ARTICLE AD BOX

KEMENTERIAN Ketenagakerjaan (Kemnaker) RI mengumumkan kurang lebih 80.000 orang mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK) sepanjang 2024. Jumlah ini meningkat dibandingkan tahun sebelumnya nan sebesar 60.000 orang. Salah satu pemicunya adalah adalah Peraturan Menteri Perdagangan nomor 8 tahun 2024 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor.
Menurut pengajar Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan Fisipol UGM, Hempri Suyatna, terjadinya gelombang besar PHK ini tidak lepas dari aspek dunia dan juga aspek dalam negeri.
Hempri mengatakan di Indonesia salah satu pemicu gelombang PHK ini adalah derasnya arus masuk produk impor. Hempri menegaskan, peralatan asal luar negeri ini mudah masuk ke Indonesia lantaran adanya Peraturan Menteri Perdagangan nomor 8 tahun 2024 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor.
"Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 8 Tahun 2024 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor diduga menjadi penyebab maraknya produk-produk impor nan berakibat pada lesunya industri di tanah air," katanya.
Ditemui di kampusnya, Fisipol Universitas Gadjah Mada, Hempri Suyatna lebih lanjut mengemukakan perusahaan-perusahan lokal kudu menghadapi kondisi selain mengalami keterpurukan akibat deindustrialisasi. “Kalau kita lihat, industri nan paling terdampak adalah industri padat karya khususnya industri dasar kaki,” tambahnya.
Dengan demikian, jelasnya kebijakan perusahaan menempuh langkah PHK ini dilakukan sebagai strategi melakukan efisiensi operasional perusahaan. Namun, adanya peningkatan info korban PHK ini tentunya kudu diwaspadai sehingga kudu ada upaya-upaya pemerintah agar akibat negatif dari PHK tersebut tidak semakin meluas.
Selain berakibat pada pekerja dengan hilangnya pekerjaan, jelasnya, gelombang PHK juga dapat berakibat pada aspek psikologis. Lebih lanjut, adanya PHK dapat memicu munculnya beragam masalah sosial lain seperti meningkatnya nomor kemiskinan, ketidakstabilan sosial, dan penurunan pertumbuhan ekonomi.
Hal ini, menurut Hempri, menjadi akibat nan tentunya kudu segera direspons oleh pemerintah. Dengan adanya gelombang PHK nan terjadi, Hempri menyebut pekerja tentunya kudu memahami persoalan hukum, khususnya mengenai pemenuhan hak-hak pekerja.
Hempri sendiri berambisi agar persoalan PHK direspons dengan serius agar kasus ini tidak terus berlanjut. Ia mencontohkan salah satu langkah nan dapat ditempuh adalah dengan mengkaji ulang Permendag Nomor 8 Tahun 2024.
Selain itu, diperlukan penguatan sektor UMKM dan sektor informal sehingga bisa menjadi sektor nan bisa dimasuki mereka nan terdampak PH serta memperluas info pasar kerja sehingga bisa memberikan info mengenai info-info pekerjaan untuk mereka nan terdampak PHK.
Pada kesempatan itu, Hempri juga tidak membenarkan jika ada pula aspek dunia nan ikut mempengaruhi sehingga terjadi PHK besar-besaran. “Saya kira ini (kenaikan nomor PHK) merupakan akibat dari dari kondisi perekonomian dunia nan melemah dan juga derasnya produk impor masuk ke Indonesia,” papar Hempri. (N-2)