Tokoh Lintas Agama Desak Pengesahan Ruu Pprt

Sedang Trending 1 bulan yang lalu
ARTICLE AD BOX
Tokoh Lintas Agama Desak Pengesahan RUU PPRT Ilustrasi.(MI)

DESAKAN untuk segera mengesahkan Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT) datang dari perwakilan lembaga kepercayaan dan organisasi masyarakat sipil. Hal itu disampaikan dalam konvensi pers nan diselenggarakan oleh Koalisi Sipil untuk UU PPRT di Kantor Komnas Perempuan, Jakarta, Jumat (14/2).

R. D. Marthen L.P. Jenarut, perwakilan dari Konferensi Waligereja Indonesia, menyatakan support penuh terhadap pengesahan RUU PPRT. Hal ini mengingat pekerja rumah tangga menjadi golongan nan rentan mengalami manipulasi, perlakuan sewenang-wenang, dan eksploitasi.

Ia mengatakan kerja-kerja kelembagaan kepercayaan seperti KWI tidak hanya mengurusi urusan bagian spiritual, tetapi juga di saat berbarengan peduli dengan rumor sosial dan kemanusiaan.

“Gereja Katolik Indonesia selalu datang berbareng siapa pun untuk menunjukkan keberpihakan terhadap hal-hal seperti ini lantaran prinsip di dalam aliran Gereja Katolik Indonesia selalu merujuk pada beberapa perihal ini. nan pertama, setiap aktivitas dan perihal kudu berpegang pada prinsip menjunjung tinggi harkat martabat manusia, keadilan, solidaritas, dan kesejahteraan. Itu prinsip etis moral nan selalu ditawarkan oleh Gereja Katolik,” kata Romo Marthen seperti dikutip dalam keterangan resmi, Jumat (14/2).

Senada dengan Romo Marthen, Pendeta Rev Ethika S. sebagai perwakilan dari Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI) mengungkapkan bahwa dasar kepercayaan mereka adalah bahwa setiap manusia adalah makhluk mulia buatan Tuhan. 

“Apa nan kami sebut sebagai homo imago dei, ‘manusia adalah gambar Allah nan mulia’. Tentunya manusia nan dimaksud termasuk juga saudara-saudara kita nan menjadi pekerja rumah tangga. Lalu, Gereja juga, sesuai petunjuk Kitab Suci, terpanggil untuk mempunyai kepekaan dan kepedulian bagi mereka nan miskin, hina, lemah, nan ada di pinggiran termarginalkan," katanya.

Alangkah baiknya, kata Romo Marthen, perihal itu dimulai dari kesadaran mengakui bahwa PRT adalah pekerja. Sebagai pekerja, tentulah dibutuhkan pengakuan atas hak-hak mereka nan sangat mendasar.

"Apakah mereka sudah punya perjanjian kerja, jam kerja nan manusiawi, perlindungan norma dan perlindungan sosial? Karena itulah PGI mendorong hak-hak nan sangat mendasar itu lewat pengesahan RUU PPRT," tegasnya.

PGI juga bakal melakukan tindakan pastoral dalam rangka membangun family nan kuat dan handal dengan apa nan dicita-citakan negara dengan berbasis keluarga. Sebagaimana pekerja rumah tangga mempunyai kontribusi krusial dalam menciptakan family nan sehat dan tangguh.

Sementara itu, PP Aisyiyah mengapresiasi tim koalisi nan terus mengawal RUU PPRT sehingga memperjuangkan hak-hak nilai kemanusiaan dan keadilan. 

“Sebagaimana disebut dalam sebuah Hadits, ‘Berikan bayaran pekerja sebelum keringatnya kering.’ (HR Ibnu Majah). Aisyiyah menilai bahwa ketidakadilan terhadap pekerja rumah tangga merupakan corak kezaliman struktural nan kudu dihapuskan lewat kebijakan nan berpihak pada golongan rentan,” jelas Dr. Ummu Salamah dari PP Aisyiyah.

Selain mendorong pengesahan RUU PPRT oleh Parlemen, Aisyiyah juga mendorong umat Islam untuk memperlakukan pekerja rumah tangga sesuai dengan aliran agama.

“Kepada umat Islam, Aisyiyah membujuk untuk memperlakukan pekerja rumah tangga dengan adil, sebagaimana Nabi Muhammad memperlakukan para pekerja di rumahnya dengan kasih sayang. Memperjuangkan kewenangan pekerja rumah tangga adalah jihad sosial sebagaimana Islam mengajarkan untuk memihak kaum tertindas,” desak Ummu. 

Senada, Nur Achmad sebagai seorang pengasuh pesantren di Bogor sekaligus Majelis Musyawarah Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI) menyerukan bahwa Islam menegaskan bahwa kemanusiaan haruslah dihargai. Hal itu sesuai dengan apa nan tertulis dalam Al-Quran Surat Al-Isra’ ayat 70, Surat At-Taubah ayat 105, dan Surat An-Nahl ayat 97. 

“Pekerja, apa pun jenis pekerjaannya, salah satunya pekerja rumah tangga, adalah pekerjaan nan mulia nan kudu diberikan penghargaan, agunan keselamatan, agunan kesejahteraan, agunan perlindungan, baik urusan ekonomi, agama, diri sebagai manusia kudu diberikan oleh para pihak," katanya.

KUPI menolak adanya pembenaran bakal penindasan, penghilangan kewenangan ekonomi, kewenangan martabat, kewenangan sosial, kewenangan keselamatan diri dan martabat, termasuk juga perbudakan manusia, penindasan, pelecehan seksual, dan kekerasan seksual bagi para pekerja rumah tangga nan tetap dapat kita temukan sehari-hari. 

Selain lembaga agama, organisasi masyarakat sipil nan tergabung dalam Koalisi Sipil untuk UU PPRT turut mengingatkan tentang perjuangan mendesak pengesahan RUU PPRT. Pada periode pemerintahan sebelumnya RUU ini sudah sampai di tahap daftar inventarisasi masalah (DIM) dan menerima surpres dari Presiden Joko Widodo.

Jumisih, Staf Advokasi JALA PRT, menyayangkan kasus kekerasan terhadap pekerja rumah tangga di Kelapa Gading nan terjadi dua hari lalu. Menambah panjang daftar kasus kekerasan terhadap pekerja rumah tangga. Ia berambisi pengesahan RUU PPRT dapat mengurangi akibat kekerasan berbasis relasi kuasa nan dilakukan pemberi kerja kepada pekerja rumah tangga ke depannya.

Ia menekankan bahwa prinsip perjanjian kerja dalam RUU PPRT “ltidak semengerikan nan terpublikasi. RUU PPRT tidak hanya bakal berpihak pada PRT, tetapi juga kepada pemberi kerja.

Menambah Jumisih, Eka Ernawati sebagai perwakilan dari Koalisi Perempuan Indonesia (KPI) menilai pengesahan RUU PPRT dapat membantu pendataan pekerja rumah tangga oleh pemberi kerja. Ia menyoroti masalah selama ini bahwa pendataan dalam rukun tetangga (RT) belum mencakup tentang info tentang siapa dan di mana seseorang bekerja sebagai pekerja rumah tangga.

Pada akhir periode DPR sebelumnya, RUU PPRT diumumkan menjadi draf nan di-carry-over. Maka itu, JALA PRT mendesak seluruh personil legislatif DPR periode 2024–2029, terlebih dalam Komisi XIII nan membidangi Reformasi Regulasi dan Hak Asasi Manusia, untuk memberikan support dalam pengesahan RUU PPRT tanpa argumen penundaan apa pun. (Ifa/I-2)