ARTICLE AD BOX
Jakarta -
Muharam adalah bulan pertama sekaligus menjadi bulan pembuka dalam almanak tahun Hijriah. Awal bulan Muharam ditandai dengan peringatan Tahun Baru Islam 1 Muharam.
Tahun ini, 1 Muharam 1447 H/2025 M jatuh pada tanggal 27 Juni 2025. Lantas, tanggal berapa 9 dan 10 Muharam 2025? Berikut info selengkapnya.
Jadwal 9 dan 10 Muharam 2025
Merujuk pada almanak Hijriah nan diterbitkan oleh Kemenag RI dan ketetapan pemerintah dalam SKB 3 Menteri, awal bulan Muharam 1447 H/2025 M jatuh pada 27 Juni. Itu artinya, 9 Muharam 2025 jatuh pada tanggal 5 Juli dan 10 Muharam jatuh pada 6 Juli.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Berikut rinciannya.
- 1 Muharam 1447 H: 27 Juni 2025
- 2 Muharam 1447 H: 28 Juni 2025
- 3 Muharam 1447 H: 29 Juni 2025
- 4 Muharam 1447 H: 30 Juni 2025
- 5 Muharam 1447 H: 1 Juli 2025
- 6 Muharam 1447 H: 2 Juli 2025
- 7 Muharam 1447 H: 3 Juli 2025
- 8 Muharam 1447 H: 4 Juli 2025
- 9 Muharam 1447 H: 5 Juli 2025
- 10 Muharam 1447 H: 6 Juli 2025
- 11 Muharam 1447 H: 7 Juli 2025
- 12 Muharam 1447 H: 8 Juli 2025
- 13 Muharam 1447 H: 9 Juli 2025
- 14 Muharam 1447 H: 10 Juli 2025
- 15 Muharam 1447 H: 11 Juli 2025
- 16 Muharam 1447 H: 12 Juli 2025
- 17 Muharam 1447 H: 13 Juli 2025
- 18 Muharam 1447 H: 14 Juli 2025
- 19 Muharam 1447 H: 15 Juli 2025
- 20 Muharam 1447 H: 16 Juli 2025
- 21 Muharam 1447 H: 17 Juli 2025
- 22 Muharam 1447 H: 18 Juli 2025
- 23 Muharam 1447 H: 19 Juli 2025
- 24 Muharam 1447 H: 20 Juli 2025
- 25 Muharam 1447 H: 21 Juli 2025
- 26 Muharam 1447 H: 22 Juli 2025
- 27 Muharam 1447 H: 23 Juli 2025
- 28 Muharam 1447 H: 24 Juli 2025
- 29 Muharam 1447 H: 25 Juli 2025
Niat Puasa 9 dan 10 Muharam
Mengutip dari situs resmi Muhammadiyah, puasa adalah salah satu ibadah nan dianjurkan dalam bulan Muharam. Puasa pada 9 Muharam disebut puasa Tasua, sedangkan puasa pada 10 Muharam disebut puasa Asyura.
Ini referensi niatnya.
1. Niat Puasa Tasua
نَوَيْتُ صَوْمَ غَدٍ عَنْ أَدَاءِ سُنَّةِ التَا سُوعَاء لِلهِ تَعَالَى
Nawaitu shauma ghadin 'an adâ'i sunnatit Tasû'â lillâhi ta'âlâ
"Aku beriktikad puasa sunnah Tasu'a besok hari lantaran Allah SWT."
2. Niat Puasa Asyura
نَوَيْتُ صَوْمَ غَدٍ عَنْ أَدَاءِ سُنَّةِ ِعَا شُورَاء لِلهِ تَعَالَى
Nawaitu shauma ghadin 'an adâ'i sunnatil âsyûrâ lillâhi ta'âlâ
"Aku beriktikad puasa sunnah Asyura besok hari lantaran Allah Swt."
Jika niatnya dibaca pada siang hari, sebelum tergelincirnya matahari, maka lafalnya sebagai berikut:
نَوَيْتُ صَوْمَ هَذَا اليَوْمِ عَنْ أَدَاءِ سُنَّةِ التَا سُوعَاء أو عَا شُورَاء لِلهِ تَعَالَى
Nawaitu shauma hâdzal yaumi 'an adâ'i sunnatit Tasû'â awil âsyûrâ lillâhi ta'âlâ
"Aku beriktikad puasa sunnah Tasu'a alias Asyura hari ini lantaran Allah SWT."
Perintah untuk puasa Tasua terdapat dalam hadits sahih riwayat Muslim dari Ibnu Abbas RA sebagai berikut:
حِينَ صَامَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمَ عَاشُورَاءَ وَأَمَرَ بِصِيَامِهِ قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّهُ يَوْمٌ تُعَظِّمُهُ الْيَهُودُ وَالنَّصَارَى فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَإِذَا كَانَ الْعَامُ الْمُقْبِلُ إِنْ شَاءَ اللَّهُ صُمْنَا الْيَوْمَ التَّاسِعَ قَالَ فَلَمْ يَأْتِ الْعَامُ الْمُقْبِلُ حَتَّى تُوُفِّيَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
"Saat Rasulullah SAW berpuasa pada hari 'Asyura`dan juga memerintahkan para sahabatnya untuk berpuasa; Para sahabat berkata, "Wahai Rasulullah, itu adalah hari nan sangat diagungkan oleh kaum Yahudi dan Nasrani." Maka Rasulullah SAW bersabda, "Pada tahun depan insya Allah, kita bakal berpuasa pada hari ke sembilan (Muharam)." Tahun depan itu pun tak kunjung tiba, lantaran Rasulullah SAW wafat." (HR Muslim)
Selanjutnya, salah satu hadits menyatakan bahwa puasa Asyura dapat menghapus dosa setahun kemarin. Nabi SAW bersabda:
وَصِيَامُ يَوْمِ عَاشُورَاءَ أَحْتَسِبُ عَلَى اللَّهِ أَنْ يُكَفِّرَ السَّنَةَ الَّتِي قَبْلَهُ
"Adapun puasa pada hari Asyura, saya memohon kepada Allah agar puasa tersebut bisa menghapus dosa setahun sebelumnya." (HR Muslim no 1162)
Imam an-Nawawi (w 676 H) menjelaskan maksud dosa nan diampuni pada hadits di atas adalah dosa kecil, alias paling tidak mendapat keringanan atas dosa besar alias pengangkatan derajat seorang hamba. (an-Nawawi, al-Minhaj Syarh Shahih Muslim, juz 8, hlm 51)
Jadi, bukan pemaafan dosa seluruhnya, lantaran dosa besar kemungkinan besar Allah ampuni hanya andaikan hamba bertaubat nasuha, taubat nan sungguh-sungguh.
(kny/imk)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini