ARTICLE AD BOX

Guru Besar Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor (IPB) University Yanto Santosa mengungkapkan saat ini ada sekitar 31,8 juta hektare (ha) kawasan hutan nan tidak berhutan alias terdegradasi. Menurutnya, lahan seluas itu dapat dimanfaatkan untuk pengembangan pangan dan energi.
"Kawasan rimba nan sudah rusak ini sebaiknya dimanfaatkan untuk aktivitas pertanian dalam rangka menggapai ketahanan pangan maupun ketahanan energi," ujar Yanto melalui keterangannya di Jakarta, Minggu (12/1).
Menurut dia, penambahan lahan sawit di area rimba tersebut bukanlah aktivitas deforestasi lantaran itu dilakukan di area rimba nan sudah tidak berhutan alias terdegradasi. Oleh lantaran itu, Yanto mendukung rencana Presiden Prabowo Subianto nan bakal mengoptimalkan lahan tersebut untuk aktivitas pertanian, khususnya perkebunan kelapa sawit.
Kendati demikian, dia mengingatkan agar area rimba terdegradasi tersebut jangan semuanya ditanami sawit, cukup 70% saja. Sisanya kudu ditanami tanaman rimba unggulan seperti bangkirai, ulin, kayu hitam dan meranti.
"Daripada pemerintah tidak sanggup menghutankan kembali, lebih baik ditanami sawit dan tanaman rimba nan proporsinya 70% sawit dan 30% tanaman hutan,” katanya.
Sementara itu, pengamat lingkungan dan kehutanan Petrus Gunarso menyatakan jika pemerintah mau menambah produksi minyak sawit, maka nan perlu dilakukan adalah peremajaan kebun sawit secara besar-besaran. Pasalnya, produktivitas rata-rata perkebunan kelapa sawit di Indonesia itu tetap sangat rendah. Data Statistik Perkebunan Kementerian Pertanian tahun 2020 menunjukkan produktivitas rata-rata perkebunan sawit nasional 3,89 ton CPO per hektare per tahun.
"Indonesia sebenarnya sudah berupaya melakukan replanting melalui program peremajaan sawit rakyat (PSR). Namun realisasinya, Program PSR ini tidak pernah mencapai sasaran seluas 180.000 ha/tahun," katanya.
Lambannya PSR ini, kata Petrus, kebanyakan dipicu oleh persoalan legalitas lahan. Pasalnya, Kementerian Kehutanan tetap menyatakan sekitar 65% wilayah Indonesia adalah area hutan.
Menurut dia, jika 65% wilayah Indonesia ini tetap dinyatakan sebagai area hutan, dopastikan bakal terus muncul polemik ataupun kegaduhan bilamana ada wacana penambahan lahan untuk aktivitas pertanian/perkebunan alias aktivitas nonkehutanan. Oleh lantaran itu, dia mengusulkan agar pemerintah berbareng DPR, akademisi serta masyarakat sipil duduk berbareng berembug untuk melakukan inventarisasi rimba nasional.
"Dengan kesepakatan tata ruang baru ini bisa dilakukan untuk memperluas area untuk pangan, tanaman industri entah itu sawit alias tanaman apapun, sehingga kita tidak bisa dikatakan sebagai deforestasi," tandasnya. (Ant/Z-11)