Awalnya Dihujat, Pejabat Ri Ini Justru Bawa Perubahan Besar

Sedang Trending 4 jam yang lalu
ARTICLE AD BOX

Jakarta, librosfullgratis.com — Kepemimpinan tidak melulu soal kedudukan tinggi alias bangku politik. Lebih sekadar itu, para pemimpin adalah tentang gimana seseorang menggerakkan orang lain menuju tujuan bersama.

Sayangnya, tidak jarang publik bersikap skeptis alias meragukan keahlian pejabat nan baru dilantik. Rekam jejak dan sikap di masa lampau sering kali membikin sebagian orang meremehkan kapabilitas mereka. Namun, rupanya waktu kerap membuktikan penilaian tersebut keliru.

Salah satu contohnya dialami Presiden ke-3 RI, B.J. Habibie. Saat awal menjabat, banyak pihak meragukan kemampuannya memimpin Indonesia. Dia dianggap tidak kompeten dan hanya menjadi pelengkap. Namun, sejarah kemudian mencatat sebaliknya. Habibie sukses membawa Indonesia keluar dari masa-masa susah dan sekarang dikenang serta dipuja bak pahlawan.

Dianggap Tak Bisa Memimpin

Semula tak ada nan menyangka B.J. Habibie bisa menjadi Presiden ke-3 Indonesia. Habibie lama dikenal sebagai seorang teknokrat nan pandai dan inovatif. Akibat keahlian itulah Presiden Soeharto (1968-1998) memintanya pulang ke Indonesia, lampau menempatkannya sebagai Menteri Riset dan Teknologi. Jabatan itu dia emban selama empat periode (1978-1998).

Posisi itu membikin Habibie kian terkenal dan disebut-sebut menjadi Wakil Presiden (Wapres) ke-6 pada 1993. Namun, Soeharto berkomentar jika Habibie belum cocok mendampinginya.

"Tempat Habibie di bagian teknologi," ungkap Soeharto, dikutip dari kesaksian Salim Said dalam Menyaksikan 30 Tahun Pemerintahan Otoriter Soeharto (2016).

Akhirnya, Habibie memang tidak dipilih sebagai Wapres kala itu. Soeharto justru menunjuk Try Sutrisno sebagai Wapres ke-6. Namun, lima tahun kemudian, pada 1998, Habibie akhirnya terpilih menjadi Wapres ke-7, tepat ketika Indonesia dilanda krisis ekonomi nan mengguncang pemerintahan. Sosok nan biasanya hanya berkutat di bagian teknologi sekarang turut berjibaku menghadapi angin besar ekonomi 1997-1998.

Namun, Habibie hanya 2 bulan menjadi Wapres. Pada 21 Mei 1998, Soeharto resmi mengundurkan diri. Habibie pun langsung dilantik menjadi Presiden ke-3 RI. Momentum inilah nan membikin sebagian pihak meremehkannya, menganggap dia tak kompeten untuk memimpin negara di masa sulit.

Emha Ainun Nadjib dalam memoarnya Saat-Saat Terakhir Bersama Soeharto (2016) menuturkan, tampilnya B.J. Habibie sebagai presiden memunculkan kontroversi besar. Pro dan kontra datang di beragam level. Mulai dari tokoh reformasi, mahasiswa, hingga masyarakat luas nan meremehkan dan skeptis terhadap laki-laki asal Sulawesi ini.

"(Sebab ini) tidak hanya menyangkut figur Habibie dan posisinya dalam peta kekuatan nasional, tetapi juga menyangkut kadar sikap pemerintahan baru ini terhadap pendapat reformasi," ujar Cak Nun.

Koran Bali Post (23 Mei 1998) mencatat, penolakan publik terhadap Habibie dilandasi dugaan dia tetap menjadi bagian dari Orde Baru, sehingga tidak sejalan dengan semangat reformasi.

Selain itu, latar belakangnya nan puluhan tahun berkutat di bumi teknologi dianggap tidak cocok untuk menghadapi krisis ekonomi. Banyak nan menilai Indonesia saat itu memerlukan sosok dengan kapabilitas ekonomi, bukan teknokrat pesawat terbang.

Kelompok masyarakat nan menolak Habibie kemudian menamakan dirinya "anti-Habibie". Mereka apalagi menggelar demonstrasi dan kerap berantem dengan golongan pendukung Habibie.

Berhasil & Dipuja

Dalam konvensi pers tak lama setelah dilantik, Presiden Habibie menyadari betul tugas nan dia emban tidaklah mudah. Dia tahu ada golongan masyarakat nan menolak kehadirannya di bangku presiden.

"Aspirasi saudara-saudara dalam memperjuangkan reformasi secara menyeluruh nan kerabat telah tunjukkan selama ini sudah bergulir. Usaha-usaha tersebut bakal segera ditindaklanjuti dengan menyusun pemerintahan nan sesuai dengan kita kehendaki bersama," ungkap Habibie dalam memoarnya Detik-Detik nan Menentukan (2006).

Waktu kemudian membuktikan kualitas kepemimpinannya. Habibie melahirkan kebijakan reformasi, ialah dasar demokrasi, kebebasan pers, pembebasan tahanan politik, reformasi militer dan kepolisian, serta otonomi daerah. Di bagian ekonomi, dia sukses meningkatkan pertumbuhan ekonomi, menstabilkan rupiah dari Rp16.000 menjadi Rp7.000-8.000 per dolar AS, menggagas lahirnya Bank Mandiri, serta memberi independensi pada Bank Indonesia.

Namun, kiprahnya singkat. Setelah 1,5 tahun memimpin, pidato pertanggungjawabannya ditolak MPR pada 14 Oktober 1999, antara lain lantaran keputusan menggelar referendum di Timor Timur nan berujung pada lepasnya provinsi tersebut.

Meski begitu, waktu mengubah penilaian publik. Setelah wafat pada 11 September 2019, tepat hari ini enam tahun lalu, Habibie dikenang sebagai sosok nan dulu diragukan, tetapi akhirnya dipuja bak pahlawan. Namanya wangi sebagai seorang teknokrat sekaligus figur transisi nan membawa Indonesia dari rezim represif menuju era reformasi nan lebih terbuka dan demokratis.


( Lynda Hasibuan/mkh)
[Gambas:Video CNBC]

Next Article Sri Mulyani: Tugas Pejabat Negara Tidak Ringan, Harus Siap Mental