ARTICLE AD BOX
Jakarta, librosfullgratis.com - Kondisi geopolitik di Afrika memanas. Hal ini terjadi setelah Parlemen Aljazair secara resmi telah memulai kembali proses penyusunan undang-undang nan bakal mengkriminalisasi kolonialisme Prancis, nan memicu mundurnya hubungan diplomatik antara kedua negara nan dipisahkan Laut Tengah itu.
Pada Minggu (23/3/2025), Brahim Boughali, Presiden Majelis Nasional Rakyat (APN), majelis rendah parlemen Aljazair, mengumumkan pembentukan sebuah komisi nan bekerja menyusun rancangan undang-undang nan telah lama ditunggu-tunggu. Komisi tersebut, nan mencakup perwakilan dari beragam blok parlemen dan komite permanen, sekarang bekerja menerjemahkan memori kolektif negara tersebut tentang ketidakadilan kolonial Prancis.
"Kita tidak dapat membiarkan kebenaran diabaikan: kriminalisasi kolonialisme bukanlah sebuah pilihan, tetapi tugas nasional dan moral terhadap para martir dan sejarah kita," ucap Boughali dikutip New Arab, Rabu (26/3/2025).
Undang-undang pembentukan komisi ini berupaya untuk mengatasi beberapa bab tergelap dalam sejarah Aljazair. Di antara kekejaman nan tercantum adalah penyiksaan dan kematian Ali Boumendjel, seorang pengacara terkemuka, nan baru diakui Prancis pada tahun 2021.
Kematian Boumendjel, nan pernah secara keliru dicap sebagai bunuh diri oleh otoritas kolonial dan diungkapkan oleh Presiden Prancis Emmanuel Macron sebagai akibat penyiksaan. Namun, penyiksaan Boumendjel hanyalah satu dari banyak contoh kebrutalan selama kolonialisme Prancis.
Selain itu, ada sejumlah kasus seperti pembunuhan dengan asap (enfumades) di Dahra pada tahun 1845, di mana ratusan penduduk Aljazair dibakar hidup-hidup di gua-gua. Lalu, ada pembantaian sadis pada tanggal 8 Mei 1945, nan menewaskan lebih dari 45.000 orang.
Tak hanya itu, penggunaan senjata biologis di Laghouat pada tahun 1852 juga masuk dalam daftar pidana Prancis bagi Aljazair. Lalu, ada uji coba nuklir Prancis di gurun selatan Aljazair nan menyebabkan seluruh masyarakat terpapar radiasi.
Jika komisi itu telah menetapkan sejumlah pelanggaran berat, sejumlah kejadian ini bakal dimasukan dalam undang-undang resmi Aljazair. Nantinya, undang-undang tersebut bakal menjadi pengakuan resmi atas kejahatan nan dilakukan selama masa kolonial dan dapat memaksa Prancis untuk bertanggung jawab atas tindakannya, termasuk kemungkinan tukar rugi bagi para korban.
Krisis Diplomatik
Aljazair dan Prancis saat ini terperosok dalam salah satu krisis diplomatik terparah. Selama bertahun-tahun, kedua negara berayun antara periode pemulihan hubungan dan saling tuduh, hanya untuk memandang ketegangan meningkat lagi.
Keruntuhan terakhir terjadi pada musim panas tahun 2024 ketika Paris mengakui kedaulatan Maroko atas Sahara Barat nan disengketakan. Keputusan ini menyinggung hati Aljazair, nan mendukung Front Polisario separatis di wilayah tersebut.
Sebagai balasan, Aljazair memanggil duta besarnya dan membatalkan kunjungan Presiden Abdelmadjid Tebboune nan dijadwalkan ke Prancis.
Ketegangan lebih lanjut telah dipicu oleh perselisihan mengenai perjanjian deportasi dan penangkapan penulis Prancis-Aljazair Boualem Sansal di Aljazair. Dalam delapan bulan sejak itu, kedua belah pihak saling beradu argumen, tetapi belum ada keputusan konkret nan muncul dari kebuntuan tersebut.
Meskipun ketegangan diplomatik terus berlanjut, kedua negara terus mempertahankan hubungan jual beli nan penting, meskipun melemah, terutama setelah Aljazair mengecualikan perusahaan Prancis dari tender impor gandum.
Selama akhir pekan, Presiden Tebboune untuk pertama kalinya sejak Juli lampau menunjukkan keterbukaan untuk menyelesaikan krisis dengan Presiden Prancis Macron, nan menandakan kesediaan untuk terlibat dalam perbincangan lantaran dia mengakui "saat-saat kesalahpahaman" dengan Macron.
"Namun, dia tetap menjadi Presiden Republik Prancis. Secara pribadi, semua masalah kudu diselesaikan dengannya alias dengan seseorang nan secara sah dia delegasikan-dalam perihal ini, Menteri Luar Negeri," katanya.
Di sisi lain, potensi pemulihan hubungan menjadi rumit lantaran pengaruh tokoh-tokoh konservatif dalam pemerintahan Macron. Tokoh-tokoh seperti Menteri Dalam Negeri Bruno Retailleau telah berkedudukan krusial dalam meningkatkan ketegangan, mendorong sikap garis keras nan bertentangan dengan kemauan Macron untuk membangun kembali perbincangan dengan Algiers
(tps/tps)
Saksikan video di bawah ini:
Video: Trump Ancam Tarif 200% Untuk Minuman Alkohol Eropa
Next Article Raja Yordania Abdullah II 'Sentil' Dunia Muslim, Serukan Ini soal Gaza