ARTICLE AD BOX
Jakarta -
Mahkamah Agung (MA) mengatakan pengadil dapat memutuskan pengembalian aset terdakwa nan semula disita oleh jaksa sebagai peralatan bukti. Jubir MA, Yanto, mengatakan penyitaan dan pengembalian peralatan bukti diatur di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
Hal itu disampaikan Yanto di dalam konvensi pers di Mahkamah Agung, Jakarta Pusat, Kamis (2/1/2025). Yanto mulanya mendapat pertanyaan dari wartawan soal putusan pengadil dalam perkara tata niaga komoditas timah nan memutuskan agar sejumlah aset milik terdakwa Helena Lim dikembalikan.
Namun Yanto, tak berkomentar mengenai putusan pengadil dalam perkara tersebut. Dia hanya menjelaskan mengenai patokan penyitaan peralatan bukti.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Jadi penyitaan itu diatur dalam pasal 39 KUHAP, jadi, barang-barang, peralatan bukti nan diajukan di persidangan nan diperoleh alias digunakan untuk melakukan tindak pidana, maka dapat disita untuk negara alias dimusnahkan alias untuk negara, seperti itu," kata Yanto.
Menurut Yanto, jika peralatan bukti nan disita tersebut rupanya tidak mempunyai kaitan dalam tindak pidana, maka peralatan bukti tersebut dapat dikembalikan. Menurutnya, pengadil mempunyai pertimbangan tersendiri dalam menentukan apakah peralatan bukti nan disita tersebut berangkaian dengan tindak pidana alias tidak.
"Lah kemudian, jika kemudian di persidangan, rupanya terbukti bahwa itu tidak ada kaitannya dengan perkara nan sedang ditangani ya dikembalikan, seperti itu. Kenapa dikembalikan? Pasti ada pertimbangan, pasti itu, bahwa tidak ada kaitannya, kenapa kok dirampas? Pasti ada pertimbangan. 'Oh digunakan kejahatan, oh diperoleh dari kejahatan', seperti itu," katanya.
"Jadi jika ditanya, 'Kok ada nan dikembalikan? Kok ada nan disita?' Pasti begitu, jika nan dikembalikan, berfaedah tidak ada kaitannya dengan tindak pidana. Kalau nan disita berasas keterangan pasal 39 KUHAP, pasti ada kaitanya, 'Apakah itu digunakan untuk melakukan, apa itu hasil kejahatan,'" jelasnya.
(dnu/dnu)