ARTICLE AD BOX

PARA politisi Greenland mengecam rencana kunjungan pejabat tinggi AS, menyusul ancaman Presiden Donald Trump untuk mengambil alih pulau tersebut. Second Lady AS, Usha Vance, dijadwalkan melakukan kunjungan budaya minggu ini, sementara perjalanan terpisah juga diharapkan dari Penasihat Keamanan Nasional Trump, Mike Waltz.
Perdana Menteri Greenland nan bakal segera lengser, Mute Egede, menyebut rencana tersebut sebagai tindakan garang dan menegaskan kedua pejabat AS itu tidak diundang untuk pertemuan resmi. Sementara itu, calon pemimpin baru Greenland menuduh AS tidak menunjukkan rasa hormat terhadap wilayah mereka.
Greenland—pulau terbesar di bumi nan terletak di antara Samudra Arktik dan Atlantik—telah berada di bawah kendali Denmark, nan berjarak nyaris 3.000 km, selama sekitar 300 tahun.
Meskipun Greenland mengatur urusan domestiknya sendiri, keputusan mengenai kebijakan luar negeri dan pertahanan tetap ditentukan di Kopenhagen. AS telah lama mempunyai kepentingan keamanan di wilayah ini dan mengoperasikan pangkalan militernya di Greenland sejak Perang Dunia Kedua.
Diyakini Trump juga tertarik pada mineral tanah jarang nan terdapat di Greenland. Putranya, Donald Jr., diketahui mengunjungi Greenland sebelum pelantikan Trump pada Januari.
Dalam pengumuman mengenai kunjungan Usha Vance, Gedung Putih menyatakan Second Lady bakal mengunjungi situs berhistoris dan menghadiri Avannaata Qimussersu, balapan anjing nasional Greenland. Delegasi Vance, nan termasuk putranya, bakal berada di sana untuk "merayakan budaya dan persatuan Greenland," menurut pernyataan resmi.
Kunjungan Waltz dikonfirmasi sumber nan berbincang kepada mitra AS BBC, CBS News. Menurut The New York Times, dia diperkirakan bakal mengunjungi Greenland sebelum kehadiran Vance dan bakal didampingi Menteri Energi AS, Chris Wright.
PM Egede secara unik mengecam kunjungan Waltz sebagai tindakan provokatif. "Apa nan dilakukan penasihat keamanan di Greenland? Satu-satunya tujuan adalah menunjukkan unjuk kekuatan kepada kami," katanya kepada surat berita Sermitsiaq.
Dalam wawancara dengan surat berita nan sama, Jens-Frederik Nielsen—yang diperkirakan bakal menjadi PM Greenland berikutnya—menuduh pejabat AS tidak menghormati masyarakat lokal.
Juru bicara Dewan Keamanan Nasional AS, Brian Hughes, menegaskan AS mempunyai kepentingan strategis di Arktik, sehingga "tidak mengherankan jika Penasihat Keamanan Nasional dan Menteri Energi mengunjungi Pangkalan Luar Angkasa AS untuk mendapatkan laporan langsung dari personel kami di lapangan."
Ia menambahkan kunjungan ini juga bermaksud "membangun kemitraan nan menghormati kewenangan penentuan nasib sendiri Greenland dan meningkatkan kerja sama ekonomi," serta untuk "mempelajari lebih lanjut tentang Greenland, budayanya, sejarahnya, dan rakyatnya."
Trump tampaknya meningkatkan kampanyenya untuk mengambil alih pulau tersebut dalam percakapan dengan Sekretaris Jenderal NATO, Mark Rutte, awal bulan ini.
Greenland sebelumnya sudah bersikap melindungi mengenai pembicaraan Trump mengenai pengambilalihan, tetapi dia semakin mengejutkan bumi dengan menyiratkan dia mungkin bakal meminta support NATO—sebuah aliansi militer nan juga mencakup Denmark—untuk merealisasikan rencananya.
"Kamu tahu, Mark, kita memerlukan itu demi keamanan internasional... ada banyak pemain favorit kita nan berkeliaran di sekitar pantai, dan kita kudu berhati-hati," kata Trump. "Kami bakal membicarakannya denganmu."
Saat ditanya tentang kemungkinan aneksasi Greenland, Trump menjawab, "Saya pikir itu bakal terjadi."
Pernyataan tersebut mendorong partai-partai politik utama di Greenland untuk mengeluarkan pernyataan berbareng nan mengecam "perilaku nan tidak dapat diterima" dari Presiden AS.
Isu ini menjadi topik utama dalam pemilu baru-baru ini, di mana partai Inuit Ataqatigiit nan dipimpin Egede kalah secara mengejutkan dari partai Demokrat nan dipimpin Nielsen, nan lebih mendukung pendekatan berjenjang menuju kemerdekaan dari Denmark.
Awal bulan ini, dalam pidatonya di Kongres AS, Trump menyatakan support kuatnya terhadap kewenangan rakyat Greenland untuk menentukan masa depan mereka sendiri. "Jika kalian memilihnya, kami menyambut kalian sebagai bagian dari Amerika Serikat," katanya.
Menurut jajak pendapat terbaru, nyaris 80% rakyat Greenland mendukung kemerdekaan dari Denmark. Namun, survei pada Januari menunjukkan jumlah nan lebih besar menolak pendapat untuk menjadi bagian dari AS. (BBC/Z-2)