ARTICLE AD BOX

WACANA libur sekolah selama satu bulan saat Ramadhan disarankan untuk dikaji mendalam. Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bidang Dakwah dan Ukhuwah Cholil Nafis mengatakan rencana itu bisa diimplementasikan di pesantren nan semua muridnya berakidah Islam.
"Mungkin bisa untuk pesantren (libur sebulan saat Ramadhan) lantaran kurikulum dan masa belajarnya mungkin berbeda. Kalau sebagian pesantren sudah melaksanakan libur panjang apalagi seminggu sebelum Ramadhan dan masuk seminggu setelah Idul Fitri. Hampir ya, 45 hari malah liburnya,” kata Cholil kepada wartawan, Rabu (1/1).
Cholil kemudian menyampaikan penerapan wacana itu di sekolah umum kemungkinan bakal berbeda. Sebab, patokan libur panjang perlu disesuaikan dengan kurikulum. Sebab, tidak semua siswa di sekolah umum berakidah Islam.
Menurutnya kajian wacana itu perlu memerhatikan produktivitas siswa.
“Tapi jika untuk umum saya pikir perlu menyesuaikan dengan kurikulum, ya kurikulumnya, di samping juga nan kedua tidak semuanya Muslim. Tapi menurut saya itu tergantung kajian mana nan lebih berfaedah tetapi bukan liburnya, tetapi soal produktivitasnya,” ungkapnya.
Menurutnya para siswa dapat ikut belajar di sekolah. Sedangkan, para pembimbing dapat memasukkan pendidikan karakter dan pelajaran kepercayaan alias spiritual selama masa Ramadhan.
“Alangkah baiknya Ramadhan tetap di dalam sekolah, tetapi kurikulum sekolah itu alias pengajarannya di sekolah itu lebih diperbanyak pendidikan karakter, penguatan spiritualnya. Nah sekarang kan banyak kepercayaan hanya pengajarannya, bukan pendidikannya,” papar dia.
Ia percaya para siswa sudah terbiasa untuk berpuasa sembari belajar di sekolah.
“Karena sebenarnya orang berpuasa dengan belajar itu jika dibiasakan, tidak mengganggu. Tapi jika dimaklumi lantaran lapar dan seterusnya maka menjadi tidak produktif oleh Nabi Muhammad SAW ya pendidikan itu pada saat puasa tidak terganggu, apalagi ada peperangan di saat bulan puasa,” tutupnya. (H-3)