ARTICLE AD BOX

KOMISI Pemberantasan Korupsi (KPK) menyambangi Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta pada Rabu (30/7). Ada perlu apa KPK ke DIY?
Kedatangan KPK tersebut rupanya untuk menjalin kesepakatan seluruh Pemerintah Kabupaten se-DIY, Kepolisian DIY, Kejaksaan Tinggi DIY, dan Komando Resor Militer 072 untuk berkomitmen berbareng membenahi tata kelola pertambangan Mineral Bukan Logam dan Batuan (MBLB) di DIY. Kesepakatan ini dilakukan demi memberantas penambangan liar dan mengembalikan kewenangan masyarakat atas sumber daya alam.
Direktur Koordinasi dan Supervisi Wilayah III KPK, Ely Kusumastuti, menyampaikan, kesepakatan melanjutkan sinergi untuk mendorong perizinan tambang nan tertib, memperkuat pengawasan, dan memastikan seluruh warga, terutama masyarakat kecil, mendapat faedah nan setara dari potensi sumber daya alam di wilayah mereka.
“Kami dari KPK bersinergi dengan provinsi DIY baik itu dari tata kelola pencegahan maupun dari penindakan untuk menertibkan tata kelola pertambangan MBLB lantaran tetap marak sekali," terang dia saat aktivitas koordinasi pencegahan korupsi "Perizinan Pertambangan MBLB Wilayah DIY" di Gedhong Pracimasana, Kompleks Kepatihan, Yogyakarta, Rabu (30/7).
Penertiban tersebut krusial dilakukan agar tidak mengakibatkan kerusakan alam, lingkungan, infrastruktur, dan apalagi menakut-nakuti kesehatan.
Ely menyampaikan, hingga Juli 2025 terdapat 12 titik tambang ilegal skala besar di DIY. Dampak kerusakan lingkungan dan infrastrukturnya dinilai sangat merugikan masyarakat dan pemerintah daerah.
“Ada 12 titik di seluruh ilayah provinsi DIY, di mana satu titik itu ada puluhan apalagi ratusan, bukan hanya pertambangan oleh rakyat tetapi oleh penambang-penambang besar nan dalam perihal ini sudah menggunakan mesin-mesin nan dampaknya sangat membahayakan,” ungkap Ely.
Lebih lanjut, KPK berkomitmen mendampingi pemerintah wilayah dalam memperbaiki tata kelola sektor pertambangan, khususnya di area tambang rakyat. Ely menegaskan bahwa KPK bakal mendorong percepatan proses izin nan legal dan perihal tersebut dapat meningkatkan PAD masing-masing daerah, dengan catatan prinsip tata kelola nan transparan dan akuntabel.
“KPK sendiri bakal terus komitmen untuk mendampingi, membantu, dan mendukung rekomendasi mengenai dengan permohonan perizinan pertambangan MBLB sendiri. Ketika izin sudah terbit pasti bakal menambah PAD retribusinya sehingga bakal makin lebih besar dan PAD tersebut bisa dipergunakan untuk perbaikan prasarana nantinya,” imbuhnya.
Gubernur DIY, Sri Sultan HB X menegaskan, penambangan pada prinsipnya diperbolehkan asalkan sesuai izin dan nan diberi ruang kudu masyarakat kecil, bukan pengusaha besar. “Saya punya angan dengan kesempatan ini tidak ada nan terlarangan lagi, sehingga semua ada perizinannya," kata dia.
Pemda DIY juga sudah kudu menentukan nan boleh ditambang oleh masyarakat meliputi batas dan lokasinya di mana saja, jika itu sudah ditentukan baru bisa di kaveling.
Sri Sultan juga mencontohkan praktik setara pasca-erupsi Merapi 2010, di mana seluruh masyarakat terdampak diberi kewenangan menambang secara bergantian dan adil, tanpa kekuasaan pengusaha besar. “Tahun 2010 itu tidak ada penambang besar, nan ada hanya penambang kecil, agar masyarakat itu mendapatkan tambahan penghasilan untuk lebih sejahtera. Kalau nan sudah besar itu kan sudah mampu, nan mini itu penduduk masyarakat,” ujar Sri Sultan.
Baik KPK maupun Pemda DIY berkomitmen membuka perbincangan luas dengan masyarakat untuk mewujudkan tata kelola tambang nan adil, transparan, dan ramah lingkungan. Sultan menegaskan, ruang tambang kudu diberikan untuk mengurangi kemiskinan, bukan memperkaya golongan besar.
“Kita hakikatnya adalah memberikan ruang untuk penduduk masyarakat kita sendiri, mereka nan berat untuk bisa menambahkan penghasilan dengan mendapatkan kaveling-kaveling nan memang telah ditentukan, dengan angan dapat mengurangi kemiskinan. nan gede-gede itu nggak dapat juga sudah bisa makan kan,” pungkas Sri Sultan. (H-2)