ARTICLE AD BOX
Jakarta -
Anggota Komisi IX DPR RI Arzeti Bilbina menyoroti kebijakan pemerintah nan mau membuka kembali moratorium pengiriman pekerja migran Indonesia (PMI) ke Arab Saudi. Menurutnya, kebijakan tersebut kudu ditinjau ulang mengingat tetap banyaknya kasus lama nan belum diselesaikan oleh pemerintah Arab Saudi terhadap pekerja migran Indonesia di sana.
"Pemerintah jangan sampai membuka moratorium tetapi kita tidak mereview persoalan lama nan dilakukan pemerintahan Arab Saudi terhadap pekerja migran kita," kata Arzeti Bilbina dalam keterangannya, Rabu (26/3/2025).
Arzeti meminta agar pemerintah tetap mempertahankan moratorium penempatan PMI ke Arab Saudi, khususnya untuk sektor domestik.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Masih banyak PR lama nan belum dijalankan pemerintah Arab Saudi dengan beragam macam kasus dari pekerja migran kita di sana. Sekarang kenapa tiba-tiba dibuka kembali?" tuturnya.
Meski telah ada pertimbangan terhadap Sistem Penempatan Satu Kanal (SPSK) nan diklaim lebih aman, Arzeti mengingatkan bahwa penyelesaian kasus-kasus pelanggaran mengenai PMI kudu tetap menjadi perhatian dan tidak boleh diabaikan.
"Fraksi PKB berpandangan bahwa keamanan dalam sistem penempatan hanyalah satu aspek. Jauh lebih krusial adalah penyelesaian kasus-kasus pelanggaran kewenangan asasi manusia, eksploitasi, dan beragam corak ketidakadilan nan dialami oleh PMI kita di masa lampau dan apalagi hingga saat ini," jelas Arzeti.
"Kita tidak bisa begitu saja membuka kembali pintu penempatan tanpa adanya agunan nan kuat dan terukur dari Pemerintah Arab Saudi mengenai penyelesaian kasus-kasus nan telah menahun," imbuhnya.
Arzeti mengatakan ada beberapa kasus PMI di Arab Saudi selama ini nan menjadi perhatian serius. Pemerintah diminta menjadikan perihal tersebut sebagai pertimbangan agar tidak mencabut moratorium pengiriman PMI ke Arab Saudi.
"Seperti kasus-kasus kekerasan dan penyiksaan, kasus penghasilan tidak dibayar, kondisi kerja tidak layak, serta kasus norma nan tidak mendapatkan pembelaan nan adil," urai Arzeti.
Arzeti memahami adanya potensi faedah ekonomi dari penempatan PMI ke luar negeri. Namun menurutnya, keselamatan PMI lebih penting.
Arzeti mendesak Pemerintah untuk melakukan sejumlah perihal sebelum membuka kembali moratorium pengiriman PMI ke Arab Saudi. Hal nan paling utama adalah agar Pemerintah memastikan Pemerintah Arab Saudi menyelesaikan seluruh kasus-kasus PMl nan bermasalah secara transparan dan adil.
"Pemerintah juga kudu menuntut adanya perjanjian bilateral nan lebih kuat dan mengikat antara Indonesia dan Arab Saudi nan secara spesifik mengatur perlindungan hak-hak PMI, sistem pengawasan nan ketat, dan hukuman nan tegas bagi pelanggar," papar Arzeti.
"Kemudian krusial juga bagi Pemerintah untuk meningkatkan peran dan kegunaan perwakilan Republik Indonesia di Arab Saudi dalam memberikan perlindungan dan support norma kepada PMI," tambahnya.
Di sisi lain, Arzeti menegaskan perlindungan terhadap PMI juga sangat krusial untuk melindungi masyarakat Indonesia dari modus tindak pidana perdagangan orang (TPPO). Mengingat banyak WNI nan menjadi korban TPPO, khususnya nan mengenai dengan jaringan scam di Myanmar dan Thailand di mana mereka berangkat secara ilegal.
"Kita juga pernah mendengar cerita dari korban TPPO di Thailand dan Myanmar, anak-anak muda dari sejumlah wilayah nan mahir komputer alias IT, terutama lulusan SMA," sebut Arzeti.
Diketahui, Menteri Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (P2MI) Abdul Kadir Karding menyebut pemerintah bakal mencabut moratorium dan segera meneken kerja sama dengan Arab Saudi mengenai pengiriman TKI. Hal ini dia sampaikan usai berjumpa dengan Presiden Prabowo Subianto membahas desk Koordinasi Perlindungan Terhadap Pekerja Migran Indonesia alias tenaga kerja Indonesia (TKI).
"Hari ini saya menghadap kepada Pak Presiden dalam rangka melaporkan rencana kita Kementerian P2MI untuk membuka kembali kerja sama bilateral penempatan tenaga kerja di Arab Saudi," kata Karding di Istana Kepresidenan, Jakarta, Jumat (14/3/2025).
Dia mengatakan kerja sama dengan Saudi dimoratorium alias dihentikan sejak 2015. Namun, katanya, kondisi itu membikin risau.
"Kita ketahui bahwa sejak tahun 2015 kesepakatan kerja sama dengan Arab Saudi itu dimoratorium oleh pihak kita di Indonesia dan sampai sekarang memang sejak dimoratorium sampai sekarang itu ada perihal nan merisaukan kita," ujarnya.
Karding mengatakan moratorium pengiriman PMI malah membikin banyak penduduk negara Indonesia berangkat ke Saudi secara ilegal. Dia menyebut jumlah TKI terlarangan ke Arab Saudi bisa mencapai 25 ribu orang per tahun.
"Karena ada 25 ribu minimal setiap tahun orang kita secara terlarangan alias nan prosedur berangkat ke Arab Saudi," ujar Karding.
(eva/dek)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini