Warga Rayakan Gencatan Senjata Di Gaza, Tapi Tantangan Besar Menanti

Sedang Trending 6 bulan yang lalu
ARTICLE AD BOX

Jakarta -

Warga Palestina di Gaza merayakan berita tercapainya kesepakatan gencatan senjata dan pembebasan sandera antara Israel dan Hamas dengan sorak-sorai dan pelukan.

Randa Sameeh, seorang pengungsi Gaza, menyatakan kegembiraannya. "Kami kehilangan begitu banyak, ini seperti mimpi jelek nan bakal segera berakhir," ujarnya.

Kabar kesepakatan itu diharapkan bakal mengakhiri perang selama lebih dari 15 bulan nan telah menewaskan lebih dari 46.000 penduduk Palestina dan 1.200 penduduk Israel. Meski Israel memperingatkan tetap ada beberapa poin nan belum terselesaikan, gencatan senjata dijadwalkan dimulai pada hari Minggu (19/01) pukul 12:15 waktu setempat.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kesepakatan gencatan senjata ini dimediasi oleh Amerika Serikat (AS), Qatar, dan Mesir, dengan negosiasi panjang dan alot nan berjalan di Doha. Perdana Menteri Qatar, Mohammed bin Abdulrahman Al Thani, mengonfirmasi bahwa kesepakatan itu mencakup gencatan senjata dan pembebasan 33 sandera. Ia juga menyerukan ketenangan menjelang pemberlakuan gencatan senjata tersebut.

Presiden Israel, Isaac Herzog, mendukung kesepakatan ini sebagai langkah moral dan kemanusiaan nan krusial untuk membawa kembali para sandera. Sementara itu, Hamas menyebut kesepakatan ini sebagai hasil dari "keteguhan rakyat Palestina dan perlawanan di Gaza."

Peran AS dan ucapan terima kasih Netanyahu

Presiden Joe Biden mengumumkan, "gencatan senjata dan kesepakatan pembebasan sandera telah dicapai," nan merupakan hasil dari "diplomasi gigih dan menyakitkan" Amerika Serikat. Biden juga menekankan, upaya diplomatik AS sejak Mei tahun lalu, telah memainkan peran krusial dalam membentuk kerangka kesepakatan ini.

"Diplomasi saya tidak pernah berakhir untuk menyelesaikan perihal ini," kata Biden seraya menggambarkan pembicaraan tersebut sebagai "salah satu negosiasi tersulit" dalam kariernya.

Dalam kesempatan berbeda, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menghubungi Presiden AS terpilih Donald Trump dan Presiden Joe Biden untuk mengucapkan terima kasih atas support mereka dalam kesepakatan gencatan senjata antara Israel dan Hamas.

Netanyahu memuji Trump atas komitmennya bahwa "AS bakal bekerja sama dengan Israel agar Gaza tidak pernah menjadi tempat perlindungan terorisme lagi." Netanyahu juga menyampaikan terima kasih kepada Biden atas bantuannya dalam memajukan kesepakatan pembebasan sandera.

Pakar soroti tantangan besar dalam proses gencatan senjata

"Bagian paling menantang dari kesepakatan gencatan senjata Gaza adalah penyelenggaraan tahap kedua," kata analis kontra-terorisme Hans-Jakob Schindler. Tantangan ini mencakup pembebasan sisa sandera, penarikan tentara Israel dari sebagian besar Gaza, dan menentukan pihak nan bertanggung jawab atas wilayah tersebut. "Jika tidak ada pihak nan mengambil alih, kemungkinan besar Hamas bakal kembali berkuasa. Selain itu, pembangunan kembali Gaza dan menciptakan gencatan senjata berkepanjangan menjadi tantangan besar," ujar Schindler.

Di sisi lain, Menteri Keuangan Israel nan berasal dari kubu sayap kanan, Bezalel Smotrich, menentang kesepakatan ini, dan menyebutnya "berbahaya" bagi keamanan Israel. Ia menilai kesepakatan pembebasan sandera dan gencatan senjata dapat merugikan negara. Kesepakatan ini tetap kudu mendapatkan persetujuan kabinet Perdana Menteri Benjamin Netanyahu, dengan pemungutan bunyi diperkirakan berjalan pada Kamis (16/01).

Militer Israel telah menamai misinya untuk memulangkan sandera sebagai "Wings of Freedom," namun Netanyahu belum memberikan pengumuman resmi hingga perincian akhir disepakati.

Bagaimana respons global?

Pemimpin Mesir Abdel Fattah el-Sissi menegaskan pentingnya percepatan support kemanusiaan ke Gaza, menyebut gencatan senjata sebagai hasil dari "upaya berat selama lebih dari setahun oleh Mesir, Qatar, dan AS." Ia juga menyatakan, koordinasi pembukaan kembali perbatasan Rafah untuk penyaluran support sedang berlangsung.

ICRC menyatakan siap membantu penyelenggaraan kesepakatan. Presiden ICRC, Mirjana Spoljaric, mengatakan: "Kami siap memfasilitasi operasi pembebasan sebagaimana disepakati para pihak nan berunding, agar sandera dan tahanan bisa kembali ke rumah." Ia juga menegaskan perlunya komitmen politik untuk "mengutamakan kemanusiaan dan menghormati patokan perang."

Sekjen PBB Antonio Guterres menegaskan: "Gencatan senjata ini kudu menghilangkan halangan besar keamanan dan politik untuk memungkinkan peningkatan support kemanusiaan nan sangat mendesak." UNICEF menambahkan bahwa kesepakatan ini "sangat terlambat," mengingat akibat perang nan telah menewaskan lebih dari 14.500 anak di Gaza.

Para pemimpin Eropa menyambut baik kesepakatan ini. Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen menyebutnya sebagai "harapan bagi seluruh kawasan." Kanselir Jerman Olaf Scholz meminta kesepakatan dilaksanakan "secara konsekuen," sementara PM Inggris Keir Starmer menyatakan: "Setelah bulan-bulan pertumpahan darah nan menghancurkan, ini adalah buletin nan sudah lama dinantikan oleh rakyat Israel dan Palestina."

rs/gtp/as (AFP, Reuters, AP, dpa)

(ita/ita)