India Tuduh Prada Curi Desain Sandal Tradisionalnya

Sedang Trending 7 jam yang lalu
ARTICLE AD BOX

Jakarta -

Sandal terbuka bermerek Prada nan diperagakan dalam arena Milan Men's Fashion Week pekan lampau hanya disebut sebagai "sandal kulit." Namun, aksesoris nan sifatnya hanya pelengkap ala rumah mode Italia itu justru memicu polemik besar di India.

Kritikus mode, pengrajin, dan politisi India ramai-ramai menuding desainer Prada menjiplak Kolhapuri Chappals, sandal tradisional dari Kolhapur, Maharashtra, India barat. Sandal buatan tangan ini, dengan pola anyaman khas, mempunyai sejarah panjang nan diyakini bermulai sejak abad ke12.

Meski belum dijual di pasaran, sandal mewah tersebut diperkirakan bakal dibanderol lebih dari $1.200 alias sekitar Rp19,5 juta. Sebagai perbandingan, sandal Kolhapuri original dijual tak lebih dari Rp200 ribu di pasar lokal India.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menanggapi protes di media sosial, Kamar Dagang Maharashtra menyerukan agar Prada mengakui akar budaya India dalam kreasi sandal tersebut.

Merespons tudingan perampasan budaya nan semakin ramai, Lorenzo Bertelli, putra pemilik merek Prada, mengakui dalam sebuah surat kepada Kamar Dagang bahwa kreasi tersebut terinspirasi dari kerajinan lokal. "Kami mengakui bahwa sandal ini terinspirasi dari dasar kaki buatan tangan tradisional India, nan membawa warisan budaya nan kaya," tulis Bertelli, seperti dikutip Reuters.

Dia menambahkan bahwa sandal itu tetap dalam tahap kreasi awal dan belum tentu bakal diproduksi. Namun Prada, katanya, "berkomitmen pada praktik kreasi nan bertanggung jawab, mendorong keterlibatan budaya, dan membuka perbincangan pertukaran nan berarti dengan organisasi pengrajin lokal India, sebagaimana nan telah kami lakukan dalam koleksi lain di masa lampau untuk memastikan pengakuan nan layak terhadap skill mereka."

Kasus serupa terjadi pada 2014

Tudingan plagiatisme kreasi tradisional bukan kali pertama terjadi di industri fesyen global. Pada 2014, desainer Inggris Paul Smith sempat dikecam lantaran memasarkan sandal kulit hitam mengilap berjulukan "Robert." Publik Pakistan segera mengenali kreasi tersebut sebagai tiruan Peshawari alias Charsadda Chappal, sandal unik dari Pakistan.

Namun, jenis Paul Smith dijual 20 kali lebih mahal dibanding nilai sandal aslinya di toko-toko premium Pakistan.

Setelah menuai kritik di media sosial dan petisi online, Paul Smith akhirnya menambahkan keterangan bahwa sandalnya "terinspirasi dari Peshawari Chappal."

Kolhapuri bakal dipatenkan

Kini, Kamar Dagang Maharashtra beriktikad mematenkan Kolhapuri chappal untuk mencegah pelanggaran kewenangan cipta di masa depan. Sandal tradisional nan dikenal lantaran ketahanannya ini sebenarnya telah mempunyai perlindungan norma di dalam negeri melalui label Geographical Indication, penanda produk tradisional nan dikaitkan dengan letak geografis asalnya.

Meniru kreasi produk bercap GI untuk untung komersial tanpa izin alias tanpa pembagian faedah dianggap ilegal, setidaknya dalam norma India. Hingga 2024, tercatat 603 produk telah terdaftar sebagai GI di India.

Media Qatar Al Jazeera juga melaporkan bahwa personil parlemen dari distrik Kolhapur, Dhananjay Mahadik (BJP), bakal mendukung para pengrajin sandal menggugat Prada ke Pengadilan Tinggi Bombay.

Politik sapi rugikan pengrajin kulit

Namun di tengah support politik atas polemik Prada, pengrajin Kolhapuri menghadapi masalah lain: pasokan kulit nan terganggu akibat politik perlindungan sapi oleh pemerintah.

Sejak Partai Bharatiya Janata (BJP) ketua Narendra Modi berkuasa pada 2014, golongan ekstremis Hindu nasionalis semakin berani menyerang penduduk nan mengangkut sapi untuk perdagangan dan penyembelihan. Korban kekerasan premanisme sapi ini umumnya berasal dari organisasi Dalit dan muslim, dua golongan nan selama ini terpinggirkan di India.

Ironisnya, justru para pengrajin Dalit-lah nan selama ratusan tahun melestarikan teknik anyaman dan kreasi rumit Kolhapuri. Keahlian mereka diwariskan lintas generasi.

Kelompok kewenangan asasi Dalit Voice menggarisbawahi pentingnya pengakuan terhadap sejarah ini. Dalam unggahan Instagram, mereka menulis bahwa Kolhapuri chappal bukan sekadar mode, melainkan "warisan ketekunan dan skill organisasi Dalit."

"Mereka adalah sejarah, identitas, dan corak perlawanan," tulis Dalit Voice. "Hormatilah akar budaya kami."


Artikel ini pertama kali terbit dalam bahasa Jerman

Diadaptasi oleh Rizki Nugraha

Editor: Yuniman Farid

(ita/ita)

Loading...

Hoegeng Awards 2025

Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini