ARTICLE AD BOX
Jakarta, librosfullgratis.com - Berakhirnya kekuasaan dinasti family Assad nan berjalan selama 54 tahun di Suriah, memunculkan pertanyaan mengenai masa depan sekte Alawi nan bergolongan syiah, di negara nan kekuasaan penduduknya Sunni.
Sekte Alawi mulai mendapatkan pengaruh setelah Suriah merdeka dari Perancis pada tahun 1946, dengan banyak anggotanya menduduki posisi krusial di militer dan politik.
Kekuasaan family ini dimulai ketika Hafez al-Assad menjadi Presiden setelah kudeta militer tahun 1963, dan dia memimpin hingga wafat pada tahun 2000.
Putranya, Bashar al-Assad kemudian mengambil alih kepemimpinan, melanjutkan pemerintahan otoriter hingga kejatuhannya, menandai berakhirnya beberapa dasawarsa kekuasaan kaum Alawi dalam pemerintahan Suriah.
Mengenal Kaum Alawi
Kaum Alawi berbeda secara signifikan dari sekte Islam lainnya. Meskipun berakar pada Islam Syiah, mereka mengembangkan kepercayaan dan ritual nan berbeda, nan membedakan mereka dari praktik Sunni dan Syiah arus utama.
Inti dari kepercayaan mereka adalah pemujaan terhadap Ali, nan merupakan Imam Syiah pertama dan Khalifah Rashidun keempat, sebagai sosok ilahi dan kepercayaan pada reinkarnasi.
Kaum Alawi menafsirkan pilar-pilar Islam secara simbolis dan telah memasukkan unsur-unsur dari praktik-praktik Kristen, seperti merayakan Natal dan menjalankan bentuk-bentuk persekutuan.
Perbedaan teologis dan kerahasiaan mereka secara historis telah mengasingkan mereka dari organisasi Sunni dan Syiah. Para teolog klasik sering melabeli mereka sebagai bidah.
Marginalisasi ini telah mendorong keberpihakan politik mereka dengan rezim nan menawarkan perlindungan, sebagaimana dicontohkan oleh aliansi mereka dengan Assad.
Secara historis dikenal sebagai Nusayris nan menekankan praktik-praktik esoteris, reinkarnasi, dan interpretasi simbolis dari ajaran-ajaran Islam. Tidak seperti Muslim tradisional, mereka tidak mematuhi lima tanggungjawab Islam dan dikenal dengan ritual-ritual seperti konsumsi anggur nan disucikan.
Teologi mereka, nan dipengaruhi oleh pendirinya, Ibn Nusayr, telah menyebabkan marginalisasi dan penganiayaan berkala mereka di bawah beragam kekaisaran Islam.
Di Suriah modern, kaum Alawi mewakili 10-13 persen dari populasi, terkonsentrasi di sepanjang pantai Mediterania di wilayah-wilayah seperti Latakia dan Tartous. Meskipun berstatus minoritas, mereka telah mendominasi elit militer dan politik Suriah di bawah rezim Assad, khususnya setelah Hafez al-Assad naik ke tampuk kekuasaan pada tahun 1970-an.
Rezim Assad dan Kekuasaan Alawi
Partai Baath, nan didirikan pada tahun 1947 dengan cita-cita sekuler dan inklusif, menarik komunitas-komunitas terpinggirkan seperti Alawi. Setelah kemerdekaan Suriah pada tahun 1946, Alawi memperoleh kelebihan dalam angkatan bersenjata dan aktivitas politik, bergeser dari minoritas nan secara historis tertindas menjadi tulang punggung rezim otoriter Assad.
Latar belakang Alawi adalah family Assad memfasilitasi pendakian organisasi tersebut dalam abdi negara militer dan keamanan. Aliansi ini semakin dalam selama Perang Saudara Suriah, lantaran Alawi sebagian besar mendukung Assad dalam bentrok nan semakin menjadi sektarian.
Milisi loyalis, seperti Shabbiha, berkedudukan krusial dalam menekan pemberontakan nan dipimpin Sunni, nan selanjutnya memperkuat hubungan sekte tersebut dengan rezim.
Implikasi Jatuhnya Assad
Penggulingan Assad telah membikin kaum Alawi bergulat dengan ketidakpastian dan ketakutan. Para loyalis di kampung laman Assad di Qardaha dan benteng-benteng lainnya bersungkawa atas berakhirnya kekuasaan minoritas selama puluhan tahun di negara nan kebanyakan penduduknya Sunni.
Kekhawatiran kaum Alawi berasal dari preseden historis pembalasan setelah perubahan rezim di Timur Tengah. Misalnya, setelah Revolusi Islam Iran, para loyalis Shah Reza Pahalvi menghadapi eksekusi, sementara para pendukung Muammar Gaddafi dipenjara setelah pemberontakan Libya.
Kaum Alawi, mengingat hubungan mereka nan mendalam dengan rezim Assad selama puluhan tahun, takut bakal pembalasan serupa meskipun ada agunan awal untuk menahan diri dari para pemimpin pemberontak.
Masa Depan Alawi Suriah
Jatuhnya rezim Assad dapat membentuk kembali peran organisasi Alawi dalam masyarakat Suriah. Sementara beberapa pihak meramalkan integrasi berjenjang ke dalam kerangka politik nan lebih inklusif, pihak lain mengantisipasi peningkatan kerentanan lantaran keterkaitan mereka dengan pemerintahan otoriter selama puluhan tahun.
Bagi Alawi, tantangannya terletak pada menjauhkan diri dari warisan Assad sembari menavigasi lanskap kebanyakan Sunni. Jika kepemimpinan baru mengangkat kebijakan rekonsiliasi dan inklusivitas, perihal itu dapat mengurangi ketakutan bakal pembalasan dan menumbuhkan persatuan nasional. Namun, pendekatan nan berkarakter menghukum berisiko memperdalam perpecahan sektarian dan melanggengkan siklus kekerasan di Suriah.
(pgr/pgr)
Saksikan video di bawah ini: