Kekhawatiran Kembalinya Ke Dwifungsi Abri Di Revisi Uu Tni

Sedang Trending 3 jam yang lalu
ARTICLE AD BOX

librosfullgratis.com, Jakarta - Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin mengusulkan revisi Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI) alias RUU TNI dengan menambah jumlah kementerian dan lembaga nan bisa diisi oleh prajurit aktif menjadi 15. Usulan ini diklaim sebagai corak penyesuaian dengan kebutuhan era dan kondisi saat ini.

Menanggapi usulan ini, Peneliti Bidang Hukum The Indonesian Institute, Center for Public Policy Research (TII), Christina Clarissa Intania, menilai bahwa kontroversi ini bermulai sejak pengangkatan Letnan Kolonel (Letkol) Teddy Indra Wijaya sebagai Sekretaris Kabinet dalam pemerintahan Presiden Prabowo. Jabatan tersebut sebelumnya lebih berkawan dijabat oleh pejabat sipil.

“Pengangkatan ini dilakukan dengan dalih bahwa Letkol Teddy menjabat sebagai Sekretaris Militer Presiden. Namun, tak bisa diingkari bahwa keputusan tersebut telah menimbulkan disrupsi di pemerintahan dan internal TNI itu sendiri,” ujarnya.

Menurut Christina, keputusan ini seolah menjadi sinyal bahwa prajurit aktif bisa kembali menduduki kedudukan sipil. Padahal, dalam negara kerakyatan nan menjunjung supremasi sipil, UU TNI telah secara tegas melarang prajurit aktif menempati kedudukan di pemerintahan.

Christina menegaskan bahwa upaya revisi UU TNI ini bertentangan dengan semangat Reformasi 1998 nan bermaksud untuk memisahkan peran militer dari ranah sipil. Presiden ke-6 Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), nan juga purnawirawan TNI, selalu konsisten menekankan pentingnya supremasi sipil dan profesionalisme tentara.

“Jika revisi ini disetujui, maka ini menjadi langkah mundur bagi demokrasi. TNI perlahan mengembalikan posisinya ke dalam pemerintahan, tidak lagi secara diam-diam, tetapi dengan legalitas nan diperkuat melalui undang-undang,” kritik Christina.

Ia juga menilai bahwa upaya ini berpotensi menyalahgunakan payung norma demi kepentingan politik tertentu.