ARTICLE AD BOX
Jakarta -
Di penghujung tahun 2024 ini, ada dua agenda nasional nan patut disyukuri. Pertama, pergantian kepemimpinan nasional melangkah mulus, apalagi menghasilkan sentimen positif bagi kohesi sosial. Kedua, dinamika politik di DPR mengenai perubahan rezim kepemimpinan nasional juga sangat kondusif. Dua agenda besar tersebut sangat krusial lantaran dari sinilah rumusan dan penyelenggaraan pembangunan berawal.
Situasi nan kondusif dan selaras menjadi syarat pembangunan. Karena itu, banyak tokoh nan mengingatkan bahwa kepemimpinan nan tidak sempurna itu tetap lebih bagus dari pada kekacauan akibat kekosongan kepemimpinan. Kekacauan dalam corak bentrok sosial maupun politik pasti menjadi penghambat pembangunan. Bahkan Rasulullah SAW menyebutnya sebagai 'pencukur agama'.
Beliau bersabda, "Bukankah saya telah memberitahukan kalian ibadah nan lebih tinggi/utama dari derajat shalat, puasa, dan sedekah?" Mereka menjawab, "Tentu, wahai Rasulullah!" Beliau bersabda, "Mendamaikan hubungan antar sesama, lantaran sesungguhnya kerusakan hubungan antar sesama adalah 'halikah' (yang menghilangkan agama). Aku tidak mengatakan bahwa itu menghilangkan/mencukur rambut, tetapi dia menghilangkan agama." (HR. Abu Daud dan At-Tirmidzy).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tahun 2024 nan merupakan tahun politik, di mana terjadi pergantian rezim kepemimpinan, pembangunan terus dijalankan oleh seluruh komponen bangsa, terutama melalui pilar-pilar negara ialah eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia sebagai salah satu pilar memainkan peranan sentral dalam menjalankan fungsinya di bagian legislasi, penganggaran, dan pengawasan.
Melalui Alat Kelengkapan Dewan (AKD) nan dimiliki, DPR RI mendapatkan mandat konstitusi untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat dengan penyusunan RUU, pengalokasian anggaran, dan pengawasan serta pertimbangan kebijakan nan diambil oleh pemerintah dalam rangka mewujudkan kesejahteraan rakyat.
Capaian Pembangunan Kesejahteraan Rakyat
Kinerja pembangunan kesejahteraan Indonesia menunjukkan peningkatan di beberapa dimensi dan tingkatan. Meski demikian, ada banyak catatan nan memerlukan terobosan agar menghasilkan capaian nan optimal.
Capaian Indeks Pembangunan Manusia (IPM) tahun 2024 meningkat menjadi 75,08 dan menempatkan Indonesia dari urutan 114 ke 112. Seperti kita tahu, IPM menyoroti tiga dimensi pembangunan, ialah pendidikan, kesehatan, dan standar hidup layak.
Namun demikian, urutan ini tetap di tataran tengah-bawah. Apalagi jika dibandingkan dengan capaian negara tetangga, seperti Singapura alias Malaysia nan mempunyai IPM sangat tinggi. Tak bisa dipungkiri bahwa pendidikan adalah eskalator sosial bagi kesejahteraan.
Pemerintah telah mengupayakan beragam langkah untuk menghasilkan pendidikan berbobot tinggi, tapi memang perihal itu belum terjadi sebagaimana diharapkan. Capaian pendidikan belum ada perubahan nan signifikan.
Merujuk pada skor Programme for International Student Assessment (PISA) menunjukkan kondisi pendidikan Indonesia sedang tidak baik-baik saja. Nilai literasi turun dari 397 pada 2015 menjadi 359 di tahun 2022. Numerasi turun dari 386 menjadi 366, sedangkan sains turun dari 403 menjadi 383 pada periode nan sama.
Bagian dari pendidikan adalah mendidik masyarakat untuk ikut memberantas kekerasan terhadap wanita dan anak. Lonceng darurat kekerasan selalu menggema, namun solusinya belum banyak mengubah keadaan. Data tahun 2024 menyebutkan, ada sebanyak 12.637 kasus dengan jumlah korban 13.487 perempuan.
Sebanyak 80 persen kekerasan dialami wanita dengan golongan usia paling banyak 13-17 tahun dan 62 persen adalah anak-anak. Sementara itu, 86,6 persen pelakunya adalah laki-laki dengan usia paling banyak antara 25-44 tahun (45 persen).
