ARTICLE AD BOX
Jakarta -
Warga Palestina menolak keras usulan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump nan mau memindahkan mereka dari Jalur Gaza. Warga memandang, lebih baik menelan puing-puing reruntuhan dibanding dipaksa pergi dari tanah air mereka.
Dilansir CNN, Kamis (6/2/2025), lebih dari separuh juta penduduk Palestina telah kembali ke Gaza utara selama sepekan terakhir. Sekalipun, kehidupan di sana sangat menyedihkan lantaran tidak ada air, tidak ada listrik, dan begitu banyak puing sehingga nyaris tidak ada cukup ruang untuk mendirikan tenda.
Meski begitu, penduduk berkeinginan untuk tinggal dan membangun kembali apalagi jika Presiden AS Donald Trump mau mereka keluar dari wilayah itu.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Saya tidak berpikir orang-orang kudu kembali ke Gaza," kata Trump saat berjumpa dengan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu pada hari Selasa (4/2) waktu setempat. "Mengapa mereka mau kembali? Tempat itu seperti neraka," tambahnya.
Itu adalah kedua kalinya dalam waktu lebih dari seminggu Trump mengatakan penduduk Palestina kudu meninggalkan Gaza.
Usulannya telah memicu kritik di seluruh bumi sekaligus disambut dengan ketidakpercayaan dan kemarahan penduduk Gaza.
Salah satu penduduk Palestina, Amir Karaja mengatakan kepada CNN bahwa dia "lebih baik menyantap puing-puing" daripada dipaksa meninggalkan tanah airnya.
"Kami teguh di sini," kata Karaja kepada CNN pada hari Rabu, saat dia sedang mengerjakan sisa-sisa rumahnya di kamp Nuseirat di Gaza tengah. Bangunan itu menyerupai rumah boneka setelah seluruh tembok depannya runtuh dan memperlihatkan bagian dalam interior nan rusak.
"Ini tanah kami, dan kami adalah pemilik tanah nan jujur dan sejati. Saya tidak bakal tergusur. Tidak (Trump) alias siapa pun dapat mencabut kami dari Gaza," kata Karaja.
Berdiri di tengah-tengah rumahnya nan rusak parah di dekatnya, Iyam Jahjouh mengatakan kepada CNN bahwa dia juga tidak bakal mempertimbangkan untuk pindah.
"Kami tidak bakal meninggalkan tanah alias rumah kami, meskipun ada kerusakan besar dan semua nan terjadi di Gaza, kami di sini dan bakal tetap di sini," katanya.
Atap dan beberapa tembok rumahnya nan sederhana telah dihancurkan, meninggalkan Jahjouh hanya dengan satu bilik nan ditutupi dengan genting darurat. Namun di lingkungan ini, rumah ini termasuk nan paling sedikit rusak.
"Mengapa saya kudu meninggalkan negara saya? Anda mau mengirim saya ke Mesir alias Yordania? Tidak, kami tidak bakal menerimanya, kami bakal mendirikan tenda dan apa pun nan Anda lakukan, kami tidak bakal meninggalkan negara kami. Kami tidak peduli dengan ancaman Trump alias ancaman Netanyahu," katanya.
Sekitar 70% dari 2,1 juta masyarakat Gaza telah terdaftar oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) sebagai pengungsi, banyak di antaranya adalah keturunan penduduk Palestina nan mengungsi pada tahun 1948, ketika sekitar 700.000 penduduk Palestina diusir alias dipaksa meninggalkan rumah mereka selama pembentukan Israel.
Mereka telah dilarang kembali ke rumah leluhur mereka di tempat nan sekarang menjadi Israel. Orang Arab menyebut peristiwa itu sebagai "Nakba" (malapetaka).
(taa/taa)
Hoegeng Awards 2025
Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu