ARTICLE AD BOX
librosfullgratis.com, Jakarta - Kasus suap Pergantian Antarwaktu (PAW) DPR 2019-2024 kembali mencuat. Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDIP Hasto Kristiyanto didakwa terlibat dalam upaya perintangan investigasi dengan memerintahkan Harun Masiku, terduga pelaku suap, untuk menghilangkan jejak.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK mengungkapkan bahwa Hasto memerintahkan Harun Masiku untuk merendam handphonenya ke dalam air setelah terungkapnya kasus suap kepada personil Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan.
"Terdakwa mendapatkan info bahwa Wahyu Setiawan telah diamankan petugas KPK, kemudian terdakwa melalui Nuhasan memberikan perintah kepada Harun Masiku agar merendam telepon genggam miliknya ke dalam air," beber Jaksa dalam surat dakwaan nan dibacakan di ruang sidang PN Jakarta Pusat, Jumat (14/3/2025).
Perintah tersebut diberikan setelah KPK menangkap Wahyu Setiawan di Bandara Soekarno Hatta. Hasto, melalui orang kepercayaannya Nurhasan, kemudian menginstruksikan Harun Masiku untuk menghilangkan bukti.
"Petugas KPK mendatangi PTIK namun tidak sukses menemukan Harun Masiku," terang Jaksa.
KPK kemudian mengeluarkan surat perintah penangkapan untuk Harun Masiku nan hingga saat ini tetap dalam perburuan oleh penyidik.
Hasto sendiri didakwa dengan pasal Pasal 5 Ayat (1) huruf a Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP Jo. Pasal 64 Ayat (1) KUHP.
Selain itu, Sekjen PDIP itu juga didakwa melanggar Pasal 21 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 65 ayat (1).
Sidang Hasto Mengungkap Peran Yasonna Laoly dalam Kasus Harun Masiku
Kasus dugaan suap dan obstruction of justice yang menjerat Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto memasuki babak baru. Hasto menghadapi sidang perdana dengan agenda pembacaan dakwaan nan digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus), Jumat (14/3/2025).
Dalam sidang dakwaan Hasto, jaksa pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) juga mengungkap peran Ketua DPP PDIP Yasonna Laoly dalam upaya meloloskan Harun Masiku ke DPR RI melalui proses pergantian antarwaktu (PAW).
Kasus ini melibatkan sejumlah pihak dan rangkaian peristiwa rumit nan berujung pada dakwaan terhadap Hasto. Sekjen PDIP itu didakwa oleh KPK atas dua kasus; dugaan suap mengenai Harun Masiku dan obstruction of justice atau perintangan investigasi dalam kasus a quo.
Hasto diduga mengatur Donny Tri Istiqomah untuk melobi Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan mengantarkan duit suap kepada Komisioner KPU saat itu, Wahyu Setiawan.
Wahyu sendiri telah selesai menjalani masa balasan setelah ditangkap KPK pada Januari 2020 lalu. Sementara Harun Masiku hingga sekarang tetap belum diketahui rimbanya. Hingga kini, mantan caleg PDIP itu tetap menjadi buronan KPK dalam kasus suap Wahyu Setiawan.
Peran Yasonna Laoly dalam Perkara Suap
Jaksa KPK mengungkapkan peran Yasonna Laoly dalam surat permohonan fatwa kepada Mahkamah Agung (MA) mengenai PAW. Surat tersebut, ditandatangani oleh Hasto dan Yasonna, meminta MA memberikan fatwa agar KPU mengabulkan permohonan PDIP untuk mengganti caleg.
"Tanggal 19 Juli 2019, nan ditujukan kepada Ketua Mahkamah Agung nan ditandatangani Terdakwa selaku Sekjen PDIP dan Yasonna H Loly selaku Ketua DPP PDIP nan pada pokoknya meminta fatwa kepada Mahkamah Agung RI agar KPU RI bersedia melaksanakan amar putusan MA nomor 57P/HUM/2019," ujar Jaksa dalam amar dakwaannya, PN Jakpus, Jumat (14/3/2025).
MA pun menerbitkan surat nan menyatakan kewenangan penetapan caleg pengganti diserahkan kepada partai politik.
Menariknya, Jaksa mengungkapkan bahwa Harun Masiku berada di ruang kerja Ketua MA Hatta Ali saat fatwa tersebut diterbitkan. Keberadaan Harun Masiku di letak dan waktu tersebut menimbulkan spekulasi dan pertanyaan lebih lanjut mengenai kronologi dan keterlibatan beragam pihak.
Reporter: Rahmat Baihaqi/Merdeka