ARTICLE AD BOX
Warna hijau dan merah telah menjadi simbol klasik dalam seremoni Natal. Kombinasi kedua warna ini sering terlihat pada pohon Natal, ornamen, hingga kartu ucapan nan menjadi bagian tak terpisahkan dari suasana Natal.
Namun, tahukah Anda kenapa warna hijau dan merah identik dengan seremoni Natal? Mengutip dari Farmers' Almanac, sedikitnya ada empat argumen kenapa kedua warna ini menjadi bagian krusial dari tradisi Natal dari masa ke masa.
Meskipun demikian, tidak ada nan tahu pasti sejarah alias awal mulanya. Namun ada beberapa teori nan bisa dijadikan sebagai rujukan, ialah dari beberapa tradisi antik dan modern.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Berbagai teori mencoba menjelaskan kejadian ini. Beberapa teori merujuk pada pengaruh tradisi kuno, sementara lainnya memandang gimana komponen modern turut membentuk maknanya.
Penjelasan lebih lanjut mengenai teori-teori ini menjelaskan gimana warna hijau dan merah terus menjadi bagian krusial dalam merayakan Natal dari masa ke masa.
1. Festival Musim Dingin Romawi Kuno
Ilustrasi Romawi antik (Foto: Unsplash/Osman Rana)
Pertama, pada era kuno, orang Romawi merayakan Saturnalia. Sebuah pagelaran musim dingin agraris nan dirayakan pada saat titik kembali mentari musim dingin untuk menghormati dewa Saturnus, yang, di antaranya, adalah dewa penabur dan pemberi benih.
Ketika penanaman musim dingin selesai, orang Romawi merayakannya dengan hura-hura, berpesta, minum-minum, dan membalikkan peran sosial. Atas nama kesenangan, patokan berpakaian menjadi lebih longgar, ada pemberian hadiah, dan kebaikan serta niat baik diekspresikan di depan umum dan secara pribadi selama hari-hari festival.
Selama Saturnalia, rumah-rumah dihias dengan lilin dan pepohonan hijau, termasuk tanaman holly. Tanaman ini menjadi simbol krusial dalam seremoni nan penuh kegembiraan tersebut.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kombinasi buah beri merah dan daun hijau mulai diasosiasikan dengan Saturnalia lantaran melambangkan semangat dan suasana festival. Warna-warna ini menjadi bagian dari identitas seremoni itu.
Seiring perkembangan kepercayaan Kristen, banyak tradisi Saturnalia, termasuk simbol warna merah dan hijau, diadopsi ke dalam seremoni Natal. Tradisi ini tetap lestari hingga sekarang sebagai bagian dari simbolik Natal.
2. Simbolisme Pohon Cemara dan Holly
Pohon pinus (Foto: Getty Images/iStockphoto/slobo)
Alasan kedua adalah mengenai dengan simbolisme Kristiani nan melekat pada warna merah dan hijau. Khususnya pada pohon pinus dan daun holly nan sering digunakan dalam hiasan Natal.
Pohon cemara, nan tetap hijau sepanjang tahun, dipandang oleh umat Kristiani sebagai simbol kehidupan kekal. Bagi umat Kristiani, perihal ini mencerminkan janji nan diberikan oleh Yesus Kristus dalam Injil.
Daun holly dengan bentuknya nan runcing dianggap melambangkan mahkota duri nan dikenakan Yesus saat penyaliban. Buah beri merahnya merepresentasikan darah nan tercurah di kayu salib.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kombinasi warna merah dan hijau pada komponen ini melambangkan kematian dan kebangkitan Yesus. Simbolisme ini memperkuat makna spiritual dalam seremoni Natal.
Oleh lantaran itu, pohon pinus dan daun holly tetap menjadi bagian krusial dalam hiasan Natal. Tradisi ini terus hidup sebagai pengingat bakal nilai-nilai religius nan mendalam.
3. Ikon Sinterklas pada Iklan Coca-Cola
Ilustrasi Sinterklas (Foto: AP/Kirsty Wigglesworth)
Ketiga, iklan salah satu merek minuman cola, ialah Coca-Cola rupanya menjadi bagian dari argumen kenapa warna merah identik dengan Natal. Pada tahun 1931, seorang ilustrator berjulukan Haddon Hubbard "Sunny" Sundblom, menciptakan Sinterklas nan ikonik.
Ilustrator berjulukan Haddon Hubbard "Sunny" Sundblom itu bekerja untuk Coca-Cola dalam menciptakan iklan dengan ikon Sinterklas nan ikonik seperti dikenal sekarang. Sundblom terinspirasi oleh puisi Clement Moore tahun 1822, "A Visit from St. Nicholas" (lebih dikenal dengan titel "'Twas the Night Before Christmas").
Sebelumnya, pada era Victoria, Sinterklas sering digambarkan sebagai peri mini dengan rusa mini. Sundblom mengubahnya menjadi sosok laki-laki berjanggut, bahagia, dan berpipi merah, mengenakan setelan merah nan menjadi karakter khasnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Warna merah dalam setelan Sinterklas dipilih untuk mencerminkan identitas Coca-Cola, memperkuat asosiasi warna tersebut dengan Natal di Amerika. Asosiasi ini kemudian menjadi bagian dari budaya populer.
Karya Sundblom tidak hanya sukses dalam bumi periklanan tetapi juga memengaruhi generasi kreator mainan. Desain Sinterklas ikoniknya menjadi standar hingga sekarang dan terus diabadikan dalam beragam bentuk.
4. Skema Warna Komplementer/Kontras
Ilustrasi warna (Foto: Getty Images/kutaytanir)
Alasan keempat mengenai dengan teori skema warna komplementer alias kontras, nan menjelaskan kombinasi dua warna nan berada di sisi berlawanan pada roda warna. Salah satu contohnya adalah perpaduan warna merah dan hijau.
Dalam roda warna, nan terbentuk dari susunan warna pelangi (merah, oranye, kuning, hijau, biru, nila, dan ungu), warna merah dan hijau berada di posisi berseberangan. Posisi ini menjadikan keduanya dikenal sebagai warna komplementer.
Warna-warna komplementer menciptakan pengaruh visual nan disebut kontras simultan ketika ditampilkan bersama. Efek ini membikin kedua warna tersebut saling menonjol dan menarik perhatian.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kombinasi warna merah dan hijau nan kontras secara alami memikat mata. Hal ini menjadi salah satu argumen kenapa kombinasi ini banyak digunakan dalam hiasan dan simbol Natal.
Dengan daya tarik visualnya, warna merah dan hijau tetap relevan hingga sekarang sebagai bagian krusial dalam estetika seremoni Natal. Kombinasi ini memadukan tradisi dengan teori kreasi nan kuat.
(wia/imk)