ARTICLE AD BOX

JOGJA Corruption Watch (JCW) menyoroti putusan Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Jakarta nan memperberat vonis terdakwa korupsi tata niaga timah, Harvey Moeis.
Koordinator Divisi Pengaduan Masyarakat dan Monitoring Peradilan JCW, Baharuddin Kamba, berambisi putusan nan dikeluarkan Pengadilan Tinggi Jakarta bisa menjadi yurisprudensi bagi pengadil lainnya.
"Jogja Corruption Watch berambisi dapat dijadikan yurisprudensi bagi hakim-hakim khususnya nan menangani perkara tindak pidana korupsi baik tingkat pertama, banding maupun kasasi tingkat Mahkamah Agung (MA)," ujarnya.
Dikutip dari situs resmi Pengadilan Negeri Jakarta Barat, yurisprudensi adalah keputusan-keputusan dari pengadil terdahulu untuk menghadapi suatu perkara nan tidak diatur di dalam UU dan dijadikan sebagai pedoman bagi para pengadil nan lain untuk menyelesaian suatu perkara nan sama.
Lahirnya yurisprudensi lantaran adanya peraturan peraturan UU nan tidak jelas alias tetap kabur, sehingga menyulitkan pengadil dalam membikin keputusan mengenai suatu perkara. Hakim dalam perihal ini membikin suatu norma baru dengan mempelajari putusan pengadil nan terdahulu untuk mengatasi perkara nan sedang dihadapi. Jadi, putusan dari pengadil terdahulu ini nan disebut dengan yurisprudensi.
Yurisprudensi diciptakan berasas UU No 48 Tahun 2009 Mengenai Kekuasaan Kehakiman, UU ini menyatakan pengadilan tidak boleh menolak untuk memeriksa perkara, mengadili perkara dan memutuskan perkara nan diajukan dengan argumen norma tidak ada alias kurang jelas (kabur), melainkan wajib memeriksa serta mengadilinya. Hakim diwajibkan untuk menggali, mengikuti dan memahami keadilan dan nilai-nilai norma nan tumbuh dan berkembang di dalam masyarakat.
Lewat putusannya, majelis pengadil Pengadilan Tinggi Jakarta menjatuhkan vonis kepada Harvey Moeis 20 tahun penjara, denda Rp1 miliar subsider 8 bulan kururangan penjara, serta duit pengganti sebesar Rp420 miliar. Vonis tingkat banding ini lebih berat dari vonis tingkat pertama ialah 6,5 tahun penjara dan duit pengganti sebesar Rp210 miliar.
Salah satu pertimbangan majelis pengadil nan jarang disampaikan dalam amar putusan majelis pengadil nan memeriksa dan mengadili perkara korupsi adalah perbuatan terdakwa Harvey Moeis dalam tindak pidana dugaan korupsi pada tata niaga komoditas timah nan merugikan negara nyaris Rp300 triliun sangat menyakiti hati rakyat. Di saat ekonomi susah, terdakwa Harvey Moeis melakukan tindak pidana korupsi.
Baharuddin pun menilai pertimbangan majelis pengadil seperti ini sangat langka dalam perkara korupsi. Biasanya, majelis pengadil dalam putusannya menjadikan argumen perihal nan memberatkan terdakwa dalam perkara korupsi adalah tidak mendukung upaya pemerintah dalam upaya pemberantasan korupsi. (AT/J-3)