ARTICLE AD BOX
Jakarta -
Kementerian Kependudukan dan Pembangunan Keluarga (Kemendukbangga) bakal bekerjasama dengan lintas sektor kementerian serta beberapa universitas untuk menurunkan nomor stunting di Nusa Tenggara Timur (NTT). Kerjasama tersebut dilakukan berbareng dengan Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Kementerian Pendidikan Tinggi Sains dan Teknologi (Kemendiktisaintek), Kementrian Desa dan Pembangunan Tertinggal (Kemendes), serta beberapa universitas.
Mendukbangga Wihaji mengatakan bakal membikin proyek percontohan (pilot project) menurunkan nomor prevalensi stunting di NTT. NTT dipilih sebagai pilot project lantaran merupakan wilayah dengan nomor prevalensi stunting tertinggi di Indonesia.
"Kita mau bikin pilot project itu di Nusa Tenggara Timur nan secara persentasenya agak lumayan tinggi prevalensi stunting," ujar Wihaji saat menemui wartawan di instansi Kemendukbangga Senin (13/1/2025).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Gubernur terpilih NTT Melki Laka Lena nan turut datang dalam rapat Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem dan Penurunan Stunting membenarkan bahwa NTT adalah provinsi dengan stunting tertinggi di Indonesia. Melki mengatakan siap bekerjasama menurunkan stunting di NTT.
"Kami siap untuk memastikan bahwa Pentahelix nan dilakukan di tingkat pusat bakal kami kerjakan dengan baik di lapangan sehingga nomor stunting NTT nan tinggi sekali, kurang lebih 37% tadi angkanya bakal kami turunkan sesuai dengan sasaran nasional untuk NTT," ujar Melki.
Wakil menteri kesehatan nan juga datang dalam rapat tersebut mengatakan bahwa persoalan stunting tidak hanya bisa diselesaikan oleh kementriannya saja, melainkan butuh kerjasama. Kerjasama tersebut dilakukan terutama untuk mencegah stunting.
Menurut Dante, mengobati stunting lebih susah dibandingkan mencegah. Oleh lantaran itu Dante bakal membantu kemendukbangga untuk melakukan intervensi pencegahan stunting.
"Karena mengobati stunting lebih susah daripada mencegah stunting. Jadi ketika berat badannya naik, sebelum dia menjadi stunting, kelak kudu kita intervens," ujar Dante.
"Ini butuh kerjasama tidak milik eksklusif Kementerian Kesehatan tetapi kerjasama nan dalam ini dikomodasinoleh Kementerian Kependudukan dan Pembangunan Keluarga," tambahnya.
(dnu/dnu)