Wamendagri: Penghapusan Presidential Threshold Final Dan Mengikat

Sedang Trending 3 bulan yang lalu
ARTICLE AD BOX

Jakarta -

Wamendagri Bima Arya menghormati putusan Mahkamah Konstitusi (MK) nan menghapus periode pemisah pencalonan presiden 20%. Menurutnya, proses revisi UU Pilkada dan Pemilu kudu merujuk pada putusan MK.

"Keputusan MK ini final and binding (mengikat). Kita hormati dan laksanakan. Artinya, proses revisi undang undang pilkada dan pemilu pun pembahasannya kudu merujuk kepada semangat putusan MK ini," kata Bima saat dikonfirmasi, Kamis (1/1/2025).

Bima Arya pencalonan kepala wilayah juga perlu dikaji lebih lanjut. Dalam artian apakah tetap perlu dipilih secara langsung alias lewat DPRD.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Tidak hanya syarat pencalonan Presiden dan Wakil Presiden, namun juga mengenai dengan syarat pencalonan dan threshold bagi kepala daerah," ujarnya.

"Pengaturannya seperti apa? Apakah tetap diperlukan juga threeshold? Juga kudu sama sama kita kaji semangat dan norma putusan MK ini dengan opsi pemilihan langsung alias melalui DPRD. Mana nan lebih senafas," lanjut Bima.

Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi (MK) menghapus periode pemisah alias presidential threshold minimal 20 persen bangku DPR alias memperoleh 25 persen bunyi sah nasional di pemilu sebelumnya sebagai syarat pencalonan Presiden dan Wakil Presiden. MK menyatakan semua partai politik peserta pemilu mempunyai kesempatan untuk mengusulkan pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden.

Putusan tersebut dibacakan oleh Ketua MK Suhartoyo mengenai perkara 62/PUU-XXI/2023, di Gedung MK, Jakarta Pusat, Kamis (2/1/2025). MK mengabulkan seluruhnya permohonan tersebut.

"Menyatakan norma Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6109) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan norma mengikat," kata Suhartoyo.

(eva/dnu)