ARTICLE AD BOX

KETUA Umum Partai NasDem tak setuju dengan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) nan menghapus Pasal 222 Undang-Undang Pemilu lewat Putusan Nomor 62/PUU-XXII/2024. Lewat putusan tersebut, presidential threshold (PT) alias periode pemisah pencalonan presiden tak bertindak lagi. Sehingga, semua partai politik berkuasa mengusulkan calonnya sendiri.
"NasDem menganggap itu ya kewenangan daripada MK untuk memutuskan, tapi jika ditanya apa pendapat Nasdem, NasDem bilangnya enggak cocok itu. Enggak tepat itu PT dinolkan," katanya saat ditemui di NasDem Tower, Jakarta, Jumat (14/2).
Alih-alih dihapus, Surya mengatakan PT semestinya diatur kembali. Ia menilai, penghapusan PT justru bukanlah perihal nan bagi kerakyatan di Tanah Air. Baginya, PT tetap dibutuhkan agar kerakyatan melangkah efektif.
"Bukan hanya terjebak pada euforia kerakyatan untuk demokrasi, tapi kerakyatan untuk pembangunan nan menuju ke arah cita-cita kemerdekaan kita," ujar Surya.
Lebih lanjut, Surya menyebut penghapusan PT berpotensi untuk melahirnya banyaknya calon presiden. Apalagi, jika partai politik nan lolos sebagai peserta pemilu jumlahnya sangat banyak dengan motivasi nan bermacam-macam. Oleh karenanya, Surya meminta semua pihak tak naif dengan segala kemungkinan nan ada.
"Partai nan lolos pemilu itu bisa 70, bisa 80, dengan kekuatan ekonomi nan ada, beragam motivasi. Ada motivasi untuk memberikan eksistensi idealismenya berperan, ada juga nan datang untuk, 'Eh, saya ini kan pedagang. Ini peralatan dagangan aja.' Apa itu salah? Kan kewenangan dia juga," terangnya.
"Kita kudu hati-hati juga mengatur. Jadi intinya NasDem merasa tidak tepat Presidential Threshold itu 0%," pungkas Surya.
Dalam praktik pemilihan presiden terdahulu, Pasal 222 UU Pemilu mengatur PT minimal 20% bangku DPR alias memperoleh 25% bunyi sah nasional di pemilu sebelumnya. (Tri/P-3)