Kasus Dugaan Korupsi Di Dinas Kebudayaan Jakarta, Pakai Jasa Eo Hingga Spj Kegiatan Fiktif

Sedang Trending 1 minggu yang lalu
ARTICLE AD BOX

librosfullgratis.com, Jakarta - Kepala Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jakarta Patris Yusrian Jaya mengungkapkan, dugaan tindak pidana korupsi nan terjadi di Dinas Kebudayaan (Disbud) Jakarta menggunakan jasa event organizer alias EO.

"Jadi kasus di Dinas Kebudayaan ini dilakukan dengan modus pihak-pihak ketua di Dinas Kebudayaan ini bekerjasama dengan seseorang sebagai EO, tapi EO ini tidak terdaftar," ujar Yutris di Kantor Kejati, Jakarta Selatan, Kamis (2/1/2024).

Menurut dia, jasa EO dipakai guna menyusun surat pertanggungjawaban (SPJ) aktivitas fiktif nan diteken dengan stempel palsu.

"EO ini membikin beberapa perusahaan, membikin vendor-vendor nan selanjutnya kegiatan-kegiatan di Pemprov itu, seolah-olah dilaksanakan oleh EO ini, dan bekerja sama dengan vendor-vendor di bawahnya," ucap Yutris.

Adapun, lanjut dia, pemilik EO berinisial GAR nan juga ditetapkan sebagai tersangka berbareng dua tersangka lain, ialah Kepala Dinas Kebudayaan nonaktif berinisial IHW nan berbareng Plt Kepala Bidang Pemanfaatan berinisial MFM.

Yutris mengatakan, dalam pelaksanaannya ada aktivitas nan sepenuhnya dilakukan secara fiktif. Lalu, ada beberapa aktivitas lainnya nan digelar sebagian, namun sebagian lainnya fiktif belaka.

"Tetapi semuanya dilengkapi dengan pertanggungjawaban penggunaan anggaran alias SPJ dengan menggunakan stempel-stempel palsu," papar dia.

Yutris berujar, pemilik EO berinisial GAR dikenalkan oleh Kepala Disbud Jakarta nonaktif IHW. Bahkan, GAR disediakan ruangan unik di Kantor Disbud Jakarta untuk menjalankan perannya..

"EO ini dibuatkan ruangan di Dinas Kebudayaan Jakarta, serta mempunyai beberapa orang staf nan juga ikut berkantor di situ. Sehingga EO ini adalah EO nan memonopoli aktivitas di Dinas tersebut," kata dia.

Terdakwa dugaan korupsi pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah izin upaya pertambangan PT Timah, Harvey Moeis dijatuhi balasan 6,5 tahun penjara oleh Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi dan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin...

Nama Perusahaan Fiktif

Selain itu, menurut Yutris, nama sejumlah perusahaan juga dipinjam untuk melengkapi Surat Pertanggungjawaban alias SPJ aktivitas fiktif. Perusahan nan namanya dipinjam diberi hadiah 2,5 persen.

"Tanpa perusahaan-perusahaan itu melaksanakan aktivitas sebagaimana tercantum dalam aktivitas nan ada di Dinas Kebudayaan," tandas Yutris.

Meski begitu, total kerugian negara imbas korupsi ini sedang dihitung oleh auditor Kejati. Sementara itu, proses investigasi tetap bakal terus dilakukan.

Sebelumnya, Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jakarta tengah mengusut kasus dugaan korupsi Laporan Pertanggungjawaban alias LPJ fiktif di Dinas Kebudayaan Provinsi Jakarta. Modusnya pun diungkap.

Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati Jakarta, Syahron Hasibuan menerangkan, Dinas Kebudayaan Jakarta menganggarkan pelbagai aktivitas di Tahun 2023. Dia menyebut, nilai angggaran aktivitas selama setahun itu mencapai Rp150 miliar.

Namun, dalam pelaksanaannya ada indikasi terjadi penyimpangan. Misalnya mengenai dengan aktivitas sanggar tari. Dinas Kebudayaan Jakarta tidak melaksanakan aktivitas tersebut, tapi ada laporan pertanggungjawabannya.

"Nah, diduga itu fiktif kegiatannya, jadi stempel-stempel tari ini diduga dipalsukan. Itu salah satu modus ya," ujar dia kepada wartawan, Kamis 19 Desember 2024.

Kantor Dinas Digeledah, Ratusan Stempel Palsu Disita

Syahron mengatakan, pihaknya menyita ratusan stempel terdiri dari UMKM EO sanggar seni nan diduga dipalsukan. Kejati Jakarta bakal membeberkan secara perincian modus korupsi LPJ fiktif tersebut setelah ada pihak nan ditetapkan sebagai tersangka

"Nanti detailnya setelah kita menetapkan tersangka. Ini baru investigasi umum ya. Nah, untuk investigasi unik kelak kita bakal periksa pihak-pihak terkait," ujar dia.

