ARTICLE AD BOX
Jakarta -
Wakil Baleg DPR Doli Kurnia cemas keputusan MK mengenai penghapusan Presidential Threshold 20% bakal melahirkan banyak partai 'yang krusial nyapres'. PDIP tak percaya putusan MK ini bakal membikin parpol baru bermunculan.
"Putusan MK bakal mendorong parpol antusias mencari figur-figur nan potensial dengan rekam jejak nan diapresiasi masyarakat. Namun apakah merangsang orang mendirikan parpol hanya untuk nyapres, belum tentu," ujar senior PDIP Hendrawan Supratikno lewat pesan Whatsapp kepada librosfullgratis.com, Minggu (12/1/2025).
Menurutnya, mendirikan parpol itu syaratnya berat. Lalu, capres nan tidak didukung dengan jaringan mesin partai nan kuat, diperkirakan susah menang.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Menjadi capres tanpa kesiapan jejaring dan amunisi elektoral, hanya menambah beban psikologis calon," imbuhnya.
Transaksi politik bisa terjadi dalam sistem apapun, baik dengan adanya putusan MK mengenai penghapusan PT alias tidak. Hal ini, jelas Hendrawan, menyangkut integritas ekosistem nan terbangun.
"Jika unsur-unsur integritas dapat dihadirkan, seperti transparansi, akuntabilitas, keadilan-kesetaraan (fairness), dan budaya kontrol melekat ada, maka kecenderungan transaksional dapat diatasi," tutur Hendrawan.
Sebelumnya MK menghapus periode pemisah alias presidential threshold minimal 20 persen bangku DPR alias memperoleh 25 persen bunyi sah nasional di pemilu sebelumnya sebagai syarat pencalonan Presiden dan Wakil Presiden. MK menyatakan semua partai politik peserta pemilu mempunyai kesempatan mengusulkan pasangan calon presiden dan wakil presiden.
MK pun meminta pemerintah dan DPR RI melakukan rekayasa konstitusional dalam merevisi UU Pemilu. Tujuannya agar jumlah pasangan calon presiden dan wakil presiden tidak membeludak.
Doli selaku Wakil Baleg DPR mewanti-wanti jangan sampai lahirnya keputusan MK justru membikin semua pihak beramai-ramai mengusulkan Capres di pemilu mendatang. Ia menilai perlu ada pengaturan mengenai itu agar sistem politik tidak saling menyandera.
"Kalau semua itu tidak diatur dengan baik, bakal banyak lahir partai-partai nan hanya menjadikan penghapusan periode pemisah pencalonan itu hanya untuk sekedar bisa ikut kontestasi Pilpres semata, dengan mencalonkan siapa saja, kader alias bukan kader, tidak masalah, nan krusial ikut 'nya-pres'," kata Doli.
"Situasi itu pasti bakal semakin menyemarakkan praktik political transactional, politik sandera menyandera, dan at the end bakal mengganggu konsolidasi jalannya roda pemerintahan," imbuhnya.
(isa/gbr)