tetap cukup tinggi.

Sementara itu, untuk inflasi bulanan Desember (<i>month to month) nan berada di nomor 0,44%, Faisal menyebut bahwa perihal itu wajar terjadi lantaran adanya momen Natal dan Tahun Baru (Nataru).

"Tapi nan menjadi perhatian adalah setelah tahun baru kelak seperti apa? Kalau daya belinya ini tetap belum naik, ya inflasinya bakal kembali ambruk lantaran pelemahan dari sisi daya belinya pasca-Tahun Baru," pungkasnya. (Fal/E-2)

Maka dari itu, untuk menjaga nomor inflasi di 2025, Faisal merekomendasikan agar pemerintah meningkatkan permintaan domestik dengan memperkuat daya beli masyarakat.

"Karena dengan permintaan nan lebih kuat, daya beli nan lebih baik, ini bakal mempengaruhi pertumbuhan ekonomi dan juga menggerakkan sektor-sektor produksi dan usaha. Jadi, tidak sepenuhnya inflasi nan rendah ini baik. Dalam konteks ini, justru banyak catatan nan kurang baik dengan inflasi nan lebih rendah apalagi dibandingkan dengan kondisi pandemi," imbuhnya.

Saat pandemi covid-19 pada 2020 dan 2021, saat itu inflasi tahunan sebesar 1,67% dan 1,86%. Di masa pandemi, permintaan masyarakat tetap cukup tinggi.

Sementara itu, untuk inflasi bulanan Desember (month to month) nan berada di nomor 0,44%, Faisal menyebut bahwa perihal itu wajar terjadi lantaran adanya momen Natal dan Tahun Baru (Nataru).

"Tapi nan menjadi perhatian adalah setelah tahun baru kelak seperti apa? Kalau daya belinya ini tetap belum naik, ya inflasinya bakal kembali ambruk lantaran pelemahan dari sisi daya belinya pasca-Tahun Baru," pungkasnya. (Fal/E-2)