ARTICLE AD BOX
Jakarta -
Ketua DPP PDIP Deddy Yevri Sitorus menegaskan bahwa kenaikan tarif PPN dari 11% menjadi 12% melalui pengesahan UU Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) bukan atas dasar inisiatif Fraksi PDIP. Deddy mengatakan partainya tak bermaksud menyalahkan pemerintahan Presiden Prabowo Subianto.
Deddy menjelaskan, pembahasan UU tersebut sebelumnya diusulkan oleh pemerintahan Presiden RI ke-7 Joko Widodo (Jokowi) periode lalu. Saat itu, PDIP sebagai fraksi nan terlibat dalam pembahasan, ditunjuk sebagai ketua panitia kerja (panja).
"Jadi salah alamat jika dibilang inisiatornya PDI Perjuangan, lantaran nan mengusulkan kenaikan itu adalah pemerintah (era Presiden Jokowi) dan melalui kementerian keuangan," kata Deddy dalam keterangannya, Senin (23/12/2024).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Deddy menjelaskan, pada saat itu UU tersebut disetujui dengan dugaan bahwa kondisi ekonomi Indonesia dan dunia dalam kondisi nan baik. Akan tetapi, kata Deddy, seiring perjalannya waktu, ada sejumlah kondisi nan membikin banyak pihak, termasuk PDIP meminta untuk dikaji ulang penerapan kenaikan PPN menjadi 12%.
Kondisi tersebut di antaranya, menurut PDIP, seperti daya beli masyarakat nan terpuruk, PHK di sejumlah daerah, hingga nilai tukar Rupiah terhadap Dollar nan saat ini terus naik.
"Jadi sama sekali bukan menyalahkan pemerintahan Pak Prabowo, bukan, lantaran memang itu sudah given dari kesepakatan periode sebelumnya," ujarnya.
Oleh lantaran itu, Deddy menyatakan bahwa sikap fraksinya terhadap kenaikan PPN 12% ini hanya meminta pemerintah untuk mengkaji ulang dengan mempertimbangkan kondisi ekonomi masyarakat saat ini. Permintaan itu, bukan berfaedah PDIP menolaknya.
"Kita minta mengkaji ulang apakah tahun depan itu sudah layak kita berlakukan pada saat kondisi ekonomi kita tidak sedang baik-baik saja. Kita minta itu mengkaji," tuturnya.
Fraksi PDIP, kata dia, hanya tidak mau ada persoalan baru nan dihadapi pemerintahan Prabowo imbas kenaikan PPN 12% ini.
"Jadi itu bukan bermaksud menyalahkan Pak Prabowo tetapi minta agar dikaji dengan baik, apakah betul-betul itu menjadi jawaban dan tidak menimbulkan persoalan-persoalan baru," ujar personil Komisi II DPR RI itu.
"Tapi jika pemerintah percaya diri itu tidak bakal menyengsarakan rakyat silahkan terus, kan tugas kita untuk memandang gimana kondisi," imbuhnya.
(rfs/gbr)