ARTICLE AD BOX
PARA pengusaha mini dan menengah rokok nan tergabung dalam Forum Masyarakat Industri Rokok Seluruh Indonesia (Formasi) menyebut penaikan tarif PPN menjadi 12% mulai tahun depan bakal meningkatkan biaya produksi rokok. Jika ditambah dengan kenaikan biaya lainnya, perusahaan mau tak mau kudu memangkas jumlah tenaga kerja mereka.
Sekretaris Formasi Suhardjo mengatakan, selain PPN nan menjadi 12%, naiknya biaya produksi rokok juga disebabkan oleh penaikan bayaran minimum kabupaten/kota sebesar 6,5% dan nilai jual satuan (HJE) rokok. Seluruh kebijakan itu bertindak mulai 1 Januari 2025.
"Ongkos kerja semakin tinggi, apa boleh buat kita berpikir melakukan efisiensi," tegas Suhardjo di Malang, Jawa Timur, Senin (23/12).
Ia menjelaskan kondisi perusahaan rokok nan tergabung di Formasi saat ini cukup berat. Perusahaan skala mini dan menengah itu mempekerjakan sedikitnya 20.000 tenaga kerja.
"Jika PPN naik maka nilai bahan baku otomatis naik semua. Misalnya kertas dan lem, semua material nan bukan tembakau dan cengkih otomatis ikut naik," ujarnya.
Para pengusaha rokok juga mengeluhkan maraknya peredaran rokok terlarangan saat ini. Rokok terlarangan nan tak bayar cukai itu harganya teramat murah sehingga laku di pasaran. Alhasil, omzet penjualan rokok nan bayar cukai pun berkurang.
"Pengusaha sekarang dalam kondisi memperkuat saja dengan situasi itu sembari melakukan efisiensi. Terkait pengurangan karyawan, bisa saja terjadi," katanya.
Suhardjo berambisi pemerintah bijak dalam mengambil keputusan, terutama nan mengenai dengan sektor hasil tembakau nan merupakan industri padat karya.
"Mestinya pemerintah memandang sektor ini merupakan industri padat karya sehingga menjadi pertimbangan dalam membikin kebijakan," pungkasnya. (E-2)