Di sisi kesehatan masyarakat, Indonesia telah mencatat kemajuan dalam pengendalian penyakit menular seperti malaria, DBD, tuberkulosis, dan HIV-AIDS, meskipun upaya pengendalian tetap perlu diperkuat. Respons terhadap penyakit menular baru, seperti flu burung H5N1 dan pandemi COVID-19 juga menunjukkan peningkatan kapabilitas sistem kesehatan nasional.
Namun, beban Penyakit Tidak Menular, seperti stroke, penyakit jantung koroner, dan kanker, terus meningkat dan menjadi penyebab utama kematian di Indonesia, melampaui penyakit jangkitan seperti tuberkulosis dan jangkitan saluran pernapasan. Sebelumnya, penyakit tidak menular lebih banyak ditemukan pada orang tua.
Saat ini, prevalensi Penyakit Tidak Menular semakin meningkat pada golongan usia 10-14 tahun dan penyakit terbanyak adalah penyakit jantung, kelainan darah, malnutrisi, dan diabetes.
Di sisi capaian pengentasan kemiskinan, persentase masyarakat miskin pada Maret 2024 sebesar 9,03 persen nan setara dengan 25,22 juta orang, menurun 0,33 persen poin terhadap Maret 2023 dan menurun 0,54 persen poin terhadap September 2022. Pengentasan kemiskinan ini bisa dibilang lambat. Dalam sepuluh tahun terakhir, penurunan tingkat kemiskinan hanya sekitar 2 poin persen alias 0,2 poin persen per tahun.
Pada kemiskinan ekstrem, capaian selama satu dasawarsa ini cukup bagus. Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan tingkat kemiskinan ekstrem di Indonesia telah menurun secara signifikan, dari 6,18 persen pada 2014 menjadi hanya 0,83 persen pada Maret 2024. Angka ini meleset dari sasaran pemerintahan Presiden Joko Widodo nan menargetkan kemiskinan ekstrem nol persen di tahun 2024.
Masalah ketimpangan kaya-miskin juga menjadi persoalan serius di Indonesia. Kalau memandang Indeks Gini, Indonesia dilaporkan menempati urutan ranking kedua di ASEAN dalam perihal ketimpangan. Meski demikian, sampai pada Maret 2024, pemerintah sukses menurunkan nomor ketimpangan menjadi 0,379 dari 0,388 tahun lalu.
Meneropong Tantangan ke Depan
Ke depan, pembangunan kesejahteraan menghadapi tantangan nan tidak ringan. Disrupsi digital diperkirakan menyapu 85 juta lapangan pekerjaan lama. Pada saat nan sama, disrupsi melahirkan lapangan pekerjaan baru dalam jumlah nan lebih banyak. Karena itu, upaya pemerintah melakukan reskilling (pembekalan) dan upskilling (peningkatan) tak bisa ditawar lagi.
Jika tidak, maka korban pengangguran dan kemiskinan bakal bergelimpangan. Munculnya penyakit mental dan moral masyarakat nan difasilitasi oleh kemajuan teknologi dunia juga menjadi tantangan, seperti gambling online.
Menurut info dari kepolisian, ada sebanyak 8,8 juta pemain gambling online dimana 80 persen adalah masyarakat bawah dan anak-anak muda. Tidak ada kesejahteraan nan solusinya berasal dari judi.
Program Makan Siang Gratis nan menjadi primadona untuk rakyat kudu dapat dipastikan melangkah lancar, sesuai sasaran, dan progresnya bagi peningkatan gizi masyarakat terukur secara objektif sehingga dapat dievaluasi. Jangan sampai program nan bagus ini kandas menghasilkan kebaikan lantaran manajemen nan buruk.
Adapun tantangan nan mendesak sekaligus krusial adalah perbaikan pendidikan, terutama di tiga hal: a) pengedaran keadilan akses, b) prasarana nan memadai, dan c) peningkatan mutu agar pendidikan mempunyai hubungan nan kausatif terhadap kesejahteraan.
Berapa jumlah penduduk Indonesia nan sudah bertahun-tahun duduk di sekolah, dengan segala patokan dan pengorbanan, tapi ujung-ujungnya tidak bisa memperbaiki kesejahteraan?
Kesejahteraan Langkah Awal Pembangunan Manusia
Jauh sebelum dilantik, Presiden Prabowo di beragam forum menyatakan bahwa agenda super prioritas pemerintahannya adalah kesejahteraan rakyat. Mulai dari urusan pangan, kesehatan, pekerjaan, dan pemerataan akses pendidikan. Ini langkah nan tepat sebelum berbincang agenda pembangunan lain seperti hilirisasi, investasi, IKN, dan seterusnya.
Ada norma dari teori dasar norma Islam nan mengajarkan bahwa dar'ul mafasid muqoddam ala jalbil masholih. Jika norma ini dipraktikkan dalam pembangunan, maka upaya-upaya untuk menolak dan mengantisipasi kerusakan kudu didahulukan sebelum melangkah untuk menghasilkan kemaslahatan.
Prioritas pembangunan Presiden Prabowo juga rupanya mendapatkan penguatan dari pengalaman sejumlah negara. Negara-negara ASEAN dengan IPM sangat tinggi seperti Malaysia, Brunei Darussalam, dan Singapura menunjukkan bahwa kombinasi strategi pembangunan nan tepat, investasi dalam infrastruktur, pendidikan, dan kesehatan dapat meningkatkan kualitas hidup masyarakat secara signifikan.
Dampak-dampak ini tidak hanya meningkatkan derajat perkembangan manusia perseorangan tapi juga mempromosikan stabilitas sosial dan ekonomi nan lebih baik.
Mereka konsentrasi pada perbaikan gizi, nutrisi, kesehatan, dan kesejahteraan ibu-ibu mengandung agar dapat melahirkan bayi nan sehat dan cerdas. Setelah bayi-bayi mereka memasuki usia sekolah, pemerintah bekerja keras untuk menyiapkan sekolah nan dapat menumbuh-kembangkan beragam potensi anak-anak itu. Semaksimal mungkin pemerintah bekerja agar setiap penduduk negara mendapatkan akses pada pendidikan nan bermutu. Setelah mereka lulus, pemerintah bekerja keras untuk menyiapkan kesempatan kemajuan dan lapangan pekerjaan agar mereka mendapatkan kesempatan untuk beraktualisasi diri dan membangun kesejahteraan.
Tanpa tata kelola nan kuat, maka sumber daya manusia nan dimiliki oleh sebuah negara tidak bisa menjadi modal pembangunan. Bahkan, naudzubillah, dapat menjadi beban dan ancaman pembangunan.
Urgensitas Penguatan Orkestrasi
Untuk menciptakan percepatan pertumbuhan dan pemerataan pembangunan kesejahteraan, dibutuhkan orkestrasi dan penataan nan dinamis. Hal ini agar power eksekusi dan pelipat-gandaan nilai nan dihasilkan dari program-program lembaga dan kementerian nan bergesekan kesejahteraan rakyat semakin besar.
Setiap tahun, negara menganggarkan tidak kurang dari 20 persen dari APBN untuk pendidikan, 5 persen dari APBN untuk kesehatan, dan 10 persen dari APBN untuk Program Perlindungan Sosial, namun peningkatan kesejahteraan rakyat melangkah lambat. Maka dari itu, diperlukan orkestrasi dan penataan untuk menghalau akibat ego sektoral dan tabrakan kepentingan nan kerap menghalang derap pembangunan di lapangan.
Harapan besar tertuju pada kebersamaan seluruh komponen bangsa, pemerintah, DPR RI, dan seluruh rakyat Indonesia-untuk berasosiasi dalam semangat gotong royong demi mewujudkan kesejahteraan rakyat. Melalui kegunaan dan perannya masing-masing, pemerintah diharapkan terus melaksanakan kebijakan nan berpihak pada rakyat, DPR RI menjalankan kegunaan legislasi, penganggaran, dan pengawasan dengan sasaran nan jelas, serta masyarakat aktif mendukung dan mengawasi penyelenggaraan program pembangunan.
Kolaborasi nan erat menjadi kunci untuk menghadapi tantangan bangsa, seperti pengentasan kemiskinan, peningkatan kualitas pendidikan dan kesehatan, hingga pembuatan lapangan kerja. Dengan semangat persatuan, cita-cita bangsa untuk mencapai kesejahteraan nan berkeadilan, berkelanjutan, dan merata di seluruh Indonesia dapat terwujud.
Cucun Ahmad Syamsurijal, Wakil Ketua DPR RI
(prf/ega)