ARTICLE AD BOX
librosfullgratis.com, Jakarta - Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Arifatul Choiri Fauzi turun tangan mengenai kasus siswa SD nan dihukum duduk di lantai lantaran telat bayar SPP di Medan.
Arifatul menegaskan bahwa pihaknya telah melakukan pendampingan dan bekerja sama dengan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) untuk menyelesaikan persoalan ini.
"Untuk kasus anak duduk di bawah lantaran orang tuanya tidak bisa untuk membiayai, dari Kementerian kami melakukan pendampingan, bekerja sama juga dengan Kemendikdasmen dan sudah ada komunikasi. Dan insyaAllah jika tidak salah anak ini malah mendapat beasiswa," ungkap Arifatul di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa, (14/1/2025).
Arifatul juga menduga, kejadian serupa mungkin terjadi di sekolah lain. Ia menekankan pentingnya bagi sekolah untuk tidak melakukan tindakan nan berakibat negatif pada psikologis anak.
"Tapi sebetulnya mungkin banyak terjadi di tempat lain. Jadi ini mungkin sebagai peringatan juga untuk sekolah-sekolah untuk tidak melakukan nan berpengaruh terhadap psikologis anak," tegasnya.
"Karena sebetulnya orangtuanya betul-betul tidak mendukung, akhirnya anak-anaknya nan jadi korban. Mudah-mudahan ini tidak terjadi lagi," sambungnya.
Mengenai aturan, Arifatul menjelaskan bahwa balasan tersebut merupakan kebijakan dari wali kelas. Mengenai hukuman bagi wali kelas, dia menyebut bahwa perihal tersebut tetap dalam proses.
"Sebetulnya sudah ada. Karena sebetulnya itu adalah kebijakan dari wali kelas. Karena pihak sekolah tidak mengetahui," kata Arifatul.
"Ini sedang diproses (sanksi) Mudah-mudahan kelak bisa diinformasikan lebih lanjut," pungkasnya.
Ombudsman Sumut: Pulihkan Psikis Anak
Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Provinsi Sumatera Utara (Sumut) melakukan pemeriksaan mengenai gempar siswa SD di Medan dihukum duduk di lantai.
Siswa berinisial MI (10) kelas IV diduga dihukum duduk di lantai lantaran menunggak duit Sumbangan Pembinaan Pendidikan (SPP).
Pihak nan diperiksa Ombudsman RI Perwakilan Sumut adalah Kepala Sekolah Dasar (SD) Swasta Abdi Sukma, Juli Sari, Ketua Yayasan Abdi Sukma, Ahmad Perlindungan, dan Kepala Bidang SD Dinas Pendidikan Kota Medan, Bambang Sudewo.
Pjs Kepala Perwakilan Ombudsman RI Perwakilan Sumut, James Marihot Panggabean, ketika dihubungi librosfullgratis.com, Selasa (14/1/2025), mengatakan, pemeriksaan dilakukan Senin, 13 Januari 2025.
James mengungkapkan, mengenai hasil permintaan keterangan terhadap para pihak, bukan hanya anak dalam video nan beredar saja belum bayar duit SPP, melainkan 4 orang anak di kelas tersebut nan belum bayar duit SPP.
Bahkan, terdapat 1 orang anak nan tertunggak pembayaran uang SPP selama 6 bulan. Sedangkan, anak nan diduga dihukum duduk di lantai kelas menunggak pembayaran duit SPP 3 bulan.
"Peserta didik tersebut juga mempunyai adik nan berguru di sekolah nan sama, dan mengalami keterlamabatan pembayaran duit sekolah selama empat bulan. Namun, si anak tersebut nan saat ini duduk di kelas I tidak dihukum duduk di lantai selama proses pembelajaran oleh wali kelasnya," James menuturkan.
Murni Kesalahan Guru
James Panggabean mengatakan, riwayat seorang peserta didik diberikan balasan untuk duduk di lantai selama proses pelajaran sejak 6 hingga 8 Januari 2025, murni dikarenakan kesalahan pembimbing wali kelas tersebut.
