ARTICLE AD BOX
Jakarta -
Mantan Kepala Unit Layanan Pengadaan (ULP) pada Basarnas, Kamil mengaku pernah mengantar bungkusan duit untuk Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) pada 2016. Kamil mengatakan duit itu ditinggal di laci hotel nan kemudian diambil oleh pihak BPK.
Hal itu disampaikan Kamil saat bersaksi mengenai kasus dugaan korupsi pengadaan truk pengangkut personel dan rescue carrier vehicle (RSV) di Basarnas. Terdakwa dalam sidang ini adalah eks Sekretaris Utama (Sestama) Basarnas Max Ruland Boseke, mantan Kasubdit Pengawakan & Perbekalan Direktorat Sarana dan Prasarana Badan SAR sekaligus pejabat kreator komitmen (PPK) Basarnas tahun anggaran 2014 Anjar Sulistiyono, serta Direktur CV Delima Mandiri sekaligus penerima faedah PT Trikarya Abadi Prima, William Widarta.
"Berikutnya juga ada kaitannya dengan BPK, Badan Pemeriksa Keuangan. Ada sejumlah duit nan diberikan kepada pihak BPK tahun 2016. Bisa Saudara jelaskan ini?" tanya pengadil personil Alfis Setyawan di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Kamis (2/1/2025).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"2016 saya sudah pindah dari biro umum itu Sestamanya Pak Dadang Arkuni. Dia memang ada voice note, 'Mil, tolong anterin biaya ke BPK'," jawab Kamil.
Kamil mengatakan duit nan diserahkan untuk BPK itu dalam corak bungkusan dari Kapusdatin Basarnas. Dia menuturkan pengarahan untuk menyerahkan duit itu ke BPK di hotel disampaikan oleh eks Sestama Basarnas, Dadang Arkuni.
"Jadi gini, izin bapak, 'Mil coba hubungi Kapusdatin' tempo hari itu Jenderal siapa lupa lagi. Jadi saya terima bungkusan," kata Kamil.
"Bungkusan uang?" tanya hakim.
"Iya," jawab Kamil.
"Ya bilang saja bungkusan uang," ujar hakim.
"Siap. Itu dari Kapusdatin," jawab Kamil.
"Terus duit itu diserahkan untuk siapa?" tanya hakim.
"Nah 'Mil, sesuai pengarahan Sestama Pak Dadang, ini duit buat BPK'," jawab Kamil.
Kamil mengaku mengantar duit itu ke hotel lampau ditinggal dan nantinya ada pihak BPK nan mengambil. Dia mengatakan duit itu bakal diterima oleh pihak BPK berjulukan Firman Nur Cahyadi.
"Sestamanya siapa waktu itu?" tanya hakim.
"Pak Dadang Arkuni, memang udah pensiun. Terus saya terima, 'tolong masukin ke Hotel Grand Orchardz di belakang Basarnas," jawab Kamil.
"Terus?" tanya hakim.
"Saya masukin, kelak ada orang nan ngambil," jawab Kamil.
"Siapa orang nan ngambil siapa?" tanya hakim.
"Yang dari BPK Pak," jawab Kamil.
"Namanya siapa? Firman Nur Cahyadi jika di Berita Acara Pemeriksaan Saudara. Bener?" tanya hakim.
"Firman Nur Cahyadi memang siapapun nan ngambil bermuara ke beliau," jawab Kamil.
Kamil mengaku tak berjumpa langsung dengan Firman. Dia menuturkan hanya meletakkan duit tersebut di hotel lampau pulang.
"Bukan dia (Firman) nan ngambil langsung? Bukan Firman ? kan Saudara nan menyerahkan ini. Uang itu kan Saudara nan menyerahkan, nan terima siapa? Firman Nur Cahyadi alias bukan?" memberondong hakim.
"Izin nan Mulia, saya cuman nyimpan di box bilik hotel. Jadi saya nggak ketemu orangnya," jawab Kamil.
"Itu bilik hotel siapa nan buka?" tanya hakim.
"Dari pihak Kapusdatin," jawab Kamil.
"Sudah dibuka duluan?" tanya hakim.
"Iya," jawab Kamil.
Hakim lampau mendalami nominal duit nan diserahkan Kamil ke BPK di hotel tahun 2016 tersebut. Kamil mengaku tak tahu dan hanya meletakan duit itu di laci hotel sesuai pengarahan Dadang.
"Berapa ? tetap ingat jumlah duit itu? disampaikan tidak?" tanya hakim.
"Izin nan Mulia, saya tidak tahu berapa nominalnya lantaran saya tidak membuka juga itu bungkusan, cuman nyimpan di laci bilik hotel," jawab Kamil.
Hakim juga mendalami tujuan penyerahan duit tersebut. Kamil mengaku tak tahu dan hanya bekerja sebagai kurir untuk mengantar duit tersebut.
"Untuk apa penyerahan duit itu? untuk kepentingan apa? sehingga kemudian ada penyerahan duit itu?" tanya hakim.
"Izin saya nggak tahu, cuman diperintah doang," jawab Kamil.
"Ada aktivitas apakah Basarnas bakal diperiksa alias ada proses audit nan sedang melangkah oleh tim BPK alias bagaimana? kenapa kemudian ada penyerahan duit itu?" tanya hakim.
"Izin nan Mulia, saya cuman kurir menyerahkan untuk peruntukan apa, nggak tahu," jawab Kamil.
Sebelumnya, Max Ruland Boseke, Anjar Sulistiyono, dan William Widarta didakwa merugikan finansial negara Rp 20,4 miliar. Max dkk didakwa melakukan korupsi mengenai pengadaan truk pengangkut personel dan rescue carrier vehicle pada 2014 di Basarnas.
"Telah melakukan alias turut serta melakukan beberapa perbuatan nan kudu dipandang sebagai perbuatan nan berdiri sendiri sehingga merupakan beberapa kejahatan, secara melawan hukum," kata jaksa KPK Richard Marpaung di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Kamis (14/11).
Perbuatan ini dilakukan pada Maret 2013-2014. Jaksa mengatakan kasus ini memperkaya Max Ruland sebesar Rp 2,5 miliar dan William sebesar Rp 17,9 miliar.
"Memperkaya diri sendiri alias orang lain alias suatu korporasi, ialah memperkaya William Widarta sebesar Rp 17.944.580.000,00 (Rp 17,9 miliar) dan memperkaya Terdakwa Max Ruland Boseke sebesar Rp 2.500.000.000,00 (Rp 2,5 miliar), nan dapat merugikan finansial negara alias perekonomian," ujarnya.
(isa/isa)