ARTICLE AD BOX
KOTA Betlehem merayakan Natal dalam suasana muram tahun ini. Serangan Israel ke Gaza membikin seremoni Natal di Betlehem, kota kelahiran Yesus tersebut, menjadi lebih sepi. Tak nampak banyak para visitor alias peziarah nan datang seperti tahun-tahun sebelumnya.
Berbagai perayaan Natal juga dibatalkan sebagai bentuk kepedulian pada apa nan terjadi pada umat Kristiani di Gaza.
Pembatalan seremoni Natal di Betlehem merupakan pukulan telak bagi perekonomian kota tersebut. Padahal sudah menderita akibat pembatasan di bawah pendudukan Israel.
Pariwisata menyumbang sekitar 70% pendapatan Betlehem alias nyaris semuanya berasal dari musim Natal.
Wali Kota Salman mengatakan pengangguran di kota tersebut berkisar sekitar 50% alias lebih tinggi dari 30% pengangguran di seluruh wilayah Tepi Barat.
Perekonomian kota nan sempat terpuruk selama pandemi sekarang terperosok lebih parah akibat bentrok nan berkepanjangan. Bethlehem, meskipun menjadi pusat krusial dalam sejarah kepercayaan Kristen, mempunyai jumlah umat Kristen nan relatif mini di antara masyarakat Palestina.
Dari sekitar 14 juta orang nan tinggal di Tanah Suci, hanya sekitar 182.000 nan berakidah Kristen di Israel, sekitar 50.000 di Tepi Barat dan Yerusalem, serta 1.300 di Gaza.
Tetapi kota ini tetap menjadi simbol besar bagi umat Kristiani di seluruh dunia, nan datang berkunjung ke tempat kelahiran Yesus setiap tahunnya.
Namun, akibat dari perang nan melanda Gaza tidak hanya dirasakan oleh kota ini, tetapi juga oleh wilayah sekitarnya.
Salah satu pengaruh nan paling jelas adalah penurunan drastis jumlah visitor nan datang ke Bethlehem dan area suci lainnya
Mohammad Awad, 57, telah berdagang kopi selama lebih dari 25 tahun di kaki Masjid Omar, nan terletak tepat di seberang gereja terkenal di kota itu.
"Bisnis melangkah baik sebelum perang, tetapi sekarang tidak ada seorang pun," kata penjual itu.
"Saya berambisi perang di Gaza bakal segera berhujung dan visitor bakal kembali," sebutnya.
Kekerasan Israel terhadap penduduk Palestina, baik dari pemukim maupun pasukan militer telah meningkat di seluruh Tepi Barat nan diduduki sejak perang di Gaza pecah, tetapi wilayah Betlehem sebagian besar tetap kondusif.
Sejak serangan pada 7 Oktober 2023 nan memicu perang, akses ke dan dari Bethlehem dan kota-kota Palestina lainnya telah dibatasi.
Pos-pos pemeriksaan militer Israel menyebabkan antrean panjang kendaraan nan mau melewati batas.
Pembatasan setelah perang juga telah mencegah sekitar 150.000 penduduk Palestina meninggalkan wilayah itu untuk bekerja di Israel, nan menyebabkan ekonomi di sana menyusut hingga 25%. (Z-9)