Jangan Kaget! Ini Jenis Beras Yang Kena Kenaikan Ppn 12%

Sedang Trending 2 bulan yang lalu
ARTICLE AD BOX

Jakarta, librosfullgratis.com - Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas) Arief Prasetyo Adi menegaskan jenis beras nan kena PPN 12% hanya beras impor. Artinya semua jenis beras dalam negeri tidak kena PPN 12%, meskipun beras tersebut dalam kategori premium.

Arief menegaskan, beras nan terkena PPN 12% adalah jenis beras premium impor nan sering digunakan di restoran-restoran mewah dan hotel.

"Beras premium tidak kena PPN. Tadi saya sampaikan, ada tercantum di paparan bahasanya Kementerian Keuangan itu premium. Tapi sebenarnya bukan beras premium tapi beras unik itu pun nan produksi dalam negeri, jangan (tidak kena PPN 12%) lantaran kita kan lagi sorong produksi dalam negeri," ujarnya di Graha Mandiri Jakarta, Senin (23/12).

"Jadi beras unik nan diimpor. Iya hotel, restoran nan buat bikin susi jadi maksudnya mesti begitu," lanjutnya.

Arief mengungkapkan, pihaknya juga telah membahas perihal itu dengan Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto. "Menko Erlangga juga sama gitu Jadi beras premium, medium itu tidak kena," ucapnya.

Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Pangan Zulkifli Hasan menegaskan beras premium dan beras medium tidak bakal terkena penyesuaian tarif PPN 12%. Hal itu ditegaskan Zulhas, sapaan berkawan Zulkifli Hasan, kepada wartawan di Graha Mandiri, Kota Jakarta Pusat, Senin (23/12/2024).

Pekerja menata beras di Kawasan Pasar Kebayoran Lama, Jakarta, Jumat, (13/12/2024). (librosfullgratis.com/Muhammad Sabki)Foto: Pekerja menata beras di Kawasan Pasar Kebayoran Lama, Jakarta, Jumat, (13/12/2024). (librosfullgratis.com/Muhammad Sabki)
Pekerja menata beras di Kawasan Pasar Kebayoran Lama, Jakarta, Jumat, (13/12/2024). (librosfullgratis.com/Muhammad Sabki)

Mulanya, Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) itu menjelaskan, kebijakan tarif PPN 12% merupakan petunjuk UU. "Justru Bapak Presiden (Prabowo Subianto) itu kan lantaran sudah ada undang-undangnya nan dibuat waktu nan lalu, naik berjenjang 10%, 11%, maka tahun ini 12%," ujar Zulhas.

"Karena itu presiden jelas keberpihakannya kepada masyarakat nan bawah menengah, maka dikenakan PPN itu hanya untuk barang-barang nan mewah saja. Termasuk soal beras ini nan ramai, itu perlu saya jelaskan," lanjutnya.

Eks Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat itu menilai ada kesalahan pengertian nama perihal jenis beras nan terkena penyesuaian tarif PPN 12%. "Jadi beras premium, medium tidak kena. Nah nan kena itu nan suka makan Jepang. Shirataki ya kayaknya seperti itu iya," kata Zulhas.

"Karena jika premium, medium ya di pasar premium, medium. Pendek kata pangan gak ada. nan dalam negeri itu tidak ada nan kena. Kecuali ada beras tadi itu nan secara unik seperti beras Jepang," lanjutnya.

Dalam keterangan pers beberapa waktu lalu, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan pemerintah terus berupaya menjaga daya beli masyarakat dan menstimulasi perekonomian melalui beragam paket kebijakan ekonomi untuk meningkatkan kesejahteraan, salah satunya dari sisi perpajakan.

Sri Mulyani menjelaskan, pajak merupakan instrumen krusial bagi pembangunan. Dalam pemungutannya selalu mengutamakan prinsip keadilan dan gotong-royong. Prinsip ini juga mendasari penerapan kebijakan PPN 12% nan berkarakter selektif untuk rakyat dan perekonomian.

"Keadilan adalah di mana golongan masyarakat nan bisa bakal membayarkan pajaknya sesuai dengan tanggungjawab berasas undang-undang, sementara golongan masyarakat nan tidak bisa bakal dilindungi apalagi diberikan bantuan. Di sinilah prinsip negara hadir," ujar Sri Mulyani dalam konvensi pers berjudul "Paket Stimulus Ekonomi untuk Kesejahteraan" nan dilaksanakan di Jakarta, Senin (16/12/2024).

Selain adil, stimulus ini juga mengedepankan keberpihakan terhadap masyarakat. Keberpihakan itu dapat dilihat dari penetapan peralatan dan jasa nan dibutuhkan masyarakat banyak seperti kebutuhan pokok, jasa pendidikan, jasa kesehatan, jasa pikulan umum tetap dibebaskan dari PPN (PPN 0%).

Namun peralatan nan semestinya bayar PPN 12% antara lain tepung terigu, gula untuk industri, dan Minyak Kita (dulu minyak curah) beban kenaikan PPN sebesar 1% bakal dibayar oleh Pemerintah (DTP). Sedangkan penyesuaian tarif PPN bakal dikenakan bagi peralatan dan jasa nan dikategorikan mewah, seperti golongan makanan berbobot premium, jasa rumah sakit kelas VIP, dan pendidikan berstandar internasional nan berbiaya mahal.

Selain itu, pemerintah juga memberikan stimulus dalam corak beragam support perlindungan sosial untuk golongan masyarakat menengah ke bawah (bantuan pangan, potongan nilai listrik 50%, dan lain-lain), serta insentif perpajakan seperti, perpanjangan masa bertindak PPh Final 0,5% untuk UMKM; Insentif PPh 21 DTP untuk industri pada karya; serta beragam insentif PPN dengan total alokasi mencapai Rp 265,6 triliun untuk tahun 2025.

"Insentif perpajakan 2025, kebanyakan adalah dinikmati oleh rumah tangga, serta mendorong bumi upaya dan UMKM dalam corak insentif perpajakan. Meskipun ada undang-undang perpajakan dan tarif pajak, namun pemerintah tetap peka untuk mendorong barang, jasa dan pelaku ekonomi," kata Sri Mulyani.

Pemerintah juga bakal terus mendengar beragam masukan dalam memperbaiki sistem dan kebijakan perpajakan nan berkeadilan. Sri Mulyani berharap, dengan beragam upaya ini, momentum pertumbuhan ekonomi dapat terus dijaga, sekaligus melindungi masyarakat, serta menjaga kesehatan dan keberlanjutan APBN.

"Ini adalah sebuah paket komplit komprehensif. Dengan terus memandang data, mendengar semua masukan, memberikan keseimbangan dan menjalankan tugas kita untuk menggunakan APBN dan perpajakan sebagai instrumen menjaga ekonomi, mewujudkan keadilan dan gotong royong," ujar Sri Mulyani.


(rob/wur)

Saksikan video di bawah ini:

Video: Alasan Insentif PPN 12% Berlaku Hanya 2 Bulan

Next Article Video: Harga Naik, Pelaku Usaha Beras kok Masih Lesu?