ARTICLE AD BOX
Jakarta -
Kim Jong-un mengumumkan pergeseran ideologis terbesar dalam 77 tahun sejarah Korea Utara. Reunifikasi dua negara di Semenanjung Korea merupakan tujuan utama Korea Utara nan didirikan Kim Il-sung, kakek Kim Jong-un, pada tahun 1947.
Cita-cita satu Korea, di bawah Kim Jong-un, sekarang sudah ditinggalkan sepenuhnya. Dan pengabaian ini bukan sekadar penurunan prioritas seperti nan sebelumnya terjadi.
Dalam deklarasinya, Kim Jong-Un menyebut reunifikasi tidak lagi menjadi tujuan negara komunis itu. Dia mengatakan Korea Selatan telah menjadi "musuh utama".
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Julukan ini sebelumnya hanya ditujukan terhadap Amerika Serikat.
Kim Jong-un tidak berakhir di deklarasi itu saja.
Dia membongkar badan perbincangan dan kerja sama antar-Korea, menghancurkan Gapura Reunifikasi nan menjadi simbol, serta menghancurkan jalan dan rel kereta api nan dirancang untuk menghubungkan kedua negara ketika mereka menjadi satu.
BBC
BBC News Indonesia hadir di WhatsApp.
Jadilah nan pertama mendapatkan berita, investigasi dan liputan mendalam dari BBC News Indonesia, langsung di WA Anda.
BBC
Istilah reunifikasi, alias tongil dalam bahasa Korea, juga dihapus dari surat berita dan kitab pelajaran sekolah.
Kata itu apalagi dihapus dari satu stasiun kereta bawah tanah di Pyongyangnamanya diganti menjadi Moranbong.
Semua ini terjadi di tengah ketegangan antara Korea Utara dan Korea Selatan.
Sebelumnya, meski fase bentrok dan fase pemulihan hubungan terjadi silih berganti dalam beberapa dasawarsa terakhir, kedua Korea tidak pernah sekalipun mempertanyakan tujuan suci reunifikasi.
Jadi, ada apa di kembali perubahan paradigma Kim nan radikal?
Pentingnya reunifikasi
Semenanjung Korea, dan rakyat Korea, telah terbagi menjadi Utara dan Selatan selama nyaris delapan dekade.
Barangkali 80 tahun terlihat seperti waktu nan lama.
Akan tetapi, periode ini relatif sejenak jika dibandingkan dengan masa bersatunya wilayah Korea selama lebih dari 12 abad di bawah dinasti dan kekaisaran nan berbeda dari tahun 668 hingga 1945.
Ketika Amerika Serikat dan Uni Soviet memecah belah Korea setelah Perang Dunia II Utara nan komunis dan Selatan nan kapitalis pemisahan Korea dipandang sebagai anomali sejarah nan kudu diperbaiki sesegera mungkin.
Kim Il-sung, pendiri Korea Utara dan kakek dari pemimpin saat ini, mencoba melakukannya dengan kekerasan dan nyaris sukses ketika dia menginvasi Korea Selatan pada tahun 1950.
Getty ImagesKim menghancurkan Gapura Reunifikasi nan dibangun di selatan Pyongyang pada tahun 2001.
"Kim memberikan banyak tekanan kepada Stalin dan Mao untuk mengizinkannya menginvasi Korea Selatan hingga sukses pada 1950, dengan tujuan utama untuk mencapai reunifikasi sesuai keinginannya dengan mengambil alih kendali atas Korea Selatan," jelas akademisi Sung-Yoon Lee, guru besar kajian Korea di Wilson Center di Washington DC, kepada BBC Mundo.
Akan tetapi, Perang Korea (1950-1953) menewaskan lebih dari dua juta orang di kedua belah pihak. Hal ini kemudian mengkonsolidasikan pembagian Korea.
Gencatan senjata nan mengakhiri bentrok antara Korea Utara dan Korea Selatan tidak pernah dilanjutkan dengan perjanjian damai.
Secara teknis, Korea Utara dan Selatan tetap dalam keadaan perang dan dipisahkan Zona Demiliterisasi (DMZ) nan nyaris tidak dapat dilewati.
Baca juga:
- Mengapa Kim Jong Un mau Trump kembali berkuasa?
- Korut ledakkan jalan penghubung ke Korsel, kenapa ketegangan antara dua Korea meningkat?
- Vladimir Putin dan Kim Jong Un berjanji saling bantu melawan 'agresi', apa artinya?
Sejak itu, dua sistem nan tidak dapat didamaikan mempertahankan cita-cita nan sama: penyatuan kembali namalain reunifikasi.
Di Korea Selatan, Pasal 4 Konstitusi 1948 nan tetap bertindak hingga saat ini menetapkan tujuan "penyatuan kembali bangsa di bawah prinsip-prinsip kebebasan dan kerakyatan nan damai."
Di sisi lain, Korea Utara, mengusulkan "penyatuan kembali bangsa berasas kemerdekaan, unifikasi tenteram dan persatuan nasional nan besar," menurut Pasal 9 Konstitusi mereka.
Konstitusi mereka juga menyebut "kemenangan sosialisme" sebagai tujuan.
Penyatuan kembali secara tenteram alias dipaksakan?
Akan tetapi, gimana caranya agar negara dan rakyat Korea dapat berasosiasi kembali?
Di sinilah kedua negara berbeda pendapatmasing-masing mau melakukan reunifikasi dengan caranya sendiri.
Di Korea Selatan, dengan jumlah masyarakat dua kali lipat lebih banyak dari Korea Utara dan PDB nyaris 60 kali lebih besar menurut info pada 2023, pilihan nan paling banyak diminati dalam beberapa dasawarsa terakhir adalah model Jerman: menyerap tetangganya di bawah sistem pasar bebas nan demokratis.
Adapun Pyongyang secara tradisi berambisi untuk menerapkan sosialisme di seluruh semenanjung.
Sejak 1980-an, mereka juga sempat mengusulkan pendapat tentang negara konfederasi tunggal dengan dua sistem, seperti China dan Hong Kong.
Getty ImagesKim Il-sung menginvasi Korea Selatan dengan tujuan menyatukan semenanjung ini ke dalam sistem komunis di bawah komandonya.
Penyatuan kembali secara tenteram dengan koeksistensi dua sistem merupakan tujuan nan dinyatakan dalam deklarasi berbareng nan ditandatangani pada Juni 2000.
Pemimpin Korea Utara saat itu, Kim Jong-il (ayah Kim Jong-un) dan Kim Dae-jung dari Korea Selatan menandatangani deklarasi berhistoris tersebut.
Tahun demi tahun berlalu dan deklarasi menjelma menjadi surat mati.
"Penyatuan secara paksa, tidak peduli berapa banyak nyawa nan hilang, selalu menjadi tujuan nasional tertinggi rezim Kim, dari Kim Il-sung hingga Kim Jong-un," kata Profesor Lee.
Getty ImagesPemimpin Korea Selatan dan Utara saat itu, Kim Dae-jung dan Kim Jong-il, berjanji untuk menyatukan kembali semenanjung tersebut pada pertemuan berhistoris di tahun 2000.
Cendekiawan dari Wilson Center ini meyakini bahwa, pada intinya, "metodologi prioritas Pyongyang selalu menjadi 'model Vietnam', ialah memaksa Amerika Serikat untuk meninggalkan Korea Selatan melalui kombinasi kekuatan dan diplomasi."
Kim Jong-un telah menyerukan agar Konstitusi Korea Utara diamandemen untuk menghapus referensi tentang reunifikasi dan menyebut Korea Selatan sebagai "negara nan tidak bersahabat".
Hal ini menandai pergeseran ideologi nan mengejutkan di negara komunis tersebut sekaligus menimbulkan pertanyaan tentang apa nan sebenarnya dicari oleh pemimpin Korea Utara.
Kami menganalisis beragam asumsi nan mencoba menjawabnya.
Apa motif Kim?
Kim mengaitkan pergeseran ideologinya dengan "provokasi" nan dilakukan oleh Korea Selatan dan Amerika Serikat.
Beberapa corak "provokasi" nan dimaksud antara lain memperkuat kerja sama dengan Jepang, membentuk grup untuk melakukan koordinasi menanggapi serangan nuklir, alias memperluas Komando PBB.
Akan tetapi, ketegangan di semenanjung Koreabahkan nan lebih seriussudah sering terjadi dalam beberapa dasawarsa terakhir.
Baru kali ini Korea Utara mempertimbangkan untuk meninggalkan cita-cita reunifikasi.
Mengapa perihal ini bisa terjadi?
Getty ImagesKim Jong-un mungkin mencoba mengacaukan stabilitas Korea Selatan tanpa meninggalkan buahpikiran unifikasi dengan paksaan, menurut beberapa ahli.
Bagi Ellen Kim, peneliti senior di Center for Strategic and International Studies (CSIS) nan berbasis di Washington DC, "rezim Korea Utara tidak lagi menginginkan reunifikasi khususnya demi mempertahankan sistemnya sendiri."
"Mereka cemas bakal ketenaran film, musik, dan serial televisi Korea Selatan di kalangan generasi muda di Korea Utara," kata akademisi tersebut kepada BBC Mundo.
Dia menjelaskan bahwa "dengan semakin banyaknya info nan dikirim ke Korea Utara dari luar, meningkatnya kesadaran publik bakal kemakmuran ekonomi Korea Selatan dan seluruh bumi kemungkinan bakal membikin kepemimpinan Kim Jong-un dipertanyakan."
"Cara nan paling efektif bagi rezim untuk membikin penduduk Korea Utara berbalik melawan Korea Selatan adalah dengan menjadikan Korea Selatan sebagai musuh utama," paparnya.
Getty ImagesAmerika Serikat saat ini mempunyai 28.500 tentara nan dikerahkan di Korea Selatan, sekutu nan sering melakukan latihan militer bersama.
Christopher Green, seorang konsultan untuk semenanjung Korea di lembaga wadah ahli filsafat International Crisis Group (ICG), menyatakan pendapat nan sama: Kim Jong-un mencoba untuk mengekang "pengaruh budaya dan politik Korea Selatan nan semakin besar" terhadap masyarakat Korea Utara.
"Selama 30 tahun terakhir, budaya pop Korea Selatan sebagian besar K-pop, opera sabun dan movie menerobos masuk ke Korea Utara dan menantang kontrol rezim atas aliran informasi."
"Pyongyang sudah berupaya menghalangi agar konten semacam itu tidak masuk ke perbatasannya, tetapi mereka tidak begitu berhasil," jelasnya dalam sebuah kolom nan diterbitkan di situs web ICG.
Baca juga:
- Korut ledakkan jalan penghubung ke Korsel, kenapa ketegangan antara dua Korea meningkat?
- Pertama kali, pemimpin Korea Utara Kim Jong-un berjumpa pejabat Korea Selatan
- Mengapa pembelot Korut di Korsel mau bertempur melawan Rusia di Perang Ukraina?
Green menggarisbawahi bahwa Kim sebelumnya sudah memperberat balasan bagi nan menjual alias mengonsumsi konten asing sejak 2020.
"Langkah baru Kim merupakan gambaran institusional dari tren nan telah berkembang selama beberapa tahun terakhir," ujar master itu.
Dia menambahkan bahwa langkah ini bermaksud untuk "melestarikan narasi nan melegitimasi rezim dan mempertahankan kontrol ideologis."
Getty ImagesHingga saat ini, Korea Utara mengibarkan bendera reunifikasi, lambang netral semenanjung Korea nan dirancang pada tahun 1990-an.
Rezim Korea Utara "unggul tidak hanya dari segi provokasi nan diperhitungkan terhadap AS dan Korea Selatan, alias dalam mencuci otak penduduknya, tetapi juga dalam manipulasi psikologis rakyat Korea Selatan," kata akademisi tersebut.
Dia menambahkan bahwa "gagasan untuk meninggalkan reunifikasi tenteram menciptakan ketegangan politik dan sosial di Korea Selatan".
"Tidak ada argumen untuk percaya bahwa Kim Jong-un betul-betul putus asa dalam keinginannya merebut wilayah Korea Selatan dan rakyatnya secara paksa," ujar Lee.
Pakar ini juga percaya bahwa dengan memandang negara Korea Selatan sebagai "musuh", pemimpin komunis itu berada dalam posisi nan lebih nyaman untuk membenarkan tindakan permusuhan.
"Mulai dari menerbangkan balon berisi tinja ke arah Selatan hingga mengirim pasukan tempur ke Rusia untuk memerangi Ukraina, alias terus-menerus menakut-nakuti untuk 'memusnahkan' Korea Selatan," ujarnya.
Sebuah momen penting
Bagaimanapun, pergeseran ideologi Kim terjadi pada saat nan krusial di panggung regional dan internasional.
Korea Utara dan Rusia telah menunjukkan pemulihan hubungan terdekat mereka sejak Perang Dingin, dengan Pyongyang memasok senjata, sesuatu nan bertentangan dengan hukuman internasional nan juga disetujui Moskow pada saat itu, dan masuknya pasukannya ke dalam bentrok di Ukraina.
Getty ImagesHubungan antara Kim dan Putin berada dalam kondisi terbaiknya di tengah-tengah perang di Ukraina
Ditambah lagi dengan ketidakpastian seputar pergantian pemerintahan di Washington setelah kemenangan Donald Trump pada November, nan pada masa kedudukan sebelumnya menjadi presiden AS pertama nan berjumpa dengan pemimpin Korea Utara.
Di sisi lain, rezim Kim Jong-un, terus memperkuat teknologi dan persenjataan militernya dalam beberapa tahun terakhir dengan rudal dan hulu ledak nuklir nan semakin banyak, kuat, dan canggih.
Menurut para ahli, semua ini adalah bagian dari strategi pemimpin Korea Utara untuk memperkuat posisinya di panggung internasional, mencari sekutu strategis nan memungkinkannya untuk melawan tekanan Barat dan memproyeksikan pengaruhnya di luar semenanjung Korea.
- Kim Jong Un hancurkan patung reunifikasi, mungkinkah Korut bertempur dengan Korsel?
- Korea Utara tolak perundingan tenteram dengan Korea Selatan
- Kisah anak muda Korsel nan 'siap perang' jika Korut menyerang
(haf/haf)