ARTICLE AD BOX
DIREKTUR Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum Razilu mengatakan, kegunaan DJKI adalah untuk melindungi mereka nan telah mengusulkan permohonan kekayaan intelektual. Dari produk alias kekayaan intelektual nan telah didaftarkan, kata Razilu, negara memberikan perlindungannya andaikan mendapatkan laporan adanya tindakan jiplakan nan merugikan pemilik kekayaan intelektual.
"Mereka nan telah mengusulkan permohonan kekayaan intelektual maka telah dilindungi dan perlu ditindak siapa saja nan melakukan pemalsuan. Itulah kegunaan dari DJKI," tuturnya dikutip dari keterangan pers, Senin (23/12).
Dari beberapa kekayaan intelektual nan kudu didaftarkan dan dilindungi oleh DJKI, salah satunya adalah merek. Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Ok Saidin menerangkan, merek adalah tanda nan dapat ditampilkan secara skematis berupa gambar, logo, nama, kata, huruf, angka, susunan warna, dalam corak dua dimensi dan/atau tiga dimensi, suara, hologram, alias kombinasi dari dua alias lebih unsur tersebut untuk membedakan peralatan dan/atau jasa nan diproduksi oleh orang alias badan norma dalam aktivitas perdagangan peralatan dan/atau jasa.
"Merek menjadi komponen krusial dalam sebuah upaya lantaran menjadi tanda pengenal. Selain itu merek juga menjadi perangkat promosi sekaligus agunan mutu produk bagi sebuah perusahaan. Di Indonesia, perlindungan terhadap merek diatur dalam UU No 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis (UU MIG), di mana syarat-syarat pendaftaran merek diatur dalam Pasal 21," terangnya.
Menurutnya, merek perlu di daftarkan ke DJKI. Pendaftaran merek mempunyai banyak manfaat, seperti menjadi perangkat bukti bagi pemilik nan berkuasa atas merek nan didaftarkan; dasar penolakan terhadap merek nan sama keseluruhan alias sama pada pokoknya nan dimohonkan pendaftaran oleh orang lain untuk barang/jasa sejenisnya, dan dasar untuk mencegah orang lain memakai merek nan sama keseluruhan alias sama pada pokoknya dalam peredaran untuk barang/jasa sejenisnya. Pun demikian, Guru Besar Fakultas Hukum Universitas M Hawin menilai ada juga merek nan pendaftarannya bisa ditolak oleh DJKI. Salah satunya lantaran merek nan didaftarkan mempunyai itikad tidak baik.
“Karena misalnya merek itu pendaftarannya punya itikad tidak baik. Kemudian merek itu sama pada pokoknya dengan merek lain. Contohnya kaso. Kaso itu merek nan sudah terdaftar, tapi ada misalnya KasoMax. Itu jelas punya persamaan pada pokoknya dengan merek kaso. Nah itu kudu ditolak pendaftarannya,” jelas Hawin.
Ia menambahkan, secara garis besar, pendaftaran merek berfaedah untuk melindungi merek dan mencegah perusahaan menderita kerugian finansial dan reputasi.
Kendati demikian, perihal itu tak bisa menjamin merek bisa terbebas dari pemalsuan, peniruan, pendomplengan alias klaim kepemilikan dari pihak lain. Karena pada faktanya, sering kali terjadi sengketa merek jual beli nan sama alias mirip antara dua pihak. Salah satu kasusnya adalah sengketa merek KASO vs KasoMAX. Jika memandang perjalanan sengketa, kasus KASO vs KasoMAX menarik untuk dipelajari. Dimulai dari awal mula pendaftaran merek ke DJKI, masuk ke ranah pengadilan niaga, diputus oleh MA, hingga sampai ke ranah pidana. (J-3)