Sebagaimana sesuai peraturan sekolah dan pengarahan kepala sekolah kepada setiap pembimbing wali kelas, jika terdapat peserta didik mengalami keterlambatan pembayaran duit SPP, mengarahkan orangtua peserta didik ke kepala sekolah untuk berkomunikasi.
Namun, pembimbing wali kelas IV tersebut mengambil tindakan dengan menghukum seorang peserta didik untuk duduk di lantai saat proses pelajaran selama 3 hari sejak 6-8 Januari 2025 tanpa berkoordinasi dengan kepala sekolah.
"Sebagaimana perihal ini diakui oleh Kepala SD Swasta Abdi Sukma dan Ketua Yayasan berasas rekaman CCTV sekolah," James menerangkan.
Sudah Beri Sanksi
Atas tindakan pembimbing wali kelas tersebut, pihak sekolah dan yayasan telah memberikan hukuman kepada pihak wali kelas.
Lalu, James Panggabean juga menyampaikan, berasas hasil pemeriksaan menemukan suatu info baru bahwa kedua anak tersebut, baik nan duduk di Kelas I dan Kelas IV sebagai penerima Dana Bantuan Program Indonesia Pintar (PIP).
"Namun, kemanfaatan biaya PIP tersebut tidak tepat sasaran dipergunakan oleh orangtua untuk membayarkan SPP kedua anaknya," James menuturkan.
Pihak sekolah juga memberikan support biaya pendidikan secara cuma-cuma kepada setiap anak Kelas I-VI selama I semester dari Januari-Juni 2024, dan terdapat pembebanan uang SPP kepada orangtua siswa pada Juli- Desember 2024.
"Sungguh sangat disayangkan pembebanan biaya pendidikan pada bulan Juli-Desember terjadi keterlambatan, padahal biaya PIP telah diterima orangtua murid," James kembali menerangkan.
Imbauan Ombudsman
James Panggabean juga menyampaikan, pihak Dinas Pendidikan Kota Medan telah mengiimbau melalui Grup WA kepada setiap kepala sekolah untuk tidak membebankan persoalan keterlambatan pembayaran uang SPP kepada peserta didik.
"Ombudsman meminta agar perihal tersebut untuk terus dilakukan, dan terbitkan Surat Edaran Kepala Dinas Pendidikan Kota Medan kepada seluruh kepala sekolah dalam menyelesaikan persoalan keterlambatan pembayaran SPP kepada orangtua, bukan peserta didik," sebut James.
Pihak Sekolah Abdi Sukma dan Dinas Pendidikan Kota Medan juga diminta untuk melakukan pemulihan psikis anak nan dihukum duduk di lantai, terlebih viralnya video.
Anak tersebut kewajibannya hanya mendapatkan pendidikan dan mental nan baik selama proses pelajaran. Jadi, jangan sampai mengganggu mental si anak dalam menempuh pendidikan hanya dikarenakan keterlambatan pembayaran SPP nan sebenarnya tanggung jawab orangtua.
"Hal ini catatan kami kepada pihak sekolah, yayasan, dan Dinas Pendidikan Kota Medan untuk segera dilakukan, terlebih anak ini tetap menempuh pendidikan di sekolah tersebut," James menyarankan.
Pihak sekolah juga diminta mengantisipasi perundungan terhadap si anak tersebut dari pihak manapun setelah kejadian ini menjadi viral, dan sekolah kudu bisa memperbaiki situasi kondisi proses belajar mengajar khususnya di kelas si anak tersebut.
"Harapan kita bersama, semoga ini kasus nan terakhir dalam menghukum anak dikarenakan keterlambatan pembayaran SPP," tandasnya.
Reporter: Muhammad Genantan Saputra/Merdeka
Disclaimer: Artikel ini ditulis ulang oleh redaksi dengan menggunakan Artificial Intelligence