Dalam kasus ini, Kejati Jakarta telah memeriksa saksi dari Dinas Kebudayaan Provinsi Jakarta, pihak Events Organizer dan lain-lain. "Detailnya saya belum tahu, kelak saya update," ujar dia.

Sebelumnya diberitakan, Kejaksaan Tinggi Jakarta menggeledah sejumlah tempat mengenai investigasi kasus dugaan korupsi di Dinas Kebudayaan Provinsi Jakarta. Beberapa peralatan bukti disita di antaranya ratusan stempel.

Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati Jakarta, Syahron Hasibuan, menerangkan ratusan stempel diduga dipalsukan untuk pencairan anggaran dinas.

Barang bukti itu ditemukan di Kantor Dinas Kebudayaan Provinsi Jakarta dan Kantor EO GR-Pro di Jalan Duren Tiga, Jakarta Selatan.

"Iya betul, ratusan stempel dipalsukan dan digunakan untuk pertanggungjawaban penyelenggaraan kegiatan," ujar Syahron saat dihubungi, Rabu 18 Deseber 2024.

Syahron merinci, stempel nan dipalsukan antara lain, stempel sanggar kesenian dan stempel UMKM. Dalam perihal ini, seolah-olah aktivitas telah dilaksanakan dan dibuktikan dengan stempel untuk mencairkan anggaran.

"Faktanya, aktivitas sama sekali tidak ada," ucap Syahron.

Kejati Tetapkan Tiga Tersangka Kasus Korupsi di Dinas Kebudayaan Jakarta

Penyidik Bidang Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jakarta menetapkan tiga orang tersangka dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi berupa penyimpangan kegiatan-kegiatan pada Dinas Kebudayaan (Disbud) Jakarta.

Tiga tersangka nan dimaksud, antara lain Kepala Dinas Kebudayaan Jakarta berinisial IHW, Plt Kepala Bidang Pemanfaatan berinisial MFM, dan tersangka GAR selaku pemilik event organizer (EO) untuk mengghelat aktivitas fiktif. Dana nan dikorupsi berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Jakarta.

"Hari ini kami telah menetapkan tiga orang nan tersangka, dua orang dari Aparatur Sipil Negara dari Dinas Kebudayaan dan satu orang dari pihak swasta alias vendor. Ketiga orang tersangka tersebut selanjutnya bakal kami lakukan proses," kata Kepala Kejati Jakarta Patris Yusrian Jaya di Kantor Kejati, Jakarta Selatan, Kamis (2/1/2025).

Patris menyampaikan, tersangka IHW selaku Kepala Dinas Kebudayaan bersama-sama tersangka MFM selaku Plt Kabid Pemanfaatan dan tersangka GAR bermufakat menggunakan Tim EO milik tersangka GAR dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan pada bagian Pemanfaatan Dinas Kebudayaan Jakarta.

MFM dan GAR bermufakat untuk menggunakan sanggar-sanggar fiktif dalam pembuatan SPJ guna pencairan biaya aktivitas pergelaran seni dan budaya.

"Kemudian duit SPJ nan telah masuk ke rekening sanggar fiktif maupun sanggar nan dipakai namanya ditarik kembali oleh Tersangka GAR dan ditampung di rekening Tersangka GAR nan diduga digunakan untuk kepentingan Tersangka IHW maupun Tersangka MFM," ucap Patris.

Menurut Patris, dalam tahap penyidikan, interogator telah melakukan penahanan kepada tersangka GAR di Rumah Tahanan Negara Cipinang untuk 20 (dua puluh) hari ke depan.

"Hari ini salah satu tersangka dengan inisial GAR, di mana rekan-rekan ketahui dan saksikan tadi telah kami lakukan penahanan rumah tahanan negara selama 20 hari ke depan untuk proses penyelidikan," jelas Yatris.

Sementara itu, terhadap tersangka IHW dan MFM nan saat ini tidak datang dalam pemeriksaan saksi, maka bakal dilakukan pemanggilan kembali oleh interogator selaku tersangka pada minggu depan.

"Dan saya tetap menunggu pendapat dari penyelidik mengenai upaya-upaya paksa nan dilakukan dalam proses norma ini termasuk di antaranya upaya penahanan," ucapnya.

Patris menuturkan, perbuatan IHW, MFM, dan GAR bertentangan dengan sejumlah aturan, antara lain UU Nomor 28 Tahun 1999 Tentang Penyelengaraan Negara nan Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme, hingga Peraturan Presiden RI Nomor 12 Tahun 2021 Tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden RI Nomor 16 Tahun 2018 Tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.