ARTICLE AD BOX
MAHKAMAH Konstitusi (MK) dalam sidang pleno unik mengumumkan bahwa 2024 menjadi tahun di mana MK paling banyak menangani gugatan perkara Undang-Undang (PUU) dibanding tahun-tahun sebelumnya.
Ketua MK, Suhartoyo mengatakan bahwa pihaknya telah memutus 158 perkara PUU sepanjang 2024. Dari info tersebut sebanyak 18 perkara dikabulkan, 77 perkara ditolak, 31 perkara tidak dapat diterima, 22 perkara ditarik kembali oleh pemohon, 8 perkara dinyatakan gugur dan 2 perkara bukan kewenangan MK.
“Berkenaan dengan jumlah undang-undang (UU) nan diuji pada 2024, sebanyak 88 UU dimohonkan pengetesan ke MK. Artinya UU nan diuji meningkat 65 undang-undang jika dibandingkan dengan tahun lalu,” ujar Ketua MK, Suhartoyo pada aktivitas pembukaan masa sidang 2025 di ruang sidang MK, Jakarta, Kamis (2/1).
Suhartoyo memaparkan bahwa Undang-Undang (UU) nan paling sering digugat pengujiannya sepanjang 2024 adalah UU No. 10 tahun 2016 tentang pemilihan gubernur bupati dan walikota alias (UU Pilkada).
“UU Pilkada paling sering digugat dengan gelombang uji sebanyak 35 kali. Dalam putusan terkaitnya, MK menyatakan periode pemisah persyaratan calon kepala wilayah turun menjadi 6,5% sampai dengan 10%,” ujar Suhartoyo.
Selain itu, gugatan UU terbanyak diikuti dengan UU No. 7 Tahun 2017 tentang UU pemilihan umum nan dimohonkan pengujiannya sebanyak 21 kali.
“Dalam menangani perkara putusan tersebut, ada nan menyita perhatian publik ialah sistem ketatanegaraan, sistem pemilu serta penguatan prinsip kerakyatan dan kewenangan konstitusional penduduk negara,” kata Suhartoyo.
Lebih lanjut, Suhartoyo menjelaskan bahwa pengetesan UU pemilu juga cukup menyita perhatian publik. Dalam putusannya, MK telah menyatakan bahwa periode pemisah parlemen konstitusional bersyarat kudu dijalankan pada tahun 2029 dan pemilu berikutnya.
“Sepanjang telah dilakukan perubahan terhadap norma serta besaran nomor dan persentasenya dengan berpatokan pada persyaratan dalam putusan MK,” jelasnya.
Selain UU Pilkada dan UU Pemilu, MK juga telah memutus gugatan UU mengenai KUHP berkenaan dengan pasal penyebaran buletin bohong, UU terorisme, UU ketenagakerjaan dan Cipta kerja, dan UU KPK.
Suhartoyo mengatakan rata-rata jangka waktu nan dibutuhkan MK untuk menyelesaikan perkara sidang PUU pada 2024 adalah 71 hari kerja. Menurutnya, waktu ini relatif sigap jika dibandingkan tahun sebelumnya.
“Hal ini relatif sigap lantaran selama 2024 MK praktis tidak menangani pemeriksaan pengetesan undang-undang selama nyaris 3 bulan, lantaran memprioritaskan penyelesaian penyelesaian hasil pemilihan Pemilu presiden dan pemilu legislatif,” ujarnya. (Dev/I-2)