ARTICLE AD BOX
Jakarta, librosfullgratis.com - Ekonom senior nan juga merupakan pendiri CReco Research Institute, Raden Pardede mengungkapkan pengaruh negatif besar bagi perekonomian, jika pemerintah terus membiarkan tenaga pekerja informal di Indonesia terus bertumbuh.
Sebagaimana diketahui, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, jumlah tenaga kerja informal di Indonesia tetap terus mendominasi struktur tenaga kerja. Data terakhir pada Februari 2025 jumlah tenaga kerja informal 86,56 juta orang alias 59,40% dari total masyarakat bekerja. Sementara itu, jumlah pekerja umum hanya 59,19 juta orang alias setara 40,60%.
Dibandingkan Februari 2024, persentase masyarakat bekerja pada aktivitas informal malah naik dari 0,23% poin. Sementara itu, untuk pekerja umum kebalikannya, ialah turun 0,23% poin.
"Persoalan informality ini PR besar, ini adalah kita enggak boleh teruskan informality ini ke depan, lantaran ini dampaknya ke mana-mana," ucap Raden dalam program Cuap Cuap Cuan librosfullgratis.com, dikutip Kamis (3/7/2025).
Sebagaimana diketahui, BPS mendefinisikan pekerja informal sebagai tenaga kerja nan berupaya sendiri, berupaya dibantu pekerja tidak tetap/pekerja keluarga/tidak dibayar, pekerja bebas, dan pekerja keluarga/tidak dibayar.
Dengan catatan itu, Raden mengatakan, jika terus menerus dibiarkan maka tenaga kerja Indonesia ke depan bakal susah mendapatkan akses finansial nan memadai, mulai dari stabilitas pendapatan, hingga perolehan biaya pinjaman dari lembaga jasa finansial formal, seperti bank.
"Kalau informal dia umumnya aksesnya ke keuangan, aksesnya ke bank juga enggak ada, gimana dia mau dapat angsuran nan baik, dia bakal biasanya dapat angsuran dari nan terlarangan lagi, nan mungkin dia bakal diperas," ujar Raden.
Efek berikutnya adalah langsung menghantam ke pendapatan negara, terutama dari sisi penerimaan pajak. Raden mengatakan bahwa kondisi ini disebabkan tenaga kerja informal biasanya tidak tercatat dalam sistem perpajakan pemerintah.
"Kalau informal banyak, itu dampaknya juga ke penerimaan pemerintah, pajak, lantaran informal kan, enggak terdata dia, gimana dia mau bayar pajak," kata Raden.
Maka, untuk menyelesaikan masalah ini, Raden menganggap, pemerintah sebetulnya bisa melakukan langkah sederhana, seperti memasukkan sistem transaksi QRIS para pekerja informal di Indonesia ke dalam sistem perpajakannya, seperti Coretax. Hal ini bisa secara otomatis membikin aktivitas pekerja informal menjadi formal.
"Yang dilakukan India kan begitu, India enggak boleh lagi memakai cash, semua tercatat. Di China juga seperti itu, dengan demikian ya seluruh transaksi itu enggak bisa dibohongin," tutur Raden.
(arj/haa)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Ternyata Tak Semua 144,6 Juta Pekerja RI Dapat Gaji 60% Jika Kena PHK