Jubir Tegaskan Pdip Tidak Menolak Kenaikan Ppn 12%, Tapi Minta Pemerintah Kaji Ulang

Sedang Trending 1 bulan yang lalu
ARTICLE AD BOX

librosfullgratis.com, Jakarta - Saling serang antara fraksi KIM Plus di DPR vs Fraksi PDIP DPR RI tetap berlanjut. Semua fraksi kompak menyalahkan PDIP nan disebut turut menyetujui Undang-Undang alias UU Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) nan menjadi dasar kenaikan PPN 12%.

Juru Bicara DPP PDIP Chico Hakim menegaskan, PDIP bukan inisiator UU tersebut.

"Inisiator UU HPP itu pemerintah melalui Kementerian Keuangan. Komisi 12 waktu itu dipimpin oleh Fraksi Golkar dan oleh komisi menunjuk Ketua Panja dari PDIP," ujar Jubir DPP PDIP Chico pada wartawan, Senin (24/12/2024).

"Jadi salah besar jika dikatakan inisiatornya adalah PDIP. Dan lebih salah lagi jika dikatakan PDIP kudu bertanggung jawab lantaran UU HPP itu adalah produk DPR RI secara kelembagaan. Saat itu ada 8 Fraksi nan menyetujui," sambung dia.

Menurut Chico, nan menjadi konsentrasi saat ini sehatusnya bukan siapa inisiator, namun apa solusi agar tak ada kenaikan pajak.

"Tetapi bakal masalahnya bukan soal siapa yg inisiasi alias bertanggung jawab, melainkan gimana mencari jalan keluar," kata dia.

Chico menyebut, UU HPP memberi keleluasaan meningkatkan PPN dari rentang 5%-15% itu dibuat dengan dugaan kondisi makro dan mikro ekonomi dalam kondisi normal. Sementara, kata dia, saat ini semua parameter ekonomi menunjukkan situasi yg tidak kondusif.

Chico mencontohkan, dari perspektif fiskal APBN kita tahun ini defisit sktr 400 triliun dan tahun depan di proyeksikan defisit mencapai Rp1.500 triliun. Dari sisi moneter, nilai tukar rupiah sudah menembus nomor psikologis Rp16.000, apalagi mencapai Rp16.300 dan bakal terus jatuh hingga Febuari 2025.

"Tentu saja ini bukan salah Presiden Prabowo alias siapapun tetapi kondisi-kondisi nan memerlukan pertimbangan untuk pemberlakuan PPN 12%," kata dia.

"PDI Perjuangan tidak menolak UU HPP,tetapi meminta Pemerintah mengkaji ulang secara serius akibat kenaikan itu bagi masyarakat," sambung Chico.

Pajak Pertambahan Nilai (PPN) naik dari 11 persen jadi 12 persen, mulai 1 Januari 2025. Apa argumen dan apa landasan hukumnya ?

Sarankan Agar Kenaikan PPN Ditunda

Chico menyarankan agar kenaikan ditunda alias tidak dilakukan pada Januari mendatang.

"Apakah Januari tahun depan adalah waktu nan tepat alias tidak alias kita kudu menunggu parameter ekonomi sedikit lebih baik? Jika pemerintah menganggap bahwa penerapan kenaikan HPP tahun depan sudah tidak bisa ditunda dan tidak berakibat bagi masyarakat kelas menengah ke bawah, silakan saja," kata dia.

"Jadi menurut saya tidak perlu saling menyalahkan karena nan salah adalah situasi ekonomi warisan pemerintah sebelumnya dan ekonomi dunia nan memang tidak mendukung," pungkas Chico.

Sebelumnya, Partai Nasdem menyoroti menilai PDIP inkonsisten mengenai penolakan terhadap kebijakan kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% nan bakal bertindak pada 1 Januari 2025.

Menurut NasDem, kebijakan tersebut merupakan petunjuk dari Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP), nan sebelumnya telah disepakati oleh Pemerintah dan DPR RI, termasuk oleh Fraksi PDIP.

Wakil Ketua Komisi XI DPR RI dari Fraksi Nasdem, Fauzi Amro, menyebut penolakan PDIP terhadap kebijakan ini bertentangan dengan keputusan nan telah diambil sebelumnya.

"Undang-Undang HPP adalah hasil kesepakatan berbareng nan disahkan melalui Rapat Paripurna DPR pada 7 Oktober 2021. Bahkan, dalam pembahasannya, Panitia Kerja (Panja) RUU HPP dipimpin oleh Wakil Ketua Komisi XI DPR RI dari Fraksi PDIP, Dolfie Othniel Frederic Palit," ungkap Fauzi dalam keterangannya, Senin (23/12/2024).

PDIP Dinilai Tidak Konsisten

Fauzi menegaskan bahwa langkah PDIP ini mencerminkan sikap nan tidak konsisten dan mengingkari kesepakatan.

"Sekarang PDIP menolak kenaikan PPN 12%, berfaedah mereka mengingkari alias mengingkari kesepakatan nan dibuat berbareng antara Pemerintah dan DPR RI, termasuk Fraksi PDIP nan sebelumnya menyetujui kebijakan ini. Sikap ini seperti 'lempar batu sembunyi tangan' dan berpotensi mempolitisasi rumor untuk meraih simpati publik," ucap dia.

Menurut Ketua DPP Partai Nasdem tersebut, kenaikan PPN 12% adalah bagian dari reformasi perpajakan nan bermaksud memperkuat penerimaan negara serta mendukung konsolidasi fiskal. Pemerintah juga telah memberikan pengecualian PPN 0% untuk bahan pokok.

Adapun jenis peralatan dan jasa PPN 0 persen mulai 1 Januari 2025 ialah peralatan meliputi beras, daging ayam ras, daging sapi, gula pasir, beragam jenis ikan, telur ayam, cabe hijau, cabe merah, cabe rawit dan bawang merah.

Tunjukkan Keberpihakan

Kemudian jasa nan tidak dikenai PPN 12 persen alias 0 persen mulai Januari 2025 ialah jasa pendidikan, jasa kesehatan, jasa pikulan umum, jasa tenaga kerja, jasa keuangan, jasa asuransi, buku, vaksin polio, rumah sederhana dan sangat sederhana, rusunami dan pemakaian listik dan air minum

"Langkah ini menunjukkan keberpihakan pemerintah terhadap kebutuhan dasar Masyarakat," kata Fauzi.

Fauzi menyampaikan NasDem mendukung penyelenggaraan kebijakan ini sembari meminta pemerintah untuk memperkuat sistem pengawasan agar tidak terjadi distorsi di pasar.

Selain itu, NasDem mendorong adanya program kompensasi alias subsidi bagi golongan masyarakat rentan untuk meminimalkan akibat kenaikan tarif PPN.

"Komisi XI DPR RI bakal terus memantau penyelenggaraan kebijakan ini dan berkomitmen membuka ruang perbincangan dengan pemerintah serta pelaku upaya untuk memastikan kebijakan ini melangkah sesuai tujuan tanpa mengorbankan stabilitas ekonomi rakyat," tutur Fauzi.

Dengan rekam jejak digital nan tetap tersedia, Fauzi mengingatkan PDIP untuk konsisten dengan keputusan nan telah disepakati dan tidak mempermainkan rumor ini demi kepentingan politik jangka pendek.