ARTICLE AD BOX
librosfullgratis.com, Jakarta Presiden Prabowo Subianto memberikan kesempatan kepada para koruptor untuk bertobat dan mengembalikan duit rakyat nan telah dicuri dengan catatan apabila mereka mengembalikan duit rakyat.
Namun, rencana tersebut dikritisi oleh mantan Menko Polhukam Mahfud MD. Menurut dia, memaafkan tindak pidana korupsi sama saja melanggar pasal 55 KUHP.
"Korupsi itu kan dilarang. Dilarang siapa? menghalangi penegakan hukum, ikut serta alias membiarkan korupsi padahal dia bisa ini (melaporkan), lampau kerja sama," kata Mahfud MD seperti dikutip Minggu (22/12/2024).
Permasalahan korupsi di dalam negeri dikatakan dia sudah terlalu kompleks. Belum lagi dengan memberikan maaf kepada koruptor atas perbuatannya semakin membikin penindakan korupsi di dalam negeri tumpul.
"Padahal itu kompleks sekali, komplikasinya bakal membikin semakin rusak lah bagi bumi hukum, karena itu hati-hati lah," jelas Mahfud.
Sebelumnya, Prabowo mengatakan, dirinya bakal mengampuni para koruptor andaikan mereka mengembalikan duit rakyat.
"Saya dalam minggu-minggu ini, bulan-bulan ini, saya dalam rangka memberi apa istilahnya tuh memberi kesempatan, memberi kesempatan untuk tobat. Hai para koruptor alias nan merasa pernah mencuri dari rakyat, jika kau kembalikan nan kau curi, ya mungkin kita maafkan, tapi kembalikan dong," kata Prabowo saat berjumpa mahasiswa Indonesia di Universitas Al-Azhar Mesir, dilihat di Youtube Sekretariat Presiden, Kamis (19/12/2024).
"Nanti kita beri kesempatan langkah mengembalikannya bisa diam-diam agar enggak ketahuan, mengembalikan lho ya, tapi kembalikan," ujarnya.
Efektifitas Dipertanyakan
Koordinator Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI), Boyamin Saiman, mempertanyakan efektifitas pernyataan Prabowo. Ia mengatakan korupsi sekarang dilakukan dengan cara-cara cerdas. Bahkan nan disidangkan saja, kata dia, tetap mengaku tidak korupsi.
"Nah, gimana caranya kemudian koruptor seakan-akan diambil hatinya agar mengembalikan duit nan dicuri. Itu kan gak mungkin rasanya mereka bakal mengaku dan menyerahkan kepada pemerintah sesuai rekomendasi Pak Prabowo. Wong diproses norma saja, mereka tetap mangkir," kata Boyamin kepada librosfullgratis.com, Jumat (20/12/2024).
Ia menjelaskan, secara hukum, pendapat Prabowo memang memungkinkan. Namun, pelaksanaannya bakal sulit.
"Saya tidak pada posisi mendukung alias menolak, tapi sebagai upaya itu boleh, lantaran memang kita kudu maju ke depan jika memang ada nan bertobat dan kembalikan uangnya diampuni, boleh, gak masalah, itu kan strategi mengembalikan duit nan telah dicuri. Karena jika kelak disidangkan, belum tentu duit pengganti maksimal, malah kita kehabisan biaya untuk menangani perkara pemberantasan korupsi dan penegakan hukumnya," tambah Boyamin.
Ia melanjutkan, pasal 4 UU No 31 tahun 1999 tentang pemberantasan korupsi dengan tegas mengatakan pengembalian kerugian negara tidak menghapus pidana. Tapi, Presiden melalui Kejaksaan bisa tidak meneruskan penuntutan.
"Itu kan punya diskresi istilah pemerintah, jika Kejaksaan Agung deponering tetap dimungkinkan itu. Kalau diketahui mereka melakukan korupsi dengan niat jahatnya sudah terlihat dengan mens reanya, istilahnya begitu, tidak diampuni, tapi jika mereka hanya kesalahanan prosedur alias apapun berangkaian dengan keperdataan, sebenarnya susah, pasal itu ada orang korupsi itu pasti ada niat jahatnya. Tapi, tetap ada beberapa kasus kemudian dinyatakan perbuatan perdata. Artinya dikembalikan barangnya," ucap Boyamin.
Patut Dicoba
Eks interogator Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Yudi Purnomo Harahap menilai tidak ada nan salah dengan pernyataan Presiden Prabowo Subianto, lantaran ini merupakan suatu ide.
Menurutnya, dengan kebuntuan pemberantasan korupsi saat ini, buahpikiran seperti adanya kemungkinan Amnesty asal mengembalikan duit nan dikorupsi serta adanya penalti tentu patut dicoba sebagai terobosan. Apalagi korupsi merupakan kejahatan luar biasa.
Tentu buahpikiran ini bakal aplikasi dengan syarat dan ketentuan berlaku. Misal kudu jujur, mengakui perbuatannya, membongkar modus korupsi nan lebih besar dan nan terpenting bukan pelaku utama.
"Fakta pemberantasan korupsi di Indonesia saat ini memang menyedihkan, KPK juga mengalami pelemahan meski di sisi lain Kejaksaan meraih prestasi bagus dan kepolisian mempunyai lembaga kortas," kata Yudi kepada librosfullgratis.com, Jumat (20/12/2024).
Di bagian penindakan koruptor, kata dia, saat ini kita bisa memandang gimana balasan koruptor nan ringan, itu pun mendapat remisi dan pembebasan bersyarat. Sehingga penjara mereka hanya sebentar.
"Sementara mereka tidak bisa dimiskinkan lantaran belum ada UU Perampasan aset. Sehingga keluar dari penjara, mereka tetap kaya."
Sementara di bagian pencegahan, reformasi birokrasi, digitalisasi, dan perbaikan sistem tersendat dengan rendahnya integritas abdi negara nan tetap tetap melakukan korupsi.
Reporter: Rahmat Baihaqi/Merdeka.com