Mk Tolak Gugatan Sengketa Pilgub Sulawesi Tenggara 2024

Sedang Trending 1 bulan yang lalu
ARTICLE AD BOX

librosfullgratis.com, Jakarta - Mahkamah Konstitusi (MK) memutus tidak menerima permohonan Perkara Nomor 249/PHPU.GUB-XXIII/2025 mengenai sengketa Pemilihan Gubernur (Pilgub) alias Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Gubernur Sulawesi Tenggara (Sultra). Permohonan ini diajukan pasangan calon (paslon) gubernur-wakil gubernur nomor urut 04, Tina Nur Alam dan La Ode Muh Ihsan Taufik Ridwan.

Menurut Mahkamah, Pemohon tidak mempunyai kedudukan norma lantaran tidak memenuhi ketentuan Pasal 158 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah (UU Pilkada) sebagai syarat formil pengajuan permohonan.

“Dalam pokok permohonan, menyatakan permohonan Pemohon tidak dapat diterima,” tutur Ketua MK Suhartoyo dalam sidang pengucapan putusan dismissal di Ruang Sidang Pleno Lantai 2 Gedung MK, Jakarta Pusat, Selasa (4/2/2025). Sidang tersebut turut dihadiri delapan pengadil konstitusi lainnya.

Hakim Konstitusi Arsul Sani menegaskan bahwa tidak ada argumen untuk mengesampingkan ketentuan Pasal 158 UU Pilkada mengenai kedudukan norma Pemohon dalam sengketa Pilgub Sultra 2024. Mahkamah juga tidak menemukan kejadian unik nan dapat mencederai penyelenggaraan Pilgub Sultra 2024 sehingga dapat dijadikan argumen untuk mengesampingkan patokan tersebut.

Oleh lantaran itu, MK menyatakan tidak relevan untuk melanjutkan permohonan ini ke tahap persidangan lanjutan.

Arsul menjelaskan bahwa selisih perolehan bunyi antara Pemohon dan paslon peraih bunyi terbanyak adalah 466.810 bunyi alias 31,55 persen, jauh di atas periode pemisah 1,5 persen nan disyaratkan Pasal 158 UU Pilkada. Dengan demikian, Pemohon tidak memenuhi syarat untuk mengusulkan sengketa.

“Pemohon tidak mempunyai kedudukan norma untuk mengusulkan permohonan a quo,” ungkap Arsul.

Tidak ketinggalan, Mahkamah menyebut permohonan gugatan diajukan oleh paslon 04 Tina Nur Alam dan La Ode Muh Ihsan Taufik Ridwan. Sementara, ihwal surat pencabutan kuasa dan penarikan permohonan oleh La Ode Muh Ihsan tidak dilakukan sebagaimana mestinya, lantaran hanya disampaikan ke MK dan tidak kepada kuasa hukum, sehingga Mahkamah menyatakan menolak penarikan dimaksud.

Namun begitu, dalil-dalil nan diajukan dalam permohonan juga dinilai tidak berdasar menurut hukum, sehingga Mahkamah memberlakukan ketentuan Pasal 158 UU Pilkada. 

Dalil Permohonan Dinilai Tidak Beralasan

Lebih lanjut, dalil-dalil dalam permohonan dinilai tidak berdasar menurut hukum, sehingga Mahkamah tetap menerapkan ketentuan Pasal 158 UU Pilkada. Dalil mengenai pemalsuan tanda tangan Ketua DPD Partai Hanura Provinsi Sultra, serta tuduhan pelanggaran administratif dan politik duit secara terstruktur, sistematis, dan masif di 13 kabupaten/kota di Sultra, terbantahkan dalam sidang nan menghadirkan jawaban Termohon, keterangan Pihak Terkait, serta keterangan Bawaslu.

“Bukti-bukti lain nan diajukan Pemohon, seperti foto dan video, terlalu sumir untuk membuktikan adanya dugaan politik uang. Bukti tersebut tidak cukup meyakinkan Mahkamah bahwa telah terjadi pelanggaran nan berkarakter terstruktur, sistematis, dan masif nan berpengaruh terhadap hasil bunyi Pilgub Sultra 2024,” kata Arsul.

Sebelumnya, dalam petitumnya, Pemohon meminta MK untuk membatalkan Keputusan KPU Provinsi Sulawesi Tenggara Nomor 320 Tahun 2024 tentang Penetapan Hasil Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Sulawesi Tenggara 2024, sepanjang menyangkut perolehan bunyi Paslon Nomor Urut 2, Andi Sumangerukka-Hugua.

Pemohon juga meminta MK mendiskualifikasi Paslon Nomor Urut 2 serta menetapkan hasil perolehan bunyi sebagai berikut: Paslon 1 dengan 149.642 suara, Paslon 2 didiskualifikasi, Paslon 3 dengan 246.393 suara, dan Paslon 4 dengan 308.373 suara. Selain itu, Pemohon meminta agar Termohon diperintahkan melaksanakan pemungutan bunyi ulang di seluruh TPS di 13 kabupaten/kota Sultra dengan hanya diikuti tiga paslon tanpa Paslon 02.

Infografis