ARTICLE AD BOX
Jakarta -
Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid (HNW) meminta pemerintah memprioritaskan program kerjanya untuk menuntaskan beragam masalah kedaruratan pada anak. Termasuk kedaruratan filisida (orang tua membunuh anaknya sendiri) sebagaimana diumumkan oleh Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI).
Menurutnya langkah ini krusial mengingat jendela waktu menuju kondisi bingkisan demografi 2045 semakin sempit.
"Potensi Indonesia Emas hanya bisa dicapai jika anak-anak Indonesia dapat tumbuh kembang dalam kondisi optimal, tidak justru terbelenggu dan kehilangan motivasi lantaran mereka tumbuh berkembang di tengah bumi apalagi ayah dan ibunya sendiri nan jahat pada anak," ujar HNW dalam keterangannya, Rabu (15/1/2025).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Diketahui sebelumnya pada konvensi pers di Mapolda Metro Jaya Senin (13/1), KPAI menyebut Indonesia sedang berada dalam kondisi darurat filisida, alias pembunuhan terhadap anak oleh orang tuanya sendiri. Data mencatat ada lebih dari 60 kasus filisida sepanjang tahun 2024. Adapun menurut info Simfoni PPA, terdapat setidaknya 3.434 kasus kekerasan orang tua terhadap anaknya di tahun 2024.
"Kasus kekerasan orang tua terhadap anak rupanya merupakan ketiga terbesar dari sisi status pelaku berasas hubungannya dengan korban, dan apalagi sebagiannya menyebabkan korban anak meninggal dunia. Saya setuju bahwa ini sudah darurat sehingga dibutuhkan penanganan kedaruratan nan cepat, masif, dan sinergi lintas sektor antara pemerintah, swasta, juga beragam lapisan dan unsur masyarakat," lanjutnya.
Anggota Komisi VIII DPR-RI ini mengaku prihatin, karena darurat filisida nan dialami anak-anak menambah kedaruratan lain nan mereka terima dari lingkungan eksternal, di antaranya darurat gambling online, darurat narkoba, anak-anak membunuh orang tuanya sendiri, maupun sebaliknya orang tua membunuh anaknya. Terakhir Komisioner KPAI menyatakan sudah terjadinya darurat filisida terhadap anak Indonesia.
Khusus mengenai darurat filisida, dirinya menyebut telah ada instrumen pencegahan nan tertuang dalam UU Nomor 4 Tahun 2024 tentang Kesejahteraan Ibu dan Anak.Di antaranya kewenangan ibu (pasal 4) dan kewenangan anak (pasal 11) untuk memperoleh pemenuhan kesejahteraan sosial, ialah berupa rehabilitasi sosial, agunan sosial, dan perlindungan sosial (Pasal 25). Ketentuan itu perlu diperkuat lagi dan dilaksanakan dengan konsisten dan berkelanjutan.
Dia pun menyoroti kasus terakhir filisida di Bekasi. Seorang balita nan baru berumur 3 tahun 9 bulan dibawa-bawa oleh orang tuanya mengemis dan mereka tidak punya tempat tinggal tetap nan dibutuhkan anak untuk tumbuh kembang secara optimal.
HNW menilai dalam kasus tersebut dan kasus filisida lainnya salah satunya dipicu oleh masalah ekonomi. Menurutnya perihal ini semestinya bisa dicegah jika kewenangan pemenuhan kesejahteraan sosial ibu dan anak diberikan oleh negara.
"Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) sebagai leading sector urusan ibu dan anak kudu aktif mengonsolidasikan pemerintah daerah, termasuk aktivasi dan sosialisasi jasa call center SAPA129 untuk kejuaraan temuan Pemerlu Pelayanan Kesejahteraan Sosial (PPKS), sehingga bisa segera disambungkan dengan beragam program perlindungan sosial nan sesuai dan mencegah terjadinya potensi kekerasan khususnya pada anak," katanya.
"Ini semata untuk menyelamatkan anak-anak Indonesia dari kekhawatiran akibat adanya kedaruratan itu, berubah menjadi generasi harapan, generasi Emas. Sehingga Indonesia Emas betul-betul bisa diwujudkan," pungkasnya.
(prf/ega)