ARTICLE AD BOX

KOMISI Pemberantasan Korupsi (KPK) menerima hasil audit kerugian negara atas kasus dugaan rasuah berupa investasi fiktif di PT Taspen (Persero) dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) hari ini, 28 April 2025. Negara ditaksir merugi Rp1 triliun dari pemufakatan jahat nan sekarang diusut.
“Pada awalnya memang sempet kita sampaikan kan Rp200 miliar. Kemudian itu kan tetap dihitung waktu itu. Setelah dihitung, ini nan finalnya, finalnya ini Rp1 triliun. Itu semuanya ya segitu,” kata Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Senin (28/4).
Asep mengatakan, penambahan total kerugian negara ini merupakan perkembangan atas investigasi dan hasil penghitungan dari BPK. Hitungan itu krusial untuk pembuktian di persidangan, nanti.
“Jadi untuk lengkapnya sebuah pasal nan sedang kita konstruksikan perkaranya salah satunya memerlukan kalkulasi kerugian finansial negara,” ucap Asep.
Menurut Asep, info kerugian negara dari BPK ini membikin kasus dugaan rasuah di Taspen nyaris selesai. Sedikit lagi, berkas bisa diserahkan ke pengadilan untuk disidangkan.
“Untuk perkaranya sendiri Alhamdulillah sudah lengkap. Untuk nomor dan nan lain-lainnya Mungkin nan bakal menyampaikan beliau,” ujar Asep.
Direktur Jenderal Pemeriksaan Investigasi BPK I Nyoman Wara mengatakan, penghitungan kerugian negara dilakukan atas permintaan KPK. Pihaknya menemukan adanya penyimpangan atas investasi nan dilakukan Taspen, sampai negara merugi Rp1 triliun.
“Kerugian kasus ini adalah sebesar Rp1 triliun dan tadi sudah disampaikan oleh Pak Wakil Ketua BPK Kepada Wakil Ketua BPK LHP tersebut. Saya kira itu saja,” ucap Wara.
KPK menahan Direktur Utama (Dirut) nonaktif PT Taspen (Persero) Antonius NS Kosasih (ANSK) dan eks Direktur Utama PT Insight Investment Management (IIM) Ekiawan Heri Primaryanto (EHP). Keduanya merupakan tersangka dalam kasus ini.
Dugaan rasuah dalam kasus ini terjadi ketika Taspen menempatkan investasi Rp1 triliun pada reksa biaya RD I-Next G2 nan dikelola oleh Insight Investment Management. Namun, keputusan itu malah membikin negara merugi Rp200 miliar.
Uang Rp1 triliun itu disebar ke sejumlah investasi nan dikelola Insight Investment Management. Sebanyak Rp78 miliar dikelola oleh perusahaan itu.
Lalu, sebanyak Rp2,2 miliar diurus oleh PT VSI. Kemudian, Rp102 juta dikelola oleh PT PS, terus, Rp44 juta masuk ke PT SM.
Pengelolaan duit itu diduga bagian dari pelanggaran norma untuk menguntungkan diri sendiri alias korporasi. Padahal biaya itu semestinya tidak boleh dikeluarkan. (Can/P-3)