ARTICLE AD BOX
Jakarta, librosfullgratis.com - Indonesia tetap dihantui oleh ancaman gempa megathrust di Selat Sunda nan disebut-sebut dapat memicu tsunami.
Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mengeluarkan riset terbaru soal megathrust di Indonesia nan bisa meledak kapan saja. Zona merah megathrust nan disorot BRIN adalah Selat Sunda dan Pantai Selatan Jawa.
Menanggapi perihal ini, Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Banten Eli Susiyanti menegaskan pemerintah provinsi Banten terus melakukan langkah-langkah mitigasi untuk meminimalkan dampaknya.
"Kita edukasi saja masyarakat mengenai isu-isu tersebut. Kita waspada dan terus koordinasi," ujar Eli saat ditemui di instansi Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Jakarta, dikutip Sabtu (11/1/2025).
Pihaknya pun menekankan pentingnya edukasi kepada masyarakat untuk meningkatkan kesiapsiagaan menghadapi potensi bencana.
Eli menuturkan, saat ini Pemprov Banten berfokus pada mitigasi akibat melalui beragam upaya. Adapun salah satu langkah utama nan dilakukan adalah memberikan edukasi kepada masyarakat tentang potensi ancaman megathrust dan cara-cara menyelamatkan diri jika musibah terjadi.
Selain itu, koordinasi intensif dengan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) juga terus dilakukan untuk memastikan langkah-langkah pencegahan nan tepat. "Kita mitigasi, mengedukasi masyarakat. Kita juga tetap terus bekerja sama dengan BMKG," tambahnya.
Dengan sinergi ini, pemerintah wilayah berambisi dapat memberikan peringatan awal dan pedoman bagi masyarakat dalam menghadapi ancaman tsunami.
Dampak Terhadap Industri Kelautan dan Perikanan
Sementara itu, mengenai dengan akibat rumor megathrust terhadap sektor kelautan dan perikanan di Banten, Eli menyebut hingga saat ini aktivitas sektor tersebut tetap melangkah normal.
"Selama ini melangkah aktivitas seperti biasa saja, belum terlalu berdampak. Mungkin ini lebih ke pariwisata nantinya. Kalau ke perikanan tidak terlalu," jelasnya.
Namun, dia tidak menutup kemungkinan ancaman megathrust dapat mempengaruhi sektor pariwisata, terutama nan berasosiasi dengan pantai dan pesisir. Oleh lantaran itu, langkah antisipasi juga mencakup perlindungan terhadap kawasan-kawasan wisata krusial di Banten.
Sebelumnya, Peneliti dari Pusat Riset Kebencanaan Geologi BRIN Nuraini Rahma Hanifa menyebut bahwa berasas hasil risetnya, segmen megathrust di selatan Jawa, termasuk Selat Sunda, menyimpan daya tektonik nan signifikan dan berpotensi melepaskan gempa berkekuatan magnitudo 8,7 hingga 9,1.
"Potensi megathrust ini dapat memicu goncangan gempa nan besar dan tsunami, nan menjalar melalui Selat Sunda hingga ke Jakarta dengan waktu tiba sekitar 2,5 jam," ungkap Rahma dalam keterangannya dikutip dari website BRIN.
Menurut simulasi nan telah dilakukan BRIN berbareng tim peneliti dari beragam institusi, jika tsunami terjadi, ketinggian gelombang diperkirakan dapat mencapai 20 meter di pesisir selatan Jawa, 3-15 meter di Selat Sunda, dan sekitar 1,8 meter di pesisir utara Jakarta.
Penelitian ini juga menunjukkan kejadian serupa pernah terjadi dalam sejarah, seperti tsunami Pangandaran 2006 nan dipicu oleh marine landslide di dekat Nusa Kambangan.
"Energi nan terkunci di area subduksi selatan Jawa terus bertambah seiring waktu. Jika dilepaskan sekaligus, goncangan bakal memicu tsunami tinggi nan bisa berakibat luas, tidak hanya di selatan Jawa tetapi juga di wilayah pesisir lainnya," tambahnya.
Untuk wilayah perkotaan seperti Jakarta, nan mempunyai kepadatan masyarakat tinggi dan sedimen tanah nan rentan mengamplifikasi goncangan, upaya mitigasi gempa juga mencakup retrofitting alias penguatan struktur bangunan.
"Retrofitting sangat penting, terutama untuk gedung di area padat penduduk, lantaran guncangan kuat berpotensi menyebabkan kerusakan masif dan korban jiwa," tambahnya.
Sementara itu, untuk area industri seperti Cilegon, potensi gempa juga dikhawatirkan dapat memicu kebakaran akibat kebocoran bahan bakar alias bahan kimia di pabrik-pabrik besar. Hal ini menjadi salah satu secondary hazard nan perlu diantisipasi melalui penerapan standar keamanan nan ketat.
Rahma menambahkan melalui penelitian paleotsunami, BRIN menemukan bahwa gempa megathrust di selatan Jawa mempunyai periode ulang sekitar 400-600 tahun. Dengan kejadian terakhir diperkirakan pada 1699, daya nan tersimpan saat ini telah mencapai titik kritis.
"Bencana seperti tsunami Aceh mengajarkan kita bahwa kesiapsiagaan dan mitigasi musibah adalah kunci untuk menyelamatkan nyawa," tegas dia.
Sebagai upaya mitigasi kebencanaan, BRIN terus bekerja sama dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), BMKG, dan lembaga mengenai lainnya untuk memperkuat sistem peringatan awal tsunami, khususnya di Selat Sunda dan wilayah selatan Jawa.
Menurut Rahma, peringatan 20 tahun tsunami Aceh menjadi momentum untuk meningkatkan kesadaran bakal potensi musibah serupa di masa depan. Dengan support riset dan teknologi, BRIN berambisi mitigasi musibah dapat dilakukan lebih sistematis dan efektif.
Dengan langkah-langkah mitigasi nan komprehensif, diharapkan Indonesia siap menghadapi potensi gempa megathrust dan tsunami di masa mendatang, serta meminimalkan akibat kerusakan dan kerugian nan ditimbulkan.
"Kita tidak bisa memprediksi kapan gempa bakal terjadi, tetapi kita dapat mempersiapkan diri. Adaptasi, edukasi, dan kerjasama adalah kunci untuk mengurangi akibat bencana," pungkas Rahma.
(luc/luc)
Saksikan video di bawah ini:
Video: Pemprov Banten Siaga Hadapi Ancaman Gempa Megathrust
Next Article Penjelasan BMKG Soal Kapan Megathrust Selat Sunda & Mentawai-Siberut