Fenomena Rojali Marak, Kemendag Beri Respons Mengejutkan-ucap Ini

Sedang Trending 21 jam yang lalu
ARTICLE AD BOX

Jakarta, librosfullgratis.com - Kementerian Perdagangan (Kemendag) menanggapi maraknya kejadian "Rojali" alias rombongan jarang beli dan "Rohana" alias rombongan hanya nanya-nanya nan belakangan terlihat di sejumlah pusat perbelanjaan. Akibatnya, meski terlihat mal ramai visitor tapi minim transaksi.

Kemendag menegaskan perihal itu bukan pertanda melemahnya daya beli masyarakat.

"Daya beli itu kan ada peningkatan 1,9% year on year (yoy). Jadi saya bisa berdasar berasas info itu saja. Seharusnya sih daya beli kita nggak terganggu (sejalan dengan maraknya kejadian Rojali)," kata Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kemendag Iqbal Shoffan Shofwan saat ditemui di kantornya, Kamis (31/7/2025).

Adapun kejadian Rojali sendiri merujuk pada kebiasaan masyarakat datang ke mal tanpa melakukan transaksi belanja. Ini dianggap merugikan pelaku upaya ritel lantaran omzet menurun meski kunjungan meningkat.

Namun, Iqbal menyebut info Survei Penjualan Eceran (SPE) Bank Indonesia pada Mei 2025 menunjukkan, Indeks Penjualan Riil (IPR) tetap mencatat pertumbuhan 1,9% secara tahunan, dan IPR Juni diperkirakan naik 2% yoy.

"Ada peningkatan kan, year on year loh. Berarti kan kita enggak bisa mengatakan itu jadi penurunan," ujarnya.

Iqbal mengakui kejadian Rojali bisa saja berkontribusi terhadap kontraksi bulanan pada IPR, namun dia menekankan bahwa perihal itu tak cukup menjadi bukti bahwa daya beli masyarakat menurun secara umum. Ia menambahkan, kontraksi di Mei pun lebih mini dibanding April, nan artinya kondisi ekonomi nasional tengah membaik.

Sebelumnya, Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI) mengaku prihatin dengan tren ini lantaran berpotensi mengganggu sasaran pertumbuhan sektor ritel tahun ini.

"Pasti (mengurangi omzet)," kata Ketua Umum APPBI Alphonzus Widjaja saat ditemui di Pusat Grosir Cililitan (PGC) Jakarta, Rabu (23/7/2025).

APPBI mencatat pertumbuhan industri pusat perbelanjaan tahun ini belum menyentuh target. "Kenaikan trafik hanya 10%. Sebetulnya sasaran kita kan 20%-30% kenaikannya dibandingkan dengan tahun lalu," ujarnya.

Alphonzus menyebut Rojali bukan kejadian baru, tapi jumlahnya meningkat belakangan ini. Menurutnya, penyebab utama adalah tekanan pada daya beli masyarakat. Ia memandang konsumen sekarang lebih selektif, terutama kalangan menengah ke bawah nan hanya membeli peralatan kebutuhan dengan nilai terjangkau.

"Berbelanja jika tidak perlu ya tidak belanja, kemudian jikalau belanja, beli peralatan produk nan nilai satuan nan unit harganya murah itu nan terjadi," tuturnya.

Sementara itu, masyarakat kelas menengah ke atas dinilai lebih memilih berinvestasi daripada menghabiskan duit untuk konsumsi.

Alphonzus memprediksi tren Rojali bakal terus berjalan selama daya beli belum sepenuhnya pulih. Namun, dia optimistis situasi bakal membaik jika pemerintah menggelontorkan stimulus untuk mendorong shopping masyarakat.

"Jadi kami percaya kejadian ini nggak bakal selamanya, ini hanya sifatnya sementara di mana daya beli masyarakat tetap belum pulih," pungkasnya.


(dce)
[Gambas:Video CNBC]

Next Article Gaya 'Rojali' saat Belanja di Mal: Banyak Mikir dan Pilih Barang Murah