ARTICLE AD BOX
PENELITI Pusat Studi Anti Korupsi (SAKSI) Universitas Mulawarman (Unmul), Herdiansyah Hamzah menilai laporan Organized Crime and Corruption Reporting Project (OCCRP) nan menyebut Presiden ke-7 RI Joko Widodo sebagai nominasi tokoh paling korup merupakan perihal nan mengagetkan.
Herdiansyah menilai laporan tersebut berasas survei wartawan dan masyarakat dalam menilai gimana Jokowi memimpin selama dua periode.
"Apa nan dirilis oleh OCCRP itu perihal nan tidak mengagetkan sebenarnya, kan pedoman penilaiannya itu adalah survei dan pendapat dari jurnalis, termasuk jaringan masyarakat dunia nan mereka miliki. Ukurannya gimana soal komitmen pemberantasan korupsi termasuk gimana perkembangan otoritarianisme di bawah rezim Jokowi. Kalau kita lihat pemerintahan Jokowi selama dua periode kita sama-sama mengerti nan menyebabkan KPK terpuruk dan "dihabisi" di bawah pemerintahan Jokowi," kata Herdiansyah, kepada Media Indonesia, Rabu (1/1).
Selain itu, Herdiansyah menilai selama Jokowi memimpin berkembang isu-isu nan menguatkan otoritarianisme seperti presiden tiga periode dan politik dinasti menggunakan Mahkamah Konstitusi (MK).
"Isu periode juga berkembang. Itu menguatkan otoritarianisme. Belum lagi soal politik dinasti gimana menggunakan segala upaya mengkooptasi lembaga seperti MK untuk melenggangkan kekuasaan. Jadi apa nan disampaikan rilis itu adalah perihal nan menurut saya terkonfirmasi dengan keputusan politik Jokowi dalam dua periode pemerintahannya," katanya.
Sebelumnya, OCCRP mengumumkan Presiden ke-7 RI Joko Widodo masuk dalam nominasi finalis tokoh Kejahatan Terorganisasi dan Korupsi 2024. Jokowi menjadi salah satu dari lima finalis lain nan paling banyak dipilih.
Adapun, tokoh lain nan masuk ke dalam kategori itu adalah Presiden Kenya William Ruto, Presiden Nigeria Bola Ahmed Tinubu, Mantan Perdana Menteri Bangladesh Hasina, dan Pengusaha dari India Gautam Adani.
"Kami meminta nominasi dari para pembaca, jurnalis, juri Person of the Year, dan pihak lain dalam jaringan dunia OCCRP," demikian keterangan OCCRP di situs webnya pada Selasa, 31 Desember 2024.
“Pemerintah nan korup ini melanggar HAM, memanipulasi pemilu, menjarah sumber daya alam, dan pada akhirnya menciptakan bentrok akibat ketidakstabilan nan melekat pada diri mereka. Satu-satunya masa depan mereka adalah keruntuhan nan sadis alias revolusi berdarah," kata penerbit OCCRP Drew Sullivan. (faj/M